388cash388cash

Cerita Sex : Majikanku Sayang


Siang itu cuaca mendung meningkatkan dingin dalam kamarku, kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi. Tetap terbayang pijatan maapabilanku tadi siang, begitu takut, aneh dan juga nikmat, terus terang ini pengalamanku yang pertama dimana tubuhku dijamah tangan laki-laki. Rasa yang menjalar di semua pori-pori kulit, kurasakan abnormalitas yang terjadi dalam tubuhku yang berujung pada sebuahkenikmatan. Aku bimbang dan bertanya-tanya, apakah yang terjadi dalam diriku? Ketika di dalam kamar mandi, alangkah kagetnya aku, kulihat celana dalamku dalam kondisi basah, padahal tadi tidak merasa ingin buang air, kenapa basah? Seusai aku cium nyatanya tidak berbau, air apa yang keluar?

Sebelum kulanjutkan ceritaku ini, perkenalkan namaku Menik, umurku menginjak 18 tahun dan aku anak bungsu dari lima bersaudara yang kesemuanya wanita. Kakak-kakakku juga bekerja sebagai pesuruh rumah tangga, ibuku telah tiada sejak aku berumur dua tahun, jadi ayahku menikah lagi namun tidak memiliki keturunan. Ketika kakak-kakakku pergi merantau, tinggal aku bersama ayah dan bunda tiriku di desa terpencil pantai utara Jawa Tengah.

Sejak setahun lalu aku bekerja pada sebuah keluarga muda dengan satu orang putri yang baru berumur dua tahun. Maapabilan perempuanku yang kupanggil bunda merupakan seorang karyawati, sedang maapabilan laki-lakiku seorang pegawai negeri sebuah instansi pemerintah. Kenasiban di dalam rumah tangga maapabilanku bisa dikatakan harmonis, itu yang membikinku kerasan tinggal bersama mereka. Bunda maapabilan seorang wanita yang baik, begitu pula dengan suaminya.

Hari Sabtu dimana bunda bekerja, sedang bapak setiap Sabtu dan Minggu libur. Di rumah tinggal bapak, aku dan anaknya. Aku merasa tidak enak badan sejak hujan-hujanan kemarin waktu aku pergi ke pasar. Padahal malam harinya aku telah minum obat, namun hingga pagi hari ini aku merasa sakit disekujur tubuh. Meski begitu tetap kupaksakan diri untuk bekerja, sebab telah keharusanku sehari-hari dalam keluarga ini.

Seusai anaknya tidur, kurebahkan diriku di kamar. Cuaca mendung bulan November, setengah terpejam sayup-sayup kudengar bapak terbuktigil namaku, namun sebab badan ini terasa berat, aku tidak sanggup untuk bangkit, hingga bapak datang ke kamarku. Bapak terkejut melihat keadaanku, dihampirinya aku dan duduk ditepi ranjang. Aku berusaha untuk bangkit meski kepala ini semacam dibebani ribuan batu, tiba-tiba tangan bapak menyentuh dahiku kemudian merengkuh bahuku untuk memintaku tiduran kembali. Bapak bilang kalau tubuhku demam, kemudian dirinya memijit keningku, mataku terpejam menikmati pijitan itu, terasa sakit di kepala dan lemas sekujur tubuhku. Seusai berbagai saat bapak menyuruhku untuk telungkup, akupun menurutinya. Kuraskana kain bajuku disingkap ke atas oleh bapak, kemudian tali pengait behaku dicopotnyanya. Aku terkejut, namun sebab lemas aku pasrah saja, kurasakan pijitan bapak dipunggungku.

Disinlah awal abnormalitas itu terjadi. Mesikipun kondisi demam, namun perasaan itu tetap saja kurasakan, begitu hangat, begitu damai, begitu takut dan akhirnya begitu nikmat, mata kupejamkan sambil menikmati pijatan bapak.

Umur bapak telah tigapuluhan dan kuakui kalau bapak memiliki wajah yang tahan lama muda. Disaat aku merasakan pijitan bapak, tiba-tiba kurasakan resluiting celana pendekku di belakang diturunkan oleh bapak. Aku ingin bentrok dan membalikkan badan, namun ditolak oleh bapak dengan mengatakan bahwa tahap bawahpun harus dipijat, akhirnya aku mengalah meski disertai rasa malu saat bapak melihat pantatku. Jujur, yang ada di dalam benakku tidak ada prasangka lain tidak hanya aku dipijit bapak. Seusai agak lama, bapak menyudahi pijitannya dan aku diberi lagi obat demam yang segera kuminum, bapak kemudian meninggalkan kamarku. Sebelum tidur kuputuskan ke kamar mandi untuk buang air kecil. Semacam yang telah aku ceritakan di atas, bahwa celana dalamku basah, dan nyatanya bukan pipis. Aku raba dan rasakan nyatanya berlendir dan agak lengket, aku tidak tahu hubungan basah ini dengan pijatan bapak tadi. Aku tidak sanggup berpikir jauh, seusai dari kamar mandi, kuputuskan untuk tidur di kamar.

Sore hari gerimis turun, ketika aku tidur, siang tadi bunda maapabilan dan anaknya pergi kerumah famili dan menginap di sana sebab ada hajatan, sementara bapak tinggal di rumah sebab besok Minggu ada agenda di komplek. Seusai sesiang tadi aku tidur, kurasakan tubuhku agak mendingan, mungkin sebab pengaruh obat turun demam yang aku minum tadi, jadi aku berani untuk mandi meski dengan air hangat. Berakhir mandi terdengar suara bapak dari ruang TV terbuktigil namaku, aku bergegas kesana. Bapak menanyakan keadaanku yang kujawab telah baikan. kemudian bapak menyuruhku membikinkan teh hangat untuknya. Teh kubuat dan kuhidangkan di meja depan bapak, kemudian bapak menyuruhku duduk di bawah depan tempat duduk bapak, kuturuti perintahnya. Nyatanya bapak sedang menikmati TV, kemudian bapak memegang pundaku dan memijit perlahan-lahan dan bertanya apakah pijitannya enak, kujawab enak sekali sembari tersenyum, sembari tetap memijat pundakku kami berdua membisu sambil melihat TV.
Lama-kelamaan perasaan aneh itu menjalar lagi, aku merasakan sesuatu yang lain, yang ku tidak paham perasaan apa ini, kurasakan sekujur bulu tubuhku mermang. Tiba-tiba kurasakan hembusan nafas di samping leherku, aku melirik, nyatanya wajah bapak telah hingga di leherku, aku merasakan getaran-getaran aneh yang menjalar kesemua tubuhku, aku tidak berontak, aku takut, namun getaran-getaran aneh itu kurasakan begitu nikmat hingga tanpa kusadari kumirngkan kepalaku seakan memberi kebebasan bapak untuk mencmbunyanya.
Tak terasa aku memejamkan mata dan menikmati setiap usapan bibir dan lidah bapak di leherku. Getaran itu saat ini menjalar dari leher terus turun ke bawah, yang kurasakan tubuhku melayang, tidak memiliki beban, terasa ringan sekali seolah terbang. Otakku seakan buntu, tidak bisa berpikir jernih, yang kutahu aku mengikuti saja sebab pengalaman ini belum sempat aku rasakan seumur nasib, antara takut dan nikmat. Tangan bapak tetap memijat pundakku sementara dirinya tetap mencumbui leherku, tidak lama kemudian kurasakan tangan itu meraih kancing baju depanku dan membukanya satu persatu dari atas ke bawah. Seusai semua kancing bajuku terlepas, kembali tangan bapak memijat bahuku, semua itu aku rasakan dengan melayang-layang, perlahan tapi tentu kedua tangan bapak menyentuh ke dua payudaraku, aku kaget. Kedua tanganku lalu memegang tangan bapak, bapak membisikkan supaya aku menikmati saja pijitannya, tanganku akhirnya terlepas dari tangan bapak.
Lagi-lagi kurasakan sesuatu getaran aneh, hanya getaran ini lebih dahsyat dari yang pertama, payu daraku diremas cocoknya daripada dipijit, meski tetap memakai bh. Kemudian tangan bapak kembali kepundakku, nyatanya diturunkannya tali bhku, perlahan-lahan diturunkan sebatas lengan, sementara ciuman bapak tetap di leher, kadang leher kiri, kadang leher kanan. Aku melayang hebat, dimana kedua tangan bapak meraih payudaraku dari tahap atas turun ke bawah, sesampai di putingku remasan berubah menjadi pilinan dengan jari, aku sempat membuka mata, namun hanya sesaat, getaran aneh berubah menjadi sengatan. Sengatan kenikmatan yang baru ini kualami, dipilin-pilinnya kedua putingku, tidak sadar ku keluarkan desahan pelan.
Secara tidak kusengaja, tangan kiriku meraba celana dalamku sendiri, kurasakan gatal dikurang lebih kemaluaku, nyatanya kemaluanku basah, aku tersentak dan memberontak. Bapak kaget, kemudian menanyakan ada apa, aku tertunduk malu. Seusai didesak aku menjawab malu, kalau aku ngompol. Bapak tersenyum dan mengatakan bahwa itu bukan ompol, lalu bapak berdiri dan membimbingku duduk di sofa.
Bapak menanyakan padaku, yang kujawab bahwa ini pengalamanku yang pertama, kemudian bapak mengatakan ingin memberi pengalaman selanjutnya dengan catatan supaya aku tidak menceritakan pengalaman ini pada siapa saja. Aku hanya mengangguk dan menunduk, tidak berani kutatap mata bapak sebab malu.
Di luar hari telah berganti malam, gerimis pun berubah menjadi hujan, namun aneh, hawa di ruang TV berubah menjadi hangat, apakah ini hanya perasaanku saja? Sementara aku duduk di sofa, bapak malah jongkok dihadapanku. Aku rikuh dan menundukkan kepalaku. Tiba-tiba bapak maju menuju payu daraku dan menciuminya, semacam bayi menetek ibunya. Aku mengatakan malu, namun di jawab bapak untuk menikmati saja. Sengatan itu kembali menyerangku ketika ciuman bapak berubah menjadi jilatan dan kuluman di putingku, aku kembali terpejam dan mengerang, tidak kusadari tanganku berada di kepala bapak, mengelus dan sedikit menjambak rambut bapak. Aku tidak kuat menyangga tubuhku, perlahan dan tentu tubuhku terjatuh di sofa, bapak membetulkan posisiku jadi tiduran disofa. Kemudian jilatan bapak berlanjut diperutku, sementara tangan kiri bapak di payudaraku, tangan kanan meraba dari betis naik ke paha dan menyingkap rok yang kukenakan.
Aku telah kehilangan akal sehat, hanya bisa diam dan menikmati setiap jilatan dan elusan bapak. Aku terkejut pada saat jilatan bapak hingga ke celana dalamku, aku mengatakan bahwa itu kotor dan pesing, namun dengan sabarnya bapak menenangkanku untuk tetap saja menikmatinya. Aku hanya terdiam dan pasrah, di antara takut dan malu dan rasa nikmat yang tidak kuduga sebelumnya. Perlahan bapak membuka rok dan mencopot celana dalamku dan menciumi rambut kemaluanku. Takut bercampur geli berkecamuk di dalam dadaku, kurapatkan kedua pahaku menahan geli, namun abnormalitas terjadi lagi, lama kelamaan tanpa kusadari kedua pahaku membuka dan terus lebar. Posisi ini mempermudah bapak untuk mencumbu lebih dalam. Tiba dibagian tengah atas kemaluanku, kurasakan ujung lidah bapak menyengat yang lebih dahsyat lagi, tanpa kusadari kunaikkan pantatku ke atas ke bawah, aku meracau tidak karuan, sukar kulukiskan dengan kata-kata perasaan ini. Kurasakan dunia gelap dan berputar, sayup-sayup kudengar suara kecipakan di kurang lebih selangkanganku, hingga ada sebuahdesakan dari dalam kemaluanku, desakan itu tidak bisa kutahan, sesuatu yang bakal meledak keluar, semacam bila ingin pipis, namun ini lebih dari itu. Tanganku tidak bisa kukendalikan, kujambak rambut bapak sambil menekan kepalanya pada kemaluanku. Aku melonjak, mengjan. menahan, meracau, tiba-tiba sesuatu itu keluar dari dalam kemaluanku, kemaluanku basah… bahkan banjir… kurasakan aku ngompol…
Seusai itu tubuhku lemas, keringat membanjiri tubuhku, tulang-tulangku terasa lepas dari tempatnya… perasaan apa ini? antara nikmat… kebelet pipis… dan lemas… Kulihat bapak tersenyum dan mengelus rambutku, bapak menanyakan apa yang aku rasakan. Kubalas dengan tatapan yang bertanya-tanya, namun aku tidak bisa mengatakan-kata, diantara nafasku yang tetap memburu, aku hanya tersenyum dan memandangnya sayu.
Bapak berlutut di sampingku, melepas sarungnya, meraih tanganku dan membimbingnya untuk memegang tengah celana dalamnya, kuturuti, kuraba dari luar celana dalam bapak, ini pun pengalaman pertamaku memegang kemaluan laki-laki. Kurasakan sesuatu menonjol keras ke atas di tengahnya, bapak menikmati elusanku dan kuliirik mata bapak setengah terpejam. Tidak lama, dirinya menurunkan celana dalamnya, sesaat kuterpekik melihat benda yang baru hari ini kulihat.
Bapak mengajariku untuk mengurut benda itu dari atas ke bawah, aku geli memegang benda itu, empuk tapi keras… keras tapi lentur… Bapak membangkitkanku dari rebahan, kemudian menyuruhku untuk menjilat benda itu, sebab tadi bapak telah menjiltati kemaluanku, apa salahnya kalo kini aku menjilati kemaluannya, pikirku.
Pertama terbukti kujilati benda itu, lama-kelamaan kumasukkan benda itu ke dalam mulutku, aku ingat masa kecilku ketika menjilati es krim. Benda itu berdenyut-denyut di dalam rongga mulutku, aku merasa aneh namun bahagia, semacam anak keci mendapat makanan kesukaannya. Tiba-tiba bapak mengerang sambil luar biasa kepalaku, benda itu berkeduk hebat, aku heran ada apa ini, namun benda itu tidak bisa kulepaskan, sebab kepalaku ditahan tangan bapak, kemudian kurasakan sebuahcairan terasa di mulutku yang akhirnya daripada tersedak, cairan itu kutelan habis, terasa amis… gurih… sedikit asin. Kulihat bapak mendengus, semacam habis lari jauh, nafasnya tersengal-sengal. Dirinya tersenyum dan memelukku, aku merasa damai dalam pelukannya.
Bapak mengajakku ke kamar mandi, sebelum kami masuk, bapak melucuti sisa pakaianku dan juga pakaiannya. Aku merasa heran, aku menurut tanpa ada perlawanan, mungkin sebab nikmat yang baru saja pertama kali aku bisa. Di dalam kamar mandi, bapak memandikanku, bapak mengagumi bulu-bulu yang tumbuh di ketiak dan selangkanganku dan beramanat supaya aku tetap merawat dan melarang memotongnya. Pada saat bapak menyabuniku, getaran-getaran aneh menyerangku lagi. Geli bercampur nikmat menyelimuti seluruh tubuhku, jadi tidak terasa aku mulai mendesis lagi, bapak bilang bila aku tidak tahan keluarkan saja erangan itu, tapi aku malu.
Seusai aku berakhir disabuni, bapak menyuruhku menyabuninya, dengan rasa takut-takut kusabuni punggung hingga kakinya, pada giliran tubuh tahap depan, kulihat kemaluan bapak yang tadinya lemas tampak kokoh berdiri. Bapak mengatakan enak disabuni olehku, dirinya meraih wajahku dan mencium mulutku, aku merasakan getaran terus luar biasa ketika lidah bapak bermain di dalam rongga mulutku, aku hanya terdiam dan menikmati permainan lidah bapak, perlahan kuimbangi permainan lidah bapak dengan lidahku sendiri, kami saling berpagutan.
Bapak mengajar tanganku untuk menyentuh kemaluannya yang tetap terbalut sabun, aku merasakan licin dan mengocoknya. Payudaraku pun menyentuh dada bapak yang licin oleh sabun, terasa mengeras di kedua putingku, kami berpelukan… berciuman dan saling bergesekan… aktivitas ini memunculkan gelinjang kenikmatan yang tiada tara bagiku. Seusai tubuh kami berdua tersiram air dan bersih dari sabun, bapak menyuruhku untuk menghadap wastafel setengah menunduk sembari kakiku direnggangkannya, bapak jongkok membelakangiku dan mulai menjilati pantatku, aku menengok ke belakang dan bapak hanya tersenyum. Pada saat lidah bapak menyentuh dan mempermainkan duburku, aku tersentak dan sedikit membawa kakiku, kurasakan kegelian bercampur dengan kenikmatan, aku mendesis, kemaluanku basah dan lengket, jadi tangan kiriku tidak sadar meraba daging bulat kecil yang mengeras di tengah kemaluanku sembari mengosok-gosok dan menekannya, dengan cara naluri tahap itu yang kurasakan bisa memberi kenikmatan yang tiada terkira. Tidak lama berselang aku berasa ingin pipis lagi. Tangan kananku mencengkeram erat bibir wastafel, mengerang hebat, tangan kiriku kutekan kuat pada benjolan kenikmatanku, aku meladak lagi, nafasku memburu tidak karuan, sesaat aku merasa lemas dan seakan hilang pijakan tempatku berdiri. Bapak menangkapku kemudian membopongku menuju kamarku.
Direbahkannya diriku di tempat tidur, bapak duduk di tepi tempat tidurku sembari mengelus rambutku, tersenyum dan mengecup keningku, hatiku tentram, nafasku mulai teratur kembali. Seusai semuanya kembali normal bapak merebahkan dirinya di sisiku, tanpa bicara, bapak meraba payudaraku, dan menjilatinya. Getaran-getaran itu datang kembali menyerangku, aku menggelinjang dan mengeluarkan suara-suara desisan, kuremas kepala bapak sembaru kutekan ke arah dalam payudaraku.
Bapak naik ke atas tubuhku, menyodorkan kemaluannya untuk kujilat lagi, kuraih dan kukulum kemaluan bapak semacam layaknya menjilati es krim, bapak memaju mundurkan pantatnya jadi kemaluan bapak keluar masuk dalam mulutku. Aku menikmati keluar masuknya kemaluan bapak di dalam mulutku. Seusai berbagai saat, bapak melepaskan kemaluannya dari mulutku. Bapak menggeser tubuhnya, kedua pahaku di kesampingkannya, perlahan-lahan kemaluan bapak didekatkan pada kemaluanku sambil mengatakan bila terasa sakit aku harus bilang.
Pertama menyentuh kulit luar kemaluanku, aku agak tersentak kaget, mulailah rasa sakit itu muncul seusai kemaluan bapak mulai sedikit demi sedikit memasuki vaginaku. Aku menjerit kesakitan yang kemudian diikuti dengan dicabutnya kemaluan bapak, bapak mencium bibirku sembari membisikkan kata supaya aku menahan rasa sakit tersebut sembari mempermainkan lidahnya di dalam mulutku.
Kemudian bapak mulai menusuk lagi, meski kemaluanku telah basah total, tapi rasa sakit itu tidak terkira, aku tidak sanggup mengaduh sebab mulutku tersumbat mulut bapak. Tidak terasa air mataku meleleh menahan sakit yang tidak terkira, kedua tanganku mencengkeram erat pinggang bapak. Akhirnya kemaluan bapak menembus celahku… diusapnya air mataku, kemaluan bapak tetap tetap tertancap dalam celahku. Bapak berhenti menggoyang, seusai dilihatnya aku agak tenang, mulailah bapak memaju-mundur kemaluannya lagi dengan cara perlahan, aku sempat heran, rasa sakit itu berangsur hilang digantikan dengan nikmat. Aku merasa kemaluanku berkedut-kedut dengan sesuatu benda asing di dalamnya, sementara itu air lendirku juga telah membasahi liang kemaluanku, jadi rasa sakit itu hilang tergantikan oleh kenikmatan yang sukar dikatakan.
Tidak begitu lama kemudian aku merasa ingin pipis kembali, aku peluk bapak, aku naikkan pantatku seolah ingin menelan semua kemaluan bapak. Aku kejang, aku melenguh panjang, aku menggigit pundak bapak, sesuatu yang nikmat aku rasakan lagi, dunia berputar-putar, semua terkesan berputar, sungguh kejadian ini nikmat sekali. Aku terhempas lemas seusai aku mengalami apa yang baru aku alami, rasa sakit telah hilang. Bapak menghentikan aktifitas seakan memberi peluang diriku untuk menikmati puncak kenikmatan yang baru saja kualami.
Seusai berbagai saat, dengan kemaluan yang tetap mengacung ke atas, bapak mencabut kemaluannya dan menyerahkannya kedalam mulutku lagi, aku kulum kemaluan bapak, tidak lama kemudian bapak melenguh… dan cairan itu kembali mendera mulutku, sebab pengalaman tadi, semua cairan itu aku telan tanpa tersisa sedikitpun. Bapak merebahkan tubuhya disampingku, dan mengucapkan terima kasih, dirinya mengatakan bahwa perawanku telah hilang.
Aku tercenung kulihat ke bawah, sprei tempat tidurku ternoda merah darah perawanku, namun aku tidak rugi, sebab hilang oleh orang yang aku kagumi sekaligus aku sayangi, Aku tidur di dalam pelukan bapak, kami kelelahan seusai mengarungi perjalanan puncak kenikmatan bersama, dalam tidurku, aku tersenyum bahagia, kulirik bapak, dirinya terpejam sembari tersenyum juga.
Semacam kebiasaanku sehari-hari dalam rumah tangga maapabilanku ini, aku bangun pada pukul 5, kulihat bapak tetap tertidur lelap, kami tetap dalam kondisi bugil, sebab semalam tidak sempat berpakaian sebab kelelahan. Aku turun dari tempat tidur, selangkanganku tetap berasa perih seakan benda tumpul panjang itu tetap mengganjal di dalam celahku. Dengan agak tertatih aku menuju kamar mandi, kubersihkan seluruh tubuhku beserta lendir-lendir yang mengering bercampur bercak darah di kurang lebih kemaluan dan bulu-buluku, sembari mandi aku bersiul gembira. Kuraba celah kemaluanku, tetap terasa sisa-sisa keperihan di dalamnya, aku mengerti sekarang, dimana perbedaan antara air seni dengan lendir hormon yang keluar dari kemaluanku bila dirangsang, Aku tersenyum geli memikirkan kebodohanku selagi ini.
Berakhir mandi, aku memselesaikan rumah semacam keharusanku sehari-hari, seusai itu aku buatkan segelas kopi panas dan kubawa ke kamarku, dimana bapak tetap terlelap di sana. Perlahan kuletakkan kopi di atas meja, aku melangkah ke arah tempat tidur, kuperhatikan wajah bapak yang tertidur.
Betapa tenang, alangkah damai, alangkah gantengnya, perlahan kuusap pipi bapak dan kubelai rambutnya, dengan sedikit takut… kucium aspek bibir bapak. Pandanganku menyapu dada bapak, kemudian turun ke salangkangannya yang tertutup selimut. Kulirik benda asing yang semalam telah memaksa masuk ke dalam lobangku. Aku tersentak kaget, meski tertutup selimut kulihat jelas benda itu tegak berdiri mengeras, ku usap perlahan sembari tertawa geli dalam hati. Perlahan kusingkap selimut itu, kini terpampang jelas benda itu dimana pantulan cahaya lampu menerpa ujung kepala kemaluan bapak yang semacam helm itu. Kudekatkan wajahku ke benda itu supaya terkesan lebih jelas lagi, perlahan kugenggam, kukocok, kujilati dan kumasukkan ke dalam mulutku. Bapak bergerak perlahan, aku terkejut dan berhenti mengulumnya, namun bapak melihat padaku dan menyuruh untuk meneruskan aktivitasku, kembali kuulangi kuluman kemaluan bapak sembari tersenyum, dielusnya rambutku sembari kudengar erangan bapak.
Bapak bergeser sedikit, tangannya meraih pantatku dan menyingkapkan dasterku ke atas, perlahan diusapnya belahan dalam pantatku, dengan tangan kanan kuraih tangan bapak di selangkanganku, nyatanya kemaluanku telah basah kembali. Aku pun kembali terangsang dengan usapan tangan bapak di kemaluanku, sedikit kugoyang pantatku kekiri dan kekanan tanpa melepaskan kulumanku pada kemaluan bapak.
Berbagai saat kemudian, bapak meminta untuk menghentikan aktifitasku, bapak bangkit dari tempat tidur, dan menyuruhku untuk menunggi di tepi tempat tidur. Dari arah belakang, perlahan bapak memasukkan kemaluannya ke dalam celahku, aku heran, gaya apa lagi yang bapak berbagi untukku, kuraih bantal untuk mengganjal kepalaku, sementara dari belakang, bapak memaju-mundurkan pantatnya. Sensasi baru kurasakan, dengan posisi yang akhir-akhir kuketahui bernama doogy style itu, seakan bisa kuatur jepitanku pada kemaluan bapak.
Aku merasa ingin pipis lagi, kugigit bantal sembari mengerang dahsyat, otot-ototku kakiku mengejang hingga ke arah pantat, sedikit kujinjitkan kakiku, kucoba bersi kukuh semampuku, kujambak speri di sampingku. Aku tidak tahan lagi, dengan kedutan-kedutan hebat, jebolah pertahananku, aku teriak dan mendesis kugigit bantal sekeras-kerasnya, pantatku berkedut kedut ke atas bawah, aku lemas, aku jatuhkan tubuhku ke atas kasur sembari nafasku haru memburu. Kulihat bapak tersenyum ke arahku, kemaluannya terus berkilat dampak lendirku tertimpa cahaya dari luar kamar. Kuraih kemaluan bapak, kukocok-kocok sembari aku mengatur nafasku, tangan bapak merengkuh rambutku, diusap-usapnya kepalaku, diciumnya keningku. Seusai nafasku teratur, kuraih kemaluan bapak dan kukulum lagi, tidak berapa lama, bapak mengejang dan mengeluarkan cairan dari kemaluan bapak yang kutelan habis tanpa bersisa.
Bapak kemudian pergi mandi, sementara aku kembali kekesibukanku hari ini yaitu memasak. Pukul delapan pagi, kulihat bapak berakhir mandi dan bersiap untuk menghadiri agenda komplek. Seusai berpamitan padaku, aku meneruskan memasak, hari ini kubuatkan masakan spesial untuk bapak, semua bahan telah terdapat di dalam kulkas yang kubeli hari Jumat kemarin di pasar.
Pukul 12 siang, bapak kembali dari agenda di komplek, aku sedang melihat agenda TV seusai berakhir masak, kemudian bapak menyuruh membikinkan es teh manis untuknya, aku bergegas pergi ke dapur untuk membikinkan pesanan bapak. Di saat aku sibuk mengaduk gula, tiba-tiba dari arah belakang bapak memelukku, aku tersentak sebab melihat bapak tidak mengenakan pakaian selembar pun. Tanpa bicara, dicumbuinya diriku dari belakang, aku menggelinjang kegelian, diusapnya leherku dengan lidah bapak hingga ke telingaku dan digigit-gigitnya daun kupingku. Aku tersentak kegelian, tanganku menyenggol teh yang sedang kubuat, gelas jatuh dan air di dalamnya tumpah membasahi dasterku. Tanpa memeperhatikan momen itu, bapak melahap mulutku dengan ciuman-ciuman ganasnya, aku terpengarah tidak siap, sedikit kehabisan nafas melayani ciuman bapak. Dengan tidak melepas ciumannya, tangan bapak mencopot dasterku, kemudian dengan terburu-buru, dilepasnya beha dan celana dalamku, aku hanya pasrah menghadapi kelakuan bapak.
Sedikit membopong, didudukannya aku di atas meja makan, kemudian bapak melebarkan selangkanganku dan menjilati kemaluanku. Dengan berpegang pada tepi meja, aku menggelinjang keenakan, kurasakan sapuan-sapuan lidah bapak dikemaluanku sebagai sensasi yang tiada duanya. Mungkin sebab sebentar lagi aku merasa bakal datang bulan, jadi nafsu yang ada dalam diriku sedang dalam puncak-puncaknya. Aku pipis lagi, kujambak rambut bapak dengan tidak sungkan lagi, kutekan kepala bapak ke dalam kemaluanku, kurasakan lidah bapak menembus di dalam lobangku, aku menjerit tertahan, meledaklah kenikmatanku, bapak menyedot habis semua lendir nikmatku hingga tuntas dan menjilati rambut lebatku.
Dengan menahan posisiku, bapak berdiri dan memasukkan kemaluannya ke dalam lobangku, perlahan tapi tentu kemaluan bapak masuk. Aku membisikkan sesuatu ke bapak, aku mengatakan bila ingin merasakan semprotan cairan bapak di dalam rongga kemaluanku, bapak menanyakan apakah aku subur alias tidak, aku jawab bila dalam dua alias tiga hari ke depan bakal datang bulan. Seusai bapak mendengar pengakuanku, dirinya tersenyum dan terus bersemangat untuk menusukan kemaluannya di lobangku.
Nyatanya bapak lama juga mengalami puncak, kebalikannya dalam diriku, aku merasakan sebuahkedutan nikmat lagi dan berasa ingin pipis kembali. Aku peluk bapak, kucium bibirnya, sementara kedua kakiku menjepit pinggang bapak. Dengan berpangku pada tepi meja makan, bapak bertambah kencang volume memaju – mundurkan kemaluannya di dalam lobangku. Aku terpekik, aku menjerit, aku mendekap erat-erat tubuh bapak, kurasakan ledakan kembali menyerang dalam celah kenikmatanku.
Sementara bapak kulihat terus cepat dan mengatakan bila kami berdua bakal mencapai puncak dengan cara bersama-sama. Tapi aku telah tidak tahan lagi, aku mengerang… mengejang… kugigit bibir bapak, nyatanya demikian pula dengan bapak. Kami berdua mencapai puncak tinggi bersamaan, kurasakan cairan hangat bapak dan cairanku menyatu di dalam celah kemaluanku. Aku berkedut, bapak berkedut, kami terus erat berpelukan, peluh membanjiri seluruh tubuh, jepitan kakiku di pinggang bapak, diimbangi pelukan tangan bapak di tubuhku, kami berdua sesak, kami berdua klimaks, kami berdua memejamkan mata sesaat tidak peduli dengan kurang lebih.
Sampai pada sebuahketika, bunda mengunjungi orang tuanya di lain propinsi, bunda pergi dengan anaknya memakai kereta Api sementara bapak tidak ikut sebab tidak bisa cuti. Bunda pergi kurang lebih lima hari.
Pagi hari sesuai dengan tugasku sehari-hari, aku mengepel ruangan, sengaja kulepas bh dan celana dalamku, aku hanya mengenakan daster saja tanpa dalaman. Kulihat kamar maapabilanku tetap tertutup pintunya, kuketuk pintu dengan maksud ingin mengepel kamar maapabilanku, kemudian bapak membukakan pintu, aku masuk dan langsung mengepel, sementara bapak masuk kekamar mandi yang terletak juga di lama kamar maapabilanku. Sengaja agak berlama-lama mengepel dengan maksud memancing reaksi bapak, kutarik dasterku lebih agak ke atas, jadi kedua pahaku terkesan jelas.
Pancinganku mengena, bapak keluar dari dalam kamar mandi dan mengomentariku bahwa pahaku tampak putih mulus, kubalikkan badan sengaja menghadap ke arah bapak, dengan posisiku mengepel bakal terkesan jelas kedua payudaraku yang tidak tertutup beha. Bapak tersenyum menghampiriku dan mengatakan bila aku sengaja memancing dirinya, kubalas senyuman bapak dengan mengatakan terbukti aku sengaja, sebab aku ingin disetubuhi bapak lagi. Kulihat bapak menurunkan sarungnya, yang nyatanya juga tidak mengenakan celana dalam, terkesan kemaluan bapak telah berdiri tegang. Seusai pamit untuk mencuci tanganku, kuhampiri bapak, aku elus kemaluan itu, bapak duduk ditepi tempat tidur, sementara aku jongok di antara kedua paha bapak, perlahan tapi pasti, kemaluan bapak aku cium dan kumasukkan kedalam mulutku. Terdengar desisan bapak, sementara tangan kiriku menyentuh kemaluanku, nyatanya telah basah, terus kuelus perlahan kemaluanku.
Bapak merengkuh bahuku, luar biasa supaya aku berdiri, dan memposisikan aku jongkok di atas kemaluan bapak. Dengan perlahan kuturunkan pantatku dan dibantu dengan tangan bapak untuk mengarahkan kemaluannya menuju lobang kemaluanku, pertama agak sulit untuk masukkan kemaluan bapak, kucoba memasukkannya sedikit demi sedikit. Seusai posisi dan kedalaman kemaluan bapak telah pas, mulailah kuturun-naikan pantatku, tangan bapak tidak tinggal diam, diarihnya dasterku untuk dilepas, kemudian diremas remaslah kedua payudaraku.
Lama-kelamaan aku merasakan sengatan yang luar biasa, kupercepat goyanganku, kugesek-gesek kemaluanku, dan tidak lama kemudian aku tidak sanggup lagi menahan kebelet pipisku, kupeluk bapak dengan posisi tetap tertancap kemaluan bapak, jebolah pertahananku, aku kebanjiran lagi. Kami bertukar posisi, aku kini di bawah, ditepi ranjang, sedang bapak berdiri di segi ranjang, Sebelum bapak memasukkan kemaluannya dirinya bertanya kapan aku mens, kujawab kira-kira lima hari lagi aku mens. Seusai tahu jawabanku, bapak segera membawa kedua kakiku dan perlahan memasukkan kemaluannya kedalam kemaluanku, digoyangkannya pantat bapak maju-mundur, sensasi kemasukan kemaluan bapak di dalam kemaluanku terulang lagi, aku merasa terangsang lagi, kubantu dengan menggoyangkan pantatku. Aku klimaks lagi, namun bapak mengundang untuk bersama-sama sebab beliau juga telah hampir. seusai berbagai saat kutahan, akhirnya ambrol lagi pertahananku. Kulihat hampir bersamaan pertahanan bapak juga jebol, akhirnya kami bisa mencapai klimaks dengan cara bersamaan. Lama posisi kemaluan bapak tertancap dalam kemaluanku, akupun tidak bisa berbuat apa-apa sebab nikmat, seusai berbagai saat kami terdiam, baru dicabutlah kemaluan bapak.
Kami berdua mandi bersama layaknya suami istri, aku bilang terhadap bapak bila aku sayang kepadanya, dijawab dengan senyuman bapak. Setiap hari semenjak kepergian ibu, kami rutin memadu kasih, namun jelas seusai bapak kembali dari kantor. Kadang di kamarku, di kamar bapak, di dapur, di ruang belakang, bahkan sempat di garasi dan di dalam mobil. Hatiku bahagia, tentram, hingga bunda pulang dari luar kota.
Hingga sebuahmalam aku tidak bisa tidur, udara sangat panas jadi membikinku kegerahan, kucopot beha dan celana dalamku, hingga hanya memakai daster saja, kondisi semacam ini membikin aku menjadi terangsang. Kugosok-gosok kemaluanku dan kuraba-raba payudaraku sambil membayangkan kejadian-kejadian yang kulalui bersama maapabilan laki-lakiku.
Tiba-tiba aku mendengar suara desahan dari kamar tidur maapabilanku, aku keluar dan jongkok di bawah jendela mendengarkan desahan-desahan nikmat kedua maapabilanku, letak kamar maapabilanku tidak jauh dar kamarku, hanya dibatasi oleh gudang. Aku terdiam mendengarkan kegiatan di dalam kamar maapabilanku, kutaksir posisi bunda di atas tubuh bapak. Suara-suara itu membikin tegang seluruh tubuhku, kuraba selangkanganku dengan tangan kanan, sementara tangan kiriku meremas payudaraku. Aku terhanyut, mataku terpejam membayangkan kenikmatan itu, tanpa terasa gosokan tangan kanan di kemaluanku terus cepat, dan jari tengahku telah masuk kedalam kehangatan kemaluanku, terasa melayang diriku. Tidak lama datanglah klimaks, posisiku telah selonjor kenikmatan, sementara suara-suara di dalam kamar juga tambah seru, tidak lama kudengar bapak dan bunda telah mencapai klimaks, kemudian hening.
Aku terhuyung kembali ke kamarku dan berbaring di tempat tidurku, nafasku tetap tersenggal, sisa-sisa kenikmatan tetap terasa, aku melap kemaluanku dengan celana dalamku. Seusai nafasku teratur, kurasakan hatiku sakit, cemkurang baikah aku. Dadaku bergejolak, seakan tidak rela bila kedua maapabilanku bersetubuh. Perasaan ini tidak boleh jawab hati kecilku, namun perasaanku tidak bisa dibohongi. Aku telah jatuh cinta terhadap bapak maapabilanku. Pikiranku bergejolak, antara logika dengan perasaan, yang aku rasa tidak bakal mencapai titik temu, bagaimanakah ini?
Akhirnya kuputuskan untuk keluar dari pekerjaanku, semula bunda menahan dengan menjanapabilan gajiku dinaikkan, namun aku menolak, kukatakan bahwa aku bakal mencari pengalaman di tempat lain. Malamnya bapak mengintrogasiku, menanyakan kenapa aku pindah dari keluarga itu. Aku bilang bila aku mulai menyukai dan mencintai bapak dan tidak rela bila bapak berdua sama ibu. Bapak sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Kemudian ia mencium pipiku lama sekali, tidak terasa menetes air mataku.
Besoknya aku pergi dari rumah itu, bapak memberiku uang tujuh kali gajiku, untuk modal katanya yang tentu tanpa sepengetahuan ibu. Sebenarnya berat hatiku meninggalkan keluarga ini, namun hati kecilku memberontak, terhadap orang yang aku sayangi. Keputusanku telah bulat, mungkin kelak sebuahsaat aku memperoleh jodoh yang juga menyayangiku semacam bapak.
Share: