388cash388cash

Cerita Sex: Di Awal Musim Semi


Pagi itu sangat dingin, tapi aku memaksakan diri untuk membuka mataku mesikipun sebetulnya ingin tinggal di tempat tidur di bawah selimut yang tebal. “Aku wajib bangun!” hanya itu yang berada di pikiranku sekarang, jadi akupun bangkit berdiri menuju ke kamar mandi. 

Keadaan terbukti cepat berubah, sebulan yang lalu aku tetap tinggal bersama mami dan papa tiriku, kini aku tinggal seorang diri. Dan dengan cara otomatis aku wajib mencari anggaran nasib sendiri, sebab aku tidak mau memberatkan mami dengan anggaran nasibku. Untung aku cepat mendapat pekerjaan yang layak, yang sanggup mengnasibiku di kota yang lumayan mahal ini. 

Suatu perusahaan webdesign membutuhkanku sebagai assisten dalam bidang keuangan dan pemasaran. Hujan rintik-rintik menemaniku memasuki fairground Cebit, salah satu pameran komputer paling besar di dunia yang berjalan di Hannover. Perusahaan di mana aku bekerja menjadi salah satu pemilik stand di pameran ini. Untuk sementara aku tinggal di suatu hotel yang lumayan besar di hannover zentrum. Seusai aku memarkir mobilku dan mulai melangkah ke pintu masuk, 

aku mendengar suara yang tidak asing. Yah, berbagai orang bertampang Asia sedang berkata Indonesia. Tidak aku sangka bahwa aku bakal berjumpa orang Indonesia di pameran ini, dan faktor itu terjadi di hari pertama. Sekilas aku mendengar bahwa mereka sedang menuturkan aku. Seorang yang berdasi biru mengatakan ke kawannya, “wah yang ini tentu blasteran”. Dan mereka pun hanya dapat menebak-nebak sambil berbisik. Aku hanya tersenyum, hingga di depan pintu masuk salah satu dari mereka membiarkan aku masuk terlebih dahulu dan dengan cara spontan aku mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia. 

Lama dirinya terdiam, hingga dirinya akhirnya mengejarku sambil meminta maaf, dan bermaksud meminta nomor teleponku. Dengan tertawa aku mengatakan bahwa aku tidak marah, sebab tidak ada argumen untuk itu. Namun aku tidak memberbagi langsung nomor teleponku, aku hanya memkabarhu bahwa aku bekerja di salah satu stand di salah satu hall. Hanya hingga di situ pertemuanku dengannya sebab aku wajib cepat menuju standku. 

Kesibukan Cebit yang hebat membikinku melupakannya, hingga tiba saat makan siang ketika pintu kantorku diketuk oleh seorang hostes yang bekerja di stand kita yang mengatakan bahwa ada seorang pria yang hendak berjumpa denganku. Dengan sedikit heran aku mempersilakan masuk dan nyatanya pria Indonesia tadi pagi. Dia mengulurkan tangan kanannya sambil mengatakan, “Andreas!” Dan saya pun menjawab, “Liana Aloris.” Dirinya mengajakku untuk makan siang bersama yang langsung kutolak sebab tidak sedikitnya pekerjaan yang menantikanku. Dan diapun mengerti kondisiku. Tak lama kemudian dirinya kembali lagi sambil membawa 2 kantong kertas yang berisi makanan. 

Dirinya masuk ke kantor dan memberbaginya kepadaku sembari mengatakan bahwa aku wajib makan. Saat itu hatiku trenyuh, apalagi seusai sekian lama tidak ada orang yang memperhatikanku, akhirnya aku menyuruh dirinya tinggal untuk makan bersamaku di kantorku. Kurang lebih 1 jam kita berbincang bincang, dirinya kembali bertanya mengenai nomor teleponku yang akhirnya aku berbagi kepadanya. Dirinya berjanji bakal menelponku kelak malam seusai pameran tutup. Seusai pameran hari pertama beres, kita berjanji untuk makan bersama di salah satu restoran di kota. Aku sempat kembali di hotel untuk mandi dan sedikit berdandan. Kurang lebih jam delapan malam, pintu kamarku diketuk dengan pelan. Aku pun membuka pintu itu dan Andreas telah berdiri di depan pintu. Di lobby menantikan 3 kawan Andreas lainnya. Di restoran kita tidak sedikit berbincang bincang, mengenai bisnis dan segala macam. Dari situ akhirnya aku tahu bahwa dirinya seorang atasan di suatu kantor di Taiwan dan 3 orang kawannya merupakan bawahannya. Mereka sangat membahagiakan dan bahagia bercanda. Waktu beres terlalu cepat, hingga tiba waktunya untuk kembali di hotel. Andreas mengantar kawan-kawannya terlebih dahulu sebelum dirinya mengantarku hingga depan pintu kamar. Sebelum aku masuk ke kamar dirinya memegang tanganku dan mengatakan, “Liana kalian malam ini terkesan cantik sekali.” Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih dan memberbagi suatu ciuman di pipinya sebagai ucapan selamat malam. Keesokan harinya kita berjumpa kembali di tempat parkir dan langsung saling bertegur sapa. Hanya saat ini Andreas berani mengusap rambutku dan bertanya apakah aku dapat tidur semalam. Faktor semacam ini yang telah lama kurindukan, satu segi hatiku mengingatkanku terhadap papa tiriku sedangkan satu segi hati yang lain mengharapkan sesuatu yang lebih dari dia. Mungkin dari segi umur, aku sadar bahwa aku lebih menyukai pria yang matang dan berusia. Aku tidak tahu kenapa. Pada waktu makan siang Andreas kembali datang ke standku, sambil membawa setangkai mawar yang langsung diberbagi kepadaku. Hatiku pun kembali berbunga dan segera melupakan sakit kepala yang sebelumnya aku rasakan. Hari ini kita berdua makan siang berdua di Manchener Halle, di sana lumayan ramai sebab pengunjung dan sebab musiknya. Kami berbincang bincang mengenai faktor privat kami, dan anehnya aku merasa dekat sekali dengan dia. Aku dengan ringan dapat menceritakan semua perpersoalananku, mengenai kesepianku, mengenai sekolahku, mengenai mami dan papa tiriku. Dirinya hanya mendengarkan sembari memberi komentar yang melegakan. Dirinya menyadarkanku bahwa aku tidak seorang diri di dunia ini yang memiliki tidak sedikit persoalan, dan bahwa tetap ada orang lain yang dapat dipercaya. Aku pun bertanya mengenai dirinya, kemudian dirinya bercerita bahwa dirinya sempat bertunangan dengan seorang gadis yang akhirnya dirinya tinggalkan. Aku sebetulnya lumayan heran, dengan umurnya yang hampir 30 dan dengan penghasilannya yang lebih dari lumayan dan tampang dan tubuhnya yang hebat kenapa dirinya belum berkeluarga. Sedangkan aku tahu tentu untuk ukuran orang Indonesia tentu telah lumayan telat. Kembali tiba saat untuk berpisah, kita wajib kembali ke pekerjaan masing masing. Kurang lebih pukul empat sore Andreas menelponku. Dirinya mengajakku untuk menyertai dirinya ke suatu stand party. Sebab aku juga tidak punya kesibukan lainnya, maka aku langsung setuju. Pukul enam lebih seperempat Andreas telah menantikanku di depan stand seorang diri. Aku segera merapikan mejaku, dan sedikit membenahi make up ku kemudian aku keluar menuju ke Andreas. Dirinya langsung mengambil tasku dan menentengnya sambil melingkarkan tangannya ke bahuku. Di stand party telah tidak sedikit orang hadir, bir-bir telah mulai dihidangkan, brezel dan muffin juga terdapat. Aku mencari suatu stand meja yang kosong sementara Andreas mengambilkan cocktail dan makanan kecil yang ada. Sembari berdiri kita pun kembali berbincang bincang, terus malam kamipun terus akrab. Sebab tidak sedikit orang yang hadir, maka kita pun wajib berdiri terus dekat. Tangannya tetap di pinggangku dan aku pun berdiri di sampingnya sekedar untuk dapat bersandar di dadanya. Sesekali ada orang lain yang menyapa Andreas, sedangkan sebab aku orang baru maka aku tidak mengenal seorang pun. Diselingi musik kita pun sedikit menari di tempat yang lumayan sempit, terkadang Andreas mencium pipi, alias tengkukku. Hampir sepanjang agenda kita saling berpelukan, membagi cium, dan belaian. Dalam hatiku aku sadar bahwa aku mengharapkan dirinya. Tapi aku takut untuk jatuh cinta lagi. Hampir pukul satu malam, Andreas mengundang untuk pulang. Aku pun telah tidak tahan lagi, mungkin sebab aku terlalu tidak sedikit minum. Akhirnya aku wajib meninggalkan mobilku di sana sebab telah tidak mungkin lagi aku untuk menyetir. Andreas mengantarku ke kamarku, di depan pintu dirinya hanya menatapku tanpa bicara apa pun. Dari matanya aku tahu apa yang dirinya inginkan. Aku tidak menyangkal bahwa aku juga mengharapkan faktor yang sama. Aku hebat dirinya ke pelukanku. Sambil berciuman dirinya mendorongku ke kamar sambil menendang pintu hingga tertutup rapat. Dirinya mengangkatku sembari berciuman dengan gampangnya, dan aku pun melingkarkan kedua kakiku ke pinggangnya. Dirinya meletakkanku ke ranjang sembari mencoba membuka bajuku. Dirinya sedikit menemukan kesusahan dalam membuka bajuku, mungkin sebab terlalu rumit. Seusai sukses membuka baju atasku dirinya meremas buah dadaku sambil mencari bibirku. Sambil berciuman dirinya membelai-belai vaginaku, sedangkan aku pun mencari penisnya. Tanganku membuka gesper dan membuka kancing celananya. Aku berusaha untuk melepaskan diri dari tindihannya dan aku membuka celananya. Segera aku menjilat penisnya, mulai dari ujungnya hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutku. Tanganku membelai bijinya sambil sekali-kali aku menyedot penisnya. Andreas sangat menikmati semuanya itu, dirinya berusaha untuk mencapai vaginaku, tapi tidak aku biarkan. Aku ingin agar dirinya menikmati semua itu. Namun nyatanya Andreas tidak dapat diam saja. Dirinya hebat kepalaku dan menciumiku dengan kasar, meletakkan tubuhku kembali di tindihannya. Aku hanya merintih, dan memohon agar dirinya mengawali permainan sesungguhnya. Sebelumnya aku menyodorkan kondom yang terdapat di rak hotel, aku tidak mau menanggung resiko. Dia pun segera menggunakannya dan kemudian membawa kedua pahaku ke bahunya, dirinya pun mengawalinya. Aku menikmati setiap gerakannya, sesekali dirinya membawa pantatku dan memegang pinggangku dan hebat ke arah tubuhnya. Kemudian dirinya menggeletakkan diri sebab lelah, aku pun mulai mengambil kendali. Aku duduk di atasnya, memasukkan penisnya ke vaginaku, sambil aku menciumi dadanya. Sambil berpelukan kita menyelesaikan semuanya, kita hanya berdiam diri sementara aku tetap berada di atasnya. Seakan kita tidak rela waktu kembali bergulir, hingga tiba saatnya Andreas untuk pulang ke hotelnya. Tapi malam itu aku tidur dengan berjuta mimpi baru. Keesokan harinya Andreas telah di depan pintu kamarku lagi, rambutnya terkesan agak basah dan tubuhnya wangi sekali. Sementara aku belum beres berpakaian. Andreas duduk di sofa sambil menontonku berpakaian dan mengatakan, “Liana kalian cantik sekali kalau menggunakan baju itu.” Padahal saat itu aku belum mengenakan apa-apa, hanya pakaian dalam saja. Segera aku melemparkan bantal ke arahnya dan dirinya hanya tertawa. Beres berpakaian kita pun segera berangkat. Di mobil kita saling berpegangan tangan dan kadang-kadang saling mencium. Di tahap belakang mobil dirinya menggantungkan berbagai kemeja dan jas dan dasi, dirinya membahas bahwa itu persediaan untuk kelak malam sebab dirinya malas pulang malam-malam. Aku hanya tertawa, sambil menggodanya bahwa dirinya terlalu tidak sedikit berharap. Menjelang siang hari aku memkabarhu Andreas bahwa aku ada tamu penting dan tidak dapat ikut makan siang. Dirinya pun mengerti, dan pukul 2 siang, seusai tamuku pulang dirinya langsung masuk membawa kantong makanan dan sebotol air mineral. Dirinya mengambil suatu kursi dan meletakkan di sampingku, mengambil sumpit yang terdapat dan mulai menyuapiku. Pertama kali aku agak malu, namun kemudian aku bahkan duduk di pangkuannya. Faktor ini sangat membahagiakan sekali. Sesekali kita saling berciuman. Seusai makanan habis aku kembali berdiri di depannya, kemudian aku berjongkok. Membuka kancing celananya dan mencari apa yang aku mau. Andreas hanya menjerit pelan sewaktu dirinya tahu apa yang aku perbuat, dirinya berpendapat aku gila, namun dirinya kemudian menikmati jilatan-jilatanku. Ujung yang paling sensitif aku permainkan dengan lidahku, dengan sebelah tangan yang mengocok penisnya. Tidak lama kemudian dirinya mencapai orgasm, aku membersihkan semua sisa-sisanya dengan tisiu basah. Dirinya duduk sambil berbenah, menutup kembali celananya dan memelukku. Hingga dirinya sadar bahwa dirinya wajib kembali ke standnya. Sore harinya kita hanya ingin cepat cepat kembali ke hotelku. Kita menolak semua undangan standparty yang ada. Dalam perjalanan pulang kita sempat membeli makanan untuk makan malam kami. Di hotel kita berendam bersama dengan air hangat, sambil bertukar cerita dan mimpi. Seusai itu kita makan malam, tidak lama kemudian kita pun telah berbaring di atas ranjang. Aku hanya meletakkan kepalaku di dadanya sambil memeluk erat tubuhnya. Tidak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari Andreas, dan aku pun ikut terlelap. Kurang lebih pukul 3 pagi aku terbangung sebab ada belaian di kepalaku. Andreas membelai rambut sambil memandangiku. Mengenal bahwa aku juga telah bangun dirinya mengawali untuk mencium bibirku, hebat tubuhku lebih rapat ke tubuhnya. Kita saling berpanggut dan menggigit, dirinya meremas buah dada dan vaginaku. Ciumannya berlanjut ke bawah, ke puntingku, ke perutku dan ke selangkanganku. Andreas menciumi paha tahap dalamku, kemudian klitorisku yang membikinku bergetar hebat. Aku menekan kakiku di punggungnya, hebat rambutnya dan mengerang. Sampai saatnya Andreas berdiri dan menggunakan kondom, kemudian membuka kedua kakiku. Dirinya memasukkan penisnya dengan pelan seakan takut melukaiku. Aku hanya dapat memejamkan mataku dan menantikan. Permainan kita telah membikin malam itu menjadi indah, segalanya terjadi dengan otomatis, kita memperoleh apa yang kita inginkan. Hanya tinggal sisa waktu untuk tidur dengan perasaan puas. Tak terasa hari ini merupakan hari terbaru pameran. Telah 5 hari aku melewatkan hariku bersama Andreas. Aku tidak percaya bahwa hari ini merupakan hari terbaru buat kami, sebab aku wajib check out siang hari ini dan Andreas pulang ke Taiwan keesokan harinya. Sepanjang perjalanan ke fairground kita hanya berdiam diri, hingga di tempat parkir. Andreas mengeluarkan kartu namanya dan berbagai nomor telepon pribadinya. Dirinya mengharap bahwa hubungan kita tetap berlanjut, dan dirinya juga mengundangku untuk mengunjunginya di Taiwan. Berat rasa hati mendengar semuanya itu. Kalau waktu dapat berhenti berputar, membiarkan aku bersama Andreas tetap bersama. Aku tidak percaya bahwa nyatanya aku tetap dapat untuk jatuh cinta, ya aku jatuh cinta terhadap Andreas. Aku tidak sempat mengungkapkan faktor itu kepadanya sebab aku tidak yakin bakal perasaanku saat itu. Saat ini aku sadar bahwa aku jatuh cinta. Andreas hebat kepalaku ke dadanya, sambil mengeringkan air mataku. Berbisik dirinya mengucapkan rasa cintanya kepadaku, bahwa dirinya mengharapkan aku pun begitu. Aku hanya dapat mengangguk pelan tanpa jawaban. Padahal hatiku menjeritkan kata cinta kepadanya, mungkin aku terlalu arogan untuk mengungkapkan, alias aku terlalu takut? Hari ini telah hampir 2 minggu sejak cebit beres. Andreas tetap rajin menelponku, dan aku pun rutin menantikan telepon darinya. Namun aku tidak mau menaruh tidak sedikit harapanku terhadap dia. Biarkan waktu yang membuktikan bahwa kita terbukti berjodoh.
Share: