388cash388cash

Cerita Sex: Sebut Saja Nama Saya Agus

Dari info-info yang saya terima dari teman-teman yang berpengalaman, saya tau banyak hal-hal yang berkaitan dengan sex. Penyewaan LD porno ( waktu itu belum jaman VCD hehehe ), majalah, stensilan, tempat perempuan yang bisa diajak gituan, tempat jual obat kuat, obat tidur, alat kontrasepsi ( kalo ini mah dimana-mana juga banyak ). Kalo soal gaya dan posisi-posisi sex itu sih belajarnya dari film. Saya sendiri masih perjaka saat itu dan sudah sangat ingin melepaskan keperjakaan saya ( hehehehehehe… ). Sayangnya setelah kuliah 1 semester, saya belum dapat pacar juga. Maklum kampus saya adalah kampus teknik ternama yang 90% isinya cowok jadi ya persaingannya ketat.

Saya sendiri bukan termasuk cowok yang beruntung alias gak kebagian cewek sekampus bahkan ya itu tadi tidak punya pacar. Padahal saya udah dapat banyak “ilmu” dari teman-teman saya terutama dari Damar, teman kosku yang sudah ambil tugas akhir. Dia kuliahnya beda jurusan tapi masih sekampus. Saya bahkan sudah diajari olehnya bagaimana cara bisa berhubungan seks dengan pacar kita tanpa memaksanya meski awalnya dia tidak mau. Ajaran itu tidak ajaib-ajaib amat karena modalnya cuma obat tidur atau obat perangsang tergantung situasinya. Trik yang berbahaya memang tapi kagak bisa juga dipraktekin juga ( karena kejombloanku itu ).

Namun akhirnya berkat trik itu, aku memang bisa melepaskan kerperjakaanku tapi rupanya trik itu menjadi senjata makan tuan. Berkat trik dari Damaritu aku berhasil menyetubuhi Dina, pacar Damarsendiri, dan sampai kini Damartidak mengetahuinya. Itupun bukan aku yang melakukan trik tersebut tapi Kamil, anak kost satu lagi teman kita berdua, dan aku cuma kecipratan “getah” enaknya saja.

Ceritanya Damaritu doyan gonta-ganti pacar dan sepertinya setiap pacarnya pasti pernah dia setubuhi. Di tahun terakhir kuliahnya dia punya pacar serius, namanya Dina. Dibilang serius karena kata Damardengan Dina inilah dia ingin menikah. Di mata Damar, Dina adalah cewek yang sempurna. Kalau dari segi fisik, Dina memang seksi, cantik, putih dan montok.

Payudaranya lumayan menantang dengan pinggul dan perut yang ramping. Rambut panjang dengan wajah yang menawan. Dina sering berkunjung ke kamar kost Damar. Entah datang sendiri atau datang bersama Damar.
Mungkin Damarmeenjemputnya terlebih dahulu karena Dina kuliah di universitas yang berbeda. Rasanya setiap kali Dina datang berkunjung, mereka selalu “main” dalam kamar Damar. Itu ditandai dari suara rintihan Dina yang sering terdengar ketika sedang disetubuhi oleh Damar. Meski setiap kamar kost di rumah itu cukup besar tapi tetap saja ada suara yang terdengar ketika mereka sedang bersetubuh. Malah terkadang ada suara jeritan dari Dina ketika dia mencapai puncak kenikmatannya. Biasanya setelah itu kegaduhan mereka berakhir dan itu artinya mereka telah selesai atau telah tertidur.

Tapi jika Damarhasratnya sedang menggebu-gebu maka dia akan menyetubuhi Dina terus menerus seperti kuda liar sepanjang siang atau sepanjang malam tergantung waktu kedatangan Dina. Ini ditandai dengan suara rintihan Dina yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus dari arah kamar Damar. Tidak jarang Dina sampai bermalam di kamar Damarmeski tidak pernah sampai berhari-hari. Demikianlah, Damarsi raja sesat, begitu kami menyebutnya dan kegiatan birahinya dengan Dina. Kami dua anak kost yang lain hanya bisa maklum dan mencemburui “keberuntungan” Damar. Oh ya di rumah itu hanya ada 3 kamar kost yang diisi oleh Damar, Kamil dan aku. Kamil juga sudah punya pacar tapi pacarnya itu sangat alim sehingga menolak melakukan hal-hal yang “aneh-aneh”.
Tapi Kamil juga sudah tidak perjaka. Dia melakukan seks pertama kali sejak SMA dan di tahun-tahun awal kuliah pun dia punya pacar di kota asalnya Jakarta dimana mereka selalu bercinta setiap kali bertemu. Hubungan mereka akhirnya kandas setelah pacarnya itu selingkuh dan punya cowok lain. Kamil juga berasal dari kampus yang sama dengan kami dan dia setahun belakangan masuk kuliahnya dari Damar. Jadi mereka berdua adalah seniorku meski dua-duanya beda jurusan dari aku. Baik Damar, Dina dan Kamil ketiganya berasal dari Jakarta.
Hari itu Damarmengerjakan tugasnya di kampus sampai malam sedang aku dan Kamil asik mengobrol saja di depan kamar masing-masing. Pukul 8 malam, Dina datang dan menyapa kami. Kamil mengatakan bahwa Damarmasih di kampus dan kemungkinan akan pulang tengah malam. Mendengar itu Dina mengatakan akan menunggu di kamar Damarsaja. Mungkin Damarbelum memberitahunya sehingga Dina datang “terlalu cepat”. Jaman itu komunikasi belum selancar sekarang karena belum jamannya HP maupun pager. Dina pun masuk ke dalam kamar Damardan menunggu pacarnya itu pulang.
Dina memang punya kunci cadangan Damarsehingga leluasa keluar-masuk kamarnya. Dan itu sering dilakukannya apalagi saat-saat itu ketika Damarsibuk mengerjakan proyek tugas akhirnya di kampus. Hal ini sebenarnya tidak dibolehkan oleh ibu kost kami tapi ibu kost kami tidak mengetahuinya. Ibu kost sebenarnya melarang kami membawa tamu perempuan tapi dia tidak pernah mengontrol kegiatan kami di kamar masing-masing. Ketiga kamar kost kami ada diatas dan memiliki pintu belakang yang tidak bisa dilihat dari arah rumah utama dimana keluarga ibu kost tinggal.
Sejam kemudian, pukul 9 malam, aku dan Kamil masuk kamar masing-masing dan melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Sekitar pukul 10 malam aku turun kebawah maksudnya ingin mengambil air panas untuk membuat susu. Ketika aku di dapur aku mendengar ibu dan bapak kost sedang ada tamu. Aku bisa mendengar percakapan mereka. Dari pembicaraan yang kudengar sepertinya tamu tersebut adalah bapak dan ibunya Damar. Wah gimana ini, pikirku. Mereka pasti akan naik ke kamar Damardan kalau sampai memergoki Dina didalamnya, bisa gawat urusannya. Aku tidak jadi mengambil air panas dan segera keatas dan berpikir untuk memberitahu Kamil. Biar dia yang memberitahu Dina karena dia lebih senior dari aku dan dia yang lebih mengenal Damarserta Dina.
Aku mengetuk kamar Kamil dan begitu dia membuka pintu aku segera memberitahu situasinya. Dia berpikir sebentar. Kemudian dia bukannya keluar untuk memberitahu Dina, malah masuk kembali ke kamarnya.
“Tunggu sebentar”, katanya.
“Wah, gimana sih, kok malah masuk lagi”, kataku.
“Sebentar Gus”, katanya lagi dari dalam kamarnya.
Rasanya agak lama juga aku menunggu sampai akhirnya dia keluar sambil nyengir.
“Ngapain bos?”, tanyaku.
“Ah enggak ga apa-apa”, jawabnya.
Kita ke kamar Damarlalu Kamil pun mengetuknya. Tidak langsung dibuka sehingga Kamil harus mengetuknya lagi. Sementara itu di ujung bawah tangga sudah terdengar suara percakapan. Dari suaranya, aku segera tahu bahwa itu adalah suara bapak-ibunya Damardan bapak kost kami. Gawat, ini benar-benar gawat. Aku dan Kamil saling berpandang-pandangan dengan panik.
“Gus, do something, lo kesana cegat mereka!”, kata Kamil.
“Trus ngapain?”, tanyaku kebingungan.
“Ngapain kek, ajak ngobrol kek, yang penting mereka jangan naik dulu. Udah kesono cepetan”, perintahnya.
Maka akupun berlari turun berpura-pura mau mengambil air panas dan dibawah diujung tangga aku bertemu mereka. Aku memang berhasil menahan mereka beberapa saat. Aku beritahu bahwa Damarmasih di kampus mengerjakan tugas sehingga bapak kost terpaksa balik ke depan untuk mengambil kunci cadangan. Sambil menunggu bapak kost, aku bercerita bahwa Damarsedang sibuk karena tugas akhir yang dikerjakannya. Setelah bapak kost kembali dengan kunci cadangan, aku tidak bisa menahan mereka lebih lama karena mereka memang ingin segera naik. Aku juga tidak ingin menimbulkan kecurigaan dengan menghalang-halangi mereka naik.
Di bawah segera setelah aku mengisi termos kecilku akupun naik kembali ke atas. Di atas aku lihat bapak kost baru saja membuka pintu kamar Damardan menyilahkan kedua orang tua Damaruntuk masuk.
“Hufff….sukurlah”, pikirku,
“situasinya sudah terselamatkan. Hampir saja”.
“Eh tapi kemana mba Dina ya?”. Tidak mungkin dia keluar lewat pintu belakang karena aku tidak mendengar suara pintu belakang dibuka.
Apalagi pintu belakang sudah digrendel. Setiap jam 9 malam, pintu belakang pasti di grendel sama orang rumah. Disamping itu dari arah ujung tangga bawah siapapun yang keluar masuk lewat pintu belakang pasti akan terlihat oleh orang tua Damardan bapak kost. Jadi kemana mba Dina ya?.
Pintu kamar Damartelah ditutup dan aku mendengar suara orangtua Damaryang entah mengomentari apa dalam kamar anak mereka. Aku juga tidak melihat Kamil. Apa mba Dina ngumpet di kamar Kamil? Yah pasti begitu, pikirku. Cuma itu kemungkinan yang paling baik dan paling masuk akal. Begitulah analisaku. Aku segera menemukan jawabannya karena Kamil keluar dari kamarnya menemuiku yang masih sibuk mengamati keadaan. Dia merangkulku dan membawaku agak menjauh. Dia berbicara padaku dengan suara pelan nyaris berbisik.
“Gus, lo jangan bilang Damarya kalo Dina kesini malam ini?”, katanya.
“Loh, kenapa?”, tanyaku heran.
“Pokoknya jangan deh”, katanya lagi tersenyum nakal.
“Iya tapi kenapa? Emangnya ada apa?”, tanyaku lagi masih tidak mengerti.
“Gini aja deh. Lo jangan bilang Damardan gue janji 1 atau 2 jam lagi lo akan dapat kejutan istimewa”.
“Kejutan apaan sih? Gak ngerti ah!”, kataku lagi.
Dalam hati rasanya aku mulai mengerti akan rencana “busuk” Kamil tapi aku masih belum yakin. Apakah dia akan…..? Ah tidak, tidak mungkin. Kamil dan Damarberteman baik, tidak mungkin Kamil sampai tega melakukannya. Tapi kalau soal urusan nafsu, siapa yang tahu. Ah sudahlah aku ikuti saja kemauan Kamil dan menunggu perkembangannya.
Kami berdua masuk kamar dan sebelum masuk kamar Kamil mengedipkan matanya padaku. Aku menunggu dengan berdebar-debar dalam kamar. Apakah mereka akan melakukannya? Apakah Dina mau mengkhianati Damar? Semudah itu? Dan bagaimana caranya? Lalu setelah mereka selesai maka benarkah setelah itu giliranku agar aku tutup mulut. Begitukah? Wah…kalau benar begitu maka inilah malam dimana aku kehilangan keperjakaanku. Bagaimana kalau sampai Damartahu? Pikiran-pikiran itu memenuhi otakku sambil menunggu dengan harap-harap horny. Hehehehe…
Tidak sampai 1 jam rasanya aku mendengar suara-suara “aneh” dari kamar Kamil. Suaranya seperti suara rintihan yang teredam. Aku mendengar terus dengan
seksama. Yak, aku yakin itu suara Dina dan sepertinya Kamil sudah berhasil menyetubuhinya. Aku mengenal dengan baik suara rintihan Dina jika sedang disetubuhi oleh Damar.
Tapi kali ini bukan Damaryang melakukannya tapi teman baiknya, Kamil. Dan aku terlibat dalam persekongkolan itu. Ada rasa bersalah terhadap Damartapi nafsuku lebih menguasaiku. Ini juga sebagai pelajaran bagi Damaryang suka memamerkan pacarnya sama kami. Lagian kan dia juga yang mengajarkan sama kita bagaimana cara mendapatkan cewek hingga menidurinya. Duh, aku tidak sabar menunggu giliranku. Sudah 15 menit sejak aku mendengar suara rintihan Dina dan sepertinya suara rintihan itu sudah hilang. Apakah mereka sudah selesai? Bagaimana kalau mereka tertidur? Wah…bisa-bisa aku gak “kebagian”.
Karena mendapat pikiran seperti itu, aku segera bangkit dan keluar kamarku. Aku mengetuk kamar Kamil dengan pelan. Tak lama aku dengar suara Kamil dari dalam kamarnya.
“Siapa?”, tanyanya pelan.
“Gue, Agus”, jawabku juga dengan pelan.
Dia membuka pintunya sedikit dan aku lihat wajahnya yang meski agak memerah tapi tersenyum sumringah.
“Udah gak sabaran lu ye?”, katanya sambil membuka pintu lebar menyilahkan aku masuk.
Ternyata Kamil bertelanjang bulat dan tidak mengenakan apapun di tubuhnya. Badannya penuh keringat dan kontolnya masih basah yang meski sudah agak melemas tapi masih terlihat tegang. Namun yang paling menarik perhatianku adalah pemandangan yang tersaji di atas ranjang Kamil. Seorang mahluk cantik yang sangat seksi bertelanjang bulat dengan tubuh putihnya nan indah penuh dengan keringat yang memantulkan cahaya kamar sehingga memperlihatkan erotisme yang luar biasa. Tubuh indah itu pasti mengundang birahi setiap lelaki normal yang memandangnya.
Dina tersenyum agak malu melihatku. Dia merubah posisinya yang tadinya telentang lalu kemudian melipat kakinya menutup memeknya. Dia juga berusaha menutup payudaranya dengan tangannya. Aku masih terdiam dan melongo. Beberapa kali aku menelan ludah menyaksikan keindahan tubuhnya. Tingkahku itu mungkin membuat Dina menjadi grogi.
“Hey…kenapa bengong? Baru pertama lihat cewek telanjang ya?”, katanya lagi sambil cekikikan.
Kamil kemudian mendorongku,
“Udah situ…ambil jatah lo, itu adik lo udah bangun tuh”. Kamil dan Dina tertawa menyaksikan tonjolan dalam celana pendekku.
Kontolku memang sudah berdiri sejak tadi dan membuat celana pendekku terlihat menonjol. Aku memang tidak mengenakan celana dalam dan hanya mengenakan celana pendek beserta kaos oblong. Kamil kemudian duduk di kursi dalam kamarnya. Akupun duduk di ranjang Kamil tidak tahu harus bagaimana. Dina kemudian bangkit dari tempat tidur.
“Sebentar ya, aku ke kamar mandi dulu. Sperma Kamil banyak banget nih”, katanya.
Sewaktu Dina bangkit dan berjalan ke kamar mandi memang dari dalam memek Dina mengalir turun ke pahanya yang putih mulus itu cairan putih kental. Memek Dina terlihat agak melebar dengan warna kemerahan. Kamil hanya tertawa kecil saja melihat hasil perbuatannya. Sewaktu Dina di kamar mandi, Kamil memberi tanda acungan jempol padaku. Entah apa maksudnya.
“Buka dong baju lo semua”, kata Kamil kemudian.
Akupun menelanjangi diriku. Aku tidak perduli lagi disitu ada Kamil. Begitu aku menarik turun celanaku, kontolku melenting keatas. Hal itu dilihat oleh Dina yang sedang melap memeknya. Dia tertawa,
“Duh…udah langsung gede gitu ya?”, katanya. Dengan tubuh indahnya yang telanjang, Dina mendekat kearahku.
Saking tingginya hasratku, lututku sampai gemetar dan aku seperti menggigil kedinginan.
Dina kemudian mengambil lotion ditasnya dan membalurkannya ke kontolku yang sudah sangat keras. Rasanya nikmat kontolku di gosok dengan tangan lentik Dina yang cantik itu.
“Mil…gemukan ini dari punya lo”, ujarnya sambil menatap Kamil. Kamil hanya tersenyum.
“Gitu ya?”, jawab Kamil.
“Kamu baring deh,” kata Dina kemudian.
Akupun baring di ranjang dan Dina kemudian mengambil posisi untuk memasukkan memeknya ke dalam kontolku. Detik detik kehilangan keperjakaanku aku saksikan dengan seksama dan dalam kenikmatan yang senikmat-nikmatnya. Hehehehe….
Pelan-pelan dia menurunkan pantatnya yang montok itu dan memeknya pelan-pelan menelan kontolku yang sudah berdiri dengan kerasnya. Aku melihat bagaimana bibir memek Dina membuka dan seolah menghisap kontolku masuk ke dalamnya. Expressi Dina juga mengagumkan. Dia menggigit bibir bawahnya dan terlihat mengeden seperti orang sedang buang air besar. Tubuhnya sampai gemetar ketika melewati bagian tergemuk dari kontolku.
“Ehhhhgggg….duh gemuk amat sih nih burung”, katanya sambil mendesah. Setelah memeknya menelan habis kontolku, dia berhenti sejenak mengambil nafas.
“Kamu udah gak perjaka sekarang”, katanya menggodaku.
“Iya mba, makasih ya”, jawabku sambil mencium bibirnya.
Dia pun mulai menggoyang pantatnya naik turun. Uuuuuggghhhh….nikmat benarrr.. Jadi ini yang disebut kenikmatan seks. Jauh lebih enak dari masturbasi. Pantesan banyak orang yang ketagihan. Apalagi Dina sangat piawai menggoyang pantatnya. Kadang di maju mundurin. Kadang diputer kaya nguleg sambel.
Tentu saja tanpa melupakan gerakan naik turunnya yang erotis itu. Payudaranya ikut berayun mengikuti irama goyangannya. Secara insting, aku pun mencoba menghisap dan merangsangnya di payudaranya. Ternyata Dina sangat suka. Goyangannya kini ditambah dengan erangannya yang sangat merangsang itu. Rintihan Dina yang selama ini aku dengar sayup-sayup saja, kini aku dengar dengan sangat jelas di telingaku.
“Gimana rasanya?”,tanya Dina disela-sela goyangannya.
“Enak mba…enak banget”, jawabku.
“Kalau mau keluar bilang ya sayang”, katanya tersenyum. Uh cantik benar dia. Cantiknya beda dari biasanya. Cantik erotis. Aku sudah tidak perduli lagi dia pacar temanku. Aku juga tidak perduli ada Kamil disitu. Aku melirik sesaat ke arah Kamil. Aku lihat dia menggosok-gosok kontolnya yang sudah membesar lagi.
Mungkin karena belum pengalaman atau karena goyangan Dina yang maut, aku sudah sangat kesulitan menahan muntahan spermaku. Baru 5 menit aku digoyang, aku sudah tidak kuat lagi.
“Mba….aku….mau…ke…lu…arr…”. Dina segera menghentikan goyangannya dan mencabut memeknya dari kontolku.
Aku agak kecewa juga karena rasa nikmatnya terputus tapi ternyata Dina ingin menelan spermaku. Dia mengocok kontolku dan menadahkan mulutnya dihadapan kontolku. Karena sudah tidak tahan, akupun memuncratkan spermaku. Banyak sekali yang keluar. Dina langsung mewadahi muntahan spermaku itu dengan mulutnya. Dia kemudian menelan sperma sebanyak itu yang ada dimulutnya. Saking banyaknya sampai ada beberapa yang mengalir keluar dari mulutnya.
“Sperma perjaka biar awet muda”, katanya sambil tersenyum.
Aku terbaring lemas setelah gelombang kenikmatan akibat muncratnya spermaku tuntas. Dina masih dalam posisi setengah menungging di hadapanku sambil memegangi kontolku yang mulai melemas ketika Kamil bangkit dari kursinya dan mendekati kami. Dia berkata,
“Dina, kamu masih belum tuntas kan?”, tanyanya sambil memegangi kontolnya yang ternyata sudah menegang kembali.
“Huuu..kamu tuh ya”, hanya itu komentar Dina sambil tersenyum melihat ****** Kamil yang menghadap kearahnya. Kamil pun mengambil posisi di belakang Dina dan Dina yang sudah tahu apa yang akan terjadi tetap mempertahankan posisi setengah menunggingnya.
Kamil kemudian mengangkat pantat Dina agak tinggi dan menariknya kebelakang dengan agak kasar.
“Hey…pelan-pelan dong” ujar Dina setengah protes sambil tertawa.
Namun tawa Dina segera berhenti dan berubah menjadi
“Owwww….”, ketika Kamil menjebloskan kontolnya ke dalam lubang kenikmatan miliknya.
Kamil pun segera memompa tubuh indah Dina dan merekapun mulai mengayuh kembali kenikmatan ragawi bersama. Aku yang berada di hadapan mereka melihat dengan jelas bagaimana ekspresi keduanya. Dina dengan mulut terbuka, alis agak berkerut dan tubuh yang terayun-ayun mengikuti pompaan Kamil. Mulutnya mengeluarkan rintihan nikmat,
“ah…ah…ah….”. Melihat pemandangan seperti itu, akupun jadi terangsang lagi dan kontolku yang tadinya sudah lemas pelan-pelan mulai menegang kembali.
Akupun bangkit dan mengangsurkan kontolku ke mulut Dina yang segera disambar oleh si cantik itu. Kini kedua lubang atas bawahnya telah terisi. Dibawah memeknya digenjot oleh ****** Kamil dan diatas mulutnya disumpal oleh kontolku.
Kontolku dikulum dan disedot oleh mulut mungil Dina yang tidak henti-hentinya mendesah karena dientot oleh Kamil. Karena entotan Kamil itu, Dina jadi tidak konsentrasi dalam menghisap milikku. Terkadang dia menggantinya dengan kocokan tangan. Malah semakin lama ketika entotan Kamil semakin kencang, Dina hanya memegangi kontolku tanpa diapa-apakan. Karena posisi kontolku yang begitu dekat dengan wajahnya maka kontolku itu hanya menggesek-gesek pipinya saja. Karena nampaknya Dina kesulitan menangani dua ****** sekaligus maka akupun mengalah. Aku turun dari ranjang dan duduk di kursi yang tadi diduduki oleh Kamil. Akupun menyaksikan persetubuhan mereka yang semakin membara.
Entah berapa lama, mungkin sekitar 10 menitan, mereka sepertinya akan mencapai puncak kenikmatan bersama. Genjotan Kamil semakin cepat sementara rintihan Dina juga semakin sering dan keras terdengar. Sampai akhirnya Kamil dengan suara agak tersengal berkata,
”Din…gue…udah….mo…nyampe…”. Mendengar itu Dina memutar-mutar pantatnya cepat sekali mengejar kenikmatan yang ingin diperolehnya bersama.
Sampai akhirnya dalam suatu hentakan yang keras Kamil membenamkan kontolnya sedalam-dalamnya didalam memek Dina.
“Aaahh….”, teriak mereka hampir berbarengan.
Tubuh Dina bergetar hebat dan wajahnya menengadah dengan mata terpejam dan alis berkerut. Mulutnya terbuka lebar sambil memekik “Aahh…Aaaahh…” berkali-kali. Pantatnya didorong-dorongkan kebelakang seolah ingin menelan habis seluruh ****** Kamil yang masih tersisa. Mereka mendapakan puncak kenikmatan berbarengan dan hal itu berlangsung hampir selama 15 detik. Setelah itu mereka pun ambruk bertindihan. Kamil mencabut kontolnya lalu kemudian berbaring telentang disamping Dina yang masih tengkurap. Mereka berdua nampak tersengal-sengal dan berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Dina kemudian memutar badannya baring menelentang.
Mereka berdua nampak kelelahan karena tak lama kemudian mereka tertidur. Aku yang masih merasa nanggung lalu bangkit mendekati ranjang dengan maksud untuk menuntaskan hasratku dalam memek Dina. Aku tidak perduli dengan Dina yang masih kelelahan. Aku naik keatas ranjang dan menempatkan kontolku dihadapan memek Dina yang masih tertidur. Dari dalam memek itu mengalir cairan putih yang meski tidak sebanyak tadi tapi masih cukup jelas terlihat. Aku tidak tahu apakah Dina memang telah tidur atau berpura-pura saja karena ketika aku melap memeknya dengan baju Kamil yang ada diatas lantai, dia tidak bereaksi.
Setelah aku yakin memek Dina sudah cukup kering, pelan-pelan akupun menusukkan kontolku ke dalamnya. Ternyata dia tidak tidur karena meskipun matanya tertutup tapi dia menggigit bibirnya. Akupun mengecup bibir itu ketika kontolku telah terbenam seluruhnya. Dia membuka matanya sambil berpura-pura merajuk,
“Kamu tuh masukin barang tanpa minta izin”, katanya.
“Habis masih penasaran sih mbak”, ujarku sambil menciuminya dengan gemas.
Dia membalas ciumanku dan kita pun berciuman cukup lama sampai akhirnya dia melepaskannya dan berkata sambil tersenyum,
“Digoyang dong”.
Akupun mulai menaik-turunkan pantatku dengan irama yang lambat. Dina ini memang luar biasa, karena setelah bersetubuh berkali-kali pun, dia masih bisa mengimbangi gerakanku. Dia menjepitkan kakinya dipinggangku sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Awalnya aku mengayuh dengan pelan dan tenang namun seiring dengan bertambahnya rasa nikmat di kontolku akupun meningkatkan tempo kayuhan pantatku. Nikmat yang tak mampu dilukiskan dengan kata-kata dirasakan kontolku.
Nikmat itu menjalar ke seluruh tubuhku yang membuat aku semakin cepat mengayuh kenikmatan diatas tubuh Dina pacar teman kostku itu. Aku semakin cepat menggenjotnya dan Dina pun semakin erotis dalam menggoyang pantatnya. Goyangan yang membuat kontolku terasa dipilin dan diperas. Untungnya aku masih bisa menahan deraan kenikmatan yang ditimbulkan oleh jepitan memek Dina sehingga tidak sampai muncrat terlebih dahulu seperti tadi. Kali ini aku bertekad untuk mengeluarkan spermaku dalam memek Dina agar proses kehilangan keperjakaanku menjadi lengkap.
Demikianlah, pacuan kenikmatan yang ditimbulkan oleh maju-mundurnya kontolku dan goyang “dangdut” pantat Dina berlangsung cukup lama. Kami tidak perduli lagi dengan Kamil yang telah tertidur disamping kami dan orangtua Damardi kamar sebelah. Dina mulai lagi mengeluarkan rintihan-rintihan birahinya. Sampai akhirnya dia memegangi kedua bongkah pantatku dan mengatur gerakan pantatku agar kontolku menggosok daerah tertentu dalam memeknya. Daerah yang agak kasar dan menonjol dalam memeknya namun menimbulkan efek yang lebih nikmat bagi kepala kontolku.
Hal itu semakin menyulitkan aku dalam menahan desakan di ujung kontolku. Karena merasa akan segera keluar, aku mempercepat sodokanku dan ternyata hal itu mempercepat Dina untuk mencapai puncak kenikmatannya. Sodokan-sodokan cepat yang aku lakukan membuat rintihan Dina semakin keras pertanda semakin dekatnya dia dengan puncak kenikmatannya. Akhirnya saat itu tiba.
Dengan satu teriakan keras,
”Aaaah….”, tubuhnya mengejang dan memelukku erat.
Dia mencengkeram pantatku dan menempelkan dengan ketat tubuhnya ke tubuhku. Kakinya menjepit pinggangku dengan kuat. Aku merasakan memeknya berkedut dengan kuat dan membanjiri kontolku. Kedutan memek Dina itu membuat kontolku serasa diremas-remas dan benar-benar membuatku tak mampu menahan muntahan di kontolku. Akhirnya kontolku memuncratkan isinya bersamaan dengan remasan memek Dina terhadap kontolku. Kontolku yang sedang menumpahkan isinya itu ditambah dengan kedutan kuat memek Dina yang menjepitnya menjadi nikmat ganda yang baru pertama kali aku alami dalam hidupku.
Nikmatnya bukan alang kepalang. Rasanya aku dilempar ke sebuah tempat yang dalam tak bertepi. Pandangan mataku gelap dan tiap kali deraan kenikmatan itu datang rasanya aku seperti melihat titik cahaya dalam kegelapan itu. Benar-benar sebuah kenikmatan yang luar biasa. Rangkaian kenikmatan demi kenikmatan yang melanda diriku yang diakhiri dengan muncratnya spermaku di dalam memek Dina menyempurnakan hilangnya keperjakaanku malam itu.
Akhirnya aku ambruk dalam pelukan Dina. Aku mencium bibirnya dengan mesra dan sayang.
“Makasih mba”, ungkapku jujur padanya.
Dia hanya tersenyum dan balas menciumku. Sebenarnya aku juga harus berterimakasih pada Kamil yang telah mengatur semua ini. Tapi dia telah tertidur disamping kami dan sudah tidak perduli lagi pada aktivitas kita. Aku mencabut kontolku dan menggelosoh turun dari tubuh Dina. Spermaku tumpah keluar dari dalam memeknya dan lumayan banyak mengalir melalui rekahan pantatnya. Aku berbaring disampingnya dengan tubuh lunglai. Jam telah menunjukkan pukul 12.30. Itu artinya sudah sejam lebih aku dikamar Kamil. Kami sama-sama terdiam dan Dina tak lama kemudian tertidur. Aku sendiri masih berbaring dalam keheningan mengingat-ngingat kembali malam yang luar biasa ini.
Meski ukuran ranjang Kamil cukup besar tapi tak urung terasa sempit juga. Apalagi ventilasi di kamar Kamil tidak sebaik di kamarku karena terletak ditengah antara kamarku dan kamar Damarsehingga jumlah jendela lebih sedikit dari kamarku. Untungnya udara malam Bandung membuat kami tidak terlalu kegerahan. Maklum hanya ada kipas angin yang menemani kami. Aku yang tidak bisa tidur akhirnya memutuskan untuk balik ke kamarku. Sewaktu bangkit untuk mengenakan baju aku terangsang melihat Dina yang tertidur dalam ketelanjangannya. Aku berpikir untuk mengajak Dina ke kamarku. Siapa tahu saja aku bisa menyetubuhinya lagi. Aku tidak jadi mengenakan bajuku dan dengan tetap bertelanjang aku bangunkan Dina.
“Mba….mba…mba”, kataku berusaha membangunkannya sambil menjawil-jawil pipinya. Dia akhirnya terbangun.
“Dikamarku aja yu mba. “, kataku ketika dia terjaga. Dia menggeliat sehingga membusungkan dadanya yang membuat nafsuku bangkit kembali. Pelan-pelan penisku membesar kembali.
“Emang kenapa Gus? “, tanya Dina malas.
“Disini panas dibandingkan kamarku. Lagian mas Damarsering ke kamar ini. Dia kan akrab sama mas Kamil. Kalau ntar atau besok, mas Damarpulang terus ngetuk kamar ini, gimana?”, ujarku memberiku alasan.
Alasan yang tidak dibuat-buat dan memang masuk akal kok.
“Gitu ya, Gus?” ujar Dina setengah khawatir. Dia bangkit.
“Ya udah deh ke kamar kamu aja. Tapi aku jangan diapa-apain lagi ya”, pintanya.
“Iya yuk…”, jawabku sekenanya.
Dalam hati aku tidak menjamin akan memenuhi permintaannya. Untungnya dia tidak melihat penisku yang sudah tegak karena aku menutupinya dengan kaos oblong dan celana pendekku yang kupegang dengan tangan. Sepatu hak tinggi miliknya yang terletak di dekat pintu pun diangkatnya.
Dia mengambil tasnya dan memungut bra, kaos oblong, dan celana dalam miliknya yang tergeletak dilantai. Dia ingin mengenakannya.
“Duh…mba, gak usah. Disebelah aja biar cepet.”, kataku melarang.
“Kamu tuh kaya Kamil aja. Satu perguruan sih ya?”, jawabnya sambil tersenyum. Aku agak bingung juga dengan kata-katanya.
“Ya udah deh yuk. Gak ada orang kan diluar?”, lanjutnya.
“Gak ada.”, jawabku sambil mengintip keluar.
“Udah kan? Itu aja? Jeansnya mana?”, tanyaku heran melihatnya memegangi semua baju dan tasnya tapi tanpa jeansnya.
Seingatku tadi dia datang ke rumah ini mengenakan jeans. Lucu sekaligus merangsang deh melihat Dina dalam keadaan seperti itu. Dia menggantung tasnya di bahu tapi bertelanjang dan hanya memegangi baju-bajunya.
“Gak sempat dikeluarin dari kamar Damar. Keburu ortu Damardatang. Tapi sama Kamil sudah diumpetin dalam dos pembungkus tape recordernya punya Damaryang ada dibawah tempat tidurnya. Duh…harus segera diselamatkan tuh kalau enggak bisa kacau nanti.”, jawabnya.
“Oh iya…besok begitu Damarpergi kita langsung keluarin tuh. Lagian tanpa itu gak bisa pulang kan?”, jawabku. Aku mulai bisa menebak bagaimana awalnya tadi hingga akhirnya Dina bisa kami setubuhi malam itu.
Aku pun membuka pintu dan setengah berlari ke kamarku disebelah yang tidak terlalu jauh. Dina segera mengikutiku juga dengan setengah berlari. Sampai di kamarku, dia melihat sekeliling dalam kamarku sambil terlihat hendak mengenakan bajunya. Namun segera kucegah. Aku menarik tubuhnya kearahku dan mendekapnya.
“Gus…kamu mau ap…”, dia tidak bisa menyelesaikan kata-katanya karena aku mencium bibirnya erat.
Awalnya dia diam saja namun akhirnya membalas mesra ciumanku. Aku menarik lepas baju-baju, tas dan sepatu yang dipegangnya. Kami pun berciuman bertelanjang bulat sambil berpelukan erat. Dina pasti tahu bahwa aku menginginkannya lagi dari kontolku yang sudah tegak dan menunjuk perutnya.
Aku kemudian mematikan lampu kamar agar kalaupun ada yang mengintip tidak akan bisa melihat kegiatan kami. Itupun dengan tirai jendela yang masih tertutup sehingga tak akan mungkin orang luar untuk melihat keadaan di dalam. Kami hanya mengandalkan lampu luar lewat jendela atas untuk penglihatan. Selesai berciuman, aku berjongkok menjilati memeknya sambil tanganku meremas-remas payudaranya. Dina nampak sangat menikmatinya. Dia berpegangan ke dinding kamar untuk menyangga tubuhnya yang sedang kenikmatan. Akhirnya setelah sama-sama terangsang kami pun mulai mengambil posisi untuk bercinta kembali. Dina aku minta menungging di kursi kamarku dan wajahnya ke arah tirai jendela.
Singkat kata, kami pun bercinta dalam posisi doggy style. Tangan Dina berpegangan pada sandaran kursi ataupun pegangan tangan kursi. Sementara pantatnya bergerak maju-mundur berlawanan arah dengan gerakan maju-mundur kontolku dalam memeknya. Kadang diputar-putarnya membuat kontolku terasa diremas-remas namun nikmatnya benar-benar menggetarkan. Dina pun sangat menikmatinya terdengar dari suaranya yang terus saja merintih-rintih nikmat.
Selagi kami bercinta dalam posisi itu, tiba-tiba kami mendengar gerbang belakang rumah di buka. Tidak lama gerbang itu ditutup kembali dan terdengar langkah orang menaiki tangga. Tidak salah lagi Damarsudah pulang dan demi mendengar pacarnya pulang Dina menghentikan gerakannya. Tubuhnya terasa tegang dan dia diam dalam gelap. Aku yang sedang berada dalam kenikmatan tidak memperdulikannya dan terus saja memompa memek pacar Damartersebut.
“Gus…berhenti dulu dong, nanti kedengaran Damar”, katanya berbisik.
“Enggak mungkin mba…asal kita gak bersuara, gak akan kedengaran”, jawabku berbisik pula tanpa menghentikan gerakan maju-mundurku.
Aku mendengar suara Damarduduk di kursi tempat aku dan Kamil mengobrol tadi. Dia pasti mau melepas sepatunya sebelum masuk ke kamar. Itu kebiasaan kami semua yang kost disini. Tiba-tiba timbul pikiran iseng dan nekatku. Tirai yang menutup jendelaku aku tarik kesamping sehingga kami bisa melihat apa yang dilakukan Damar.
“Agus…ngapain kamu?”, Dina terpekik tertahan.
“Biar kelihatan mas Damarlagi ngapain mba, jadi kita bisa jaga-jaga kalau dia mendekat ke kamar ini, ” jawabku sekenanya untuk menenangkannya.
Untuk sementara aku menghentikan pompaan kontolku.
“Iya tapi …” ,Dina berusaha untuk protes namun segera aku bungkam dengan mulutku. Kami pun berciuman mesra kembali.
“Kamu tuh ya, nekat dan nakal,” ujar Dina setelah aku melepaskan ciumanku. Dari cahaya yang berasal dari luar jendela, aku melihat senyum manis Dina diwajahnya yang cantik ketika dia mengatakan itu.
Tiba-tiba aku menghentakkan kembali kontolku ke dalam memeknya.
“Owww…uhhhh…kamu tuh….ah….”, reaksi Dina ketika aku melakukan itu. Dia tidak beDina merintih keras karena di depan kamar pacarnya masih sedang duduk dikursi.
“Jangan dulu dong Gus, nanti …”, kata Dina sambil berusaha memegang pinggangku.
Tapi aku tidak perduli. Aku pun terus saja memompanya. Dina sudah tidak berdaya dalam situasi seperti itu. Malah akhirnya dia membalas goyanganku dan menikmatinya kembali meski pacarnya masih ada di dekat situ. Kami bercinta sambil mengamati kegiatan Damaryang sedang membuka sepatu dan jaketnya. Dalam jarak kurang dari 3 meter, Damartidak menyadari bahwa Dina pacarnya sedang asyik memadu kenikmatan ragawi sambil menikmati ****** lelaki lain yang masih merupakan sahabatnya.
Entah apa yang ada dalam pikiran Damarkarena setelah selesai membuka sepatunya pun dia masih duduk-duduk di kursi itu. Dia seperti sedang memandang ke arah kami. Tapi sebenarnya tidak demikian karena kursi yang didudukinya memang mengarah ke kamarku.
“Dia kaya ngeliatin kita ya mba…”, kataku di sela-sela persetubuhan kami.
“I…yaa…”, jawab Dina cuek diantara desahannya.
“Kalau dia ternyata emang ngeliatin gimana?”, godaku.
“Udah…ah… rewel… ngentot ya ngentot aja..”, jawab Dina berpura-pura kesal.
Sementara kami berdua sudah semakin mendekati puncak kenikmatan kami. Gerakan maju-mundur pantatku semakin cepat sementara putaran pantat Dina juga semakin intensif.
“Mba…aku… udah… ham….pirr…”
“Bareng Gus…bareng…aku…juga…hampir…”
Kami berpacu lebih hebat lagi membuat kursi kamar agak berderik. Kami tidak perduli dengan bunyi itu dan dengan Damaryang masih duduk di depan kamarku. Dan akhirnya setelah tidak mampu menahan kenikmatan yang terus mengumpul di ujung kontolku, dengan satu hentakan keras, aku menumpahkan berliter-liter lahar panas di dalam liang kenikmatan Dina. Aku menekan erat pantatku dan menanamkan kontolku sedalam-dalamnya di tubuh Dina. Pada saat bersamaan, Dina menarik wajahku dan menciumku erat sekali.
“Mmmmmmmmm……..”, dia memekik tertahan karena mulutnya tersumpal mulutku.
Dia juga sudah sangat dekat dengan orgasmenya. Badannya bergetar menandakan gelombang orgasmenya mulai datang. Dia melepaskan ciumannya sambil berteriak pelan
“Aaaahh” dan menghentakkan pantatnya ke belakang membuat memeknya menelan lebih jauh kontolku. Dia orgasme lagi. Kami mencapai puncak secara hampir bersamaan. Badai kenikmatan yang luar biasa kembali kami arungi.
Kalau tidak karena ada pacarnya di luar kamarku tentu Dina sudah kembali memekik bebas karena orgasmenya tersebut. Namun dia hanya menahan suaranya dan kemudian menggigit bantalan sandaran kursiku yang empuk. Badan kami berdua bergetar oleh nikmatnya puncak persetubuhan kami. Kontolku yang terus menerus berkedut sambil memuntahkan isinya sedang dijepit oleh memek Dina yang menghisap kuat kontolku. Untuk yang kesekian kalinya aku merasakan kenikmatan seks yang luar biasa malam itu. Jiwaku serasa dibawa terbang melayang karena kenikmatan yang kualami itu.
Dan ketika akhirnya kenikmatan itu berakhir aku seolah dihempas kembali ke bumi dalam keadaan letih namun sangat damai. Aku tidak menyadari kapan Damarmasuk kamarnya tapi dia sudah tidak ada di depan kamarku. Sementara itu Dina sudah tertunduk lemas di sandaran kursiku dan tidak bersuara apapun lagi. Dia juga pasti telah sangat lelah setelah berkali-kali orgasme malam ini dengan 2 orang pria.
ku mencabut kontolku dan cairan spermaku tumpah keluar dari dalam memeknya. Cukup banyak hingga mengalir di pahanya. Aku ambruk diatas karpet sementara Dina masih dalam posisi menunggingnya dengan kepala yang bersandar diatas sandaran kursiku. Tak lama diapun bangkit dan pindah ke ranjangku. Dia berbaring di ranjangku tanpa berkata apa-apa lagi. Aku yang masih terbaring lemas diatas karpet juga hanya terdiam. Mungkin karena saking letihnya tidak begitu lama aku mendengar dengkuran lembut cewek itu. Aku pun menyusul pindah ke atas ranjangku bergabung dengannya. Sebelum tidur aku mencium lembut bibirnya dan berbisik pelan
“Makasih ya mba. Malam ini luar biasa banget”. Sepertinya dia masih mendengarku karena dia berkata “mmm” sebagai respon kata-kataku. Akupun berbaring disampingnya dan tak menunggu lama akupun ikut tertidur.
Paginya aku terbangun sekitar pukul 8. Begitu aku membuka mata, aku melihat wajah cantiknya yang sangat alami yang masih tertidur disampingku. Dengan rambut awut-awutannya malah semakin menambah kecantikan alaminya. Posisiku sendiri sedang memeluknya. Aku merasakan kontolku yang sudah terbangun kembali menempel ditubuhnya entah di bagian mana dari tubuh Dina tapi mungkin dipahanya. Aku benar-benar beruntung bisa mendapatkan cewek secantik dan seseksi ini. Apalagi dengan permainan seksnya yang luar biasa benar-benar cewek yang ideal sebagai pelepas keperjakaanku. Hehehehehe…
Aku tidak ingat kapan menutup tubuh kami tapi yang jelas tubuh kami berdua tertutup selimut. Mungkin mba Dina yang melakukannya karena biasanya suhu akan sangat dingin menjelang subuh. Aku membuka selimutku dan bangkit menuju kamar mandi. Sempat tersingkap tubuh indahnya yang membuat aku bernafsu untuk mengentotnya lagi, apalagi kontolku memang sedang mengacung tegak. Tapi melihat keadaannya yang tertidur pulas dan damai, aku jadi tidak tega. Aku pun meneruskan melangkah ke kamar mandi lalu bersih-bersih disitu.
Cukup lama aku di kamar mandi dan setelah selesai akupun balik ke tempat tidur lagi untuk bermalas-malasan. Siapa tau bisa mengentot Dina lagi, pikirku. Ternyata dia telah bangun tapi masih berbaring dibawah selimutnya. Dia seperti sedang bengong memikirkan sesuatu tapi dia tersenyum melihat kontolku yang sudah berdiri lagi.
“Pagi mba…”, kataku sambil mencium bibir mungilnya.
“Mba sekali lagi makasih ya buat malamnya yang luar biasa”, kataku kembali.
“Iya…..”, jawabnya tersenyum, “tapi ini kenapa nih?”, tanyanya kemudian sambil menunjuk kontolku.
“Ooh…ini? Biasa deh kalo pagi dia suka duluan bangun. Apalagi kan dia tau dia belum dapat jatah pagi”, jawabku sambil menggoda Dina.
“Huuuu….. maunya!”, jawab Dina sambil memonyongkan bibirnya.
Melihat itu aku segera menyergap bibirnya dan bergerak menindihnya. Aku bermaksud untuk menyetubuhinya lagi tapi segera ditahan oleh Dina.
“Gus..Gus…ntar dulu Gus, ambilin jeansku dulu dong di tempat Damar.”, katanya.
“Aku musti segera pulang takutnya dia ke tempat kostku nanti.”, lanjutnya kemudian.
Akupun mengurungkan niatku dan ikut memikirkan kata-kata Dina.
“Dia masih dikamarnya nggak ya?”, kataku setengah bertanya.
“Nah itu dia aku gak tau. Aku enggak denger suara apa-apa diluar juga disebelah di kamarnya Kamil.”, jawab Dina kebingungan.
“Oke gini deh aku keluar dulu liat situasi. Kalau ada kesempatan aku masuk ke kamar Damarterus ambil jeans mba. Mba punya kuncinya kan?”
“Ada ditasku. Untung semalam sempat aku bawa keluar, kalau enggak wah kacau..”.
Akupun bangkit dan mencari tasnya. Setelah aku temukan, aku mencari kunci itu dan segera aku menemukan kunci kamar Damardidalamnya.
“Oke mba aku keluar deh liat situasi tapi….”, aku sengaja menghentikan kata-kataku.
“Tapi apa?”, kata Dina penasaran.
Aku tidak menjawab tapi hanya tersenyum menggodanya. Sepertinya dia sudah menangkap maksudku terlihat dari tatapan matanya yang berpindah ke kontolku yang sedang mengacung tegak.
“Duuuhh… nanti aja dong”, katanya membujukku.
“Mba…gak enak kan mba kalau dilihat orang ada bagian yang menggelembung.”, kataku memberi alasan sekenanya.
“Ini dulu dong dikecilin..”, kataku kemudian sambil menunjuk kontolku.
“Ih… kamu tuh!! Dasar perjaka!! Sini….”, ujar Dina berpura-pura marah.
Aku pun mendekatinya. Dia pun bangkit duduk sehingga selimutnya terlepas dan memperlihatkan keindahan tubuhnya.
“Di oral aja ya. Aku masih cape dan memekku agak perih nih dijeblosin dua ****** semaleman…”, katanya lagi sambil memegang kontolku ketika aku sudah berada di hadapannya.
“Ya udah gapapa.”, jawabku meski sebenarnya aku lebih suka jika kontolku di masukkan ke dalam memeknya.
“Tapi nanti kalau udah ketemu jeans mba, aku mau ini ya?”, lanjutku sambil memegang memeknya.
“Iya gampang…”, katanya sambil mulai menghisap kontolku.
Diapun mulai mengoralku. Namun karena tidak senikmat memek maka aku sulit untuk ejakulasi. Dina yang sudah tidak sabaran akhirnya memintaku memasukkan saja kontolku ke memeknya. Sebelumnya aku diminta membasahi memeknya terlebih dahulu agar kontolku mudah masuknya. Akhirnya pagi itu akupun ejakulasi kembali di dalam memeknya.
Singkat kata aku berhasil “menyelamatkan” jeans Dina dr kamar Damardengan bantuan Kamil yang mengajaknya keluar. Dina pun bisa pulang ke kost-annya dan Damarsama sekali tidak mengetahui pengalaman hebat pacarnya itu. Sebelum pulang Dina masih sempat menghadiahi aku dengan sebuah persetubuhan yang indah di kamar mandi dalam kamarku. Orangtua Damarsendiri pulang keesokan malamnya setelah tanpa sengaja “membantu” kami mendapatkan Dina.
Sampai lulus kuliah dan menjelang menikah pun Dina masih sering “bermain” dengan aku dan Kamil. Kadang bertiga tapi lebih sering berduaan saja. Capek kata Dina kalau harus meladeni kami berdua sekaligus. Sewaktu belum lulus hampir semuanya dilakukan di kost-an kami. Biasanya pada saat dia main ke tempat Damar, kita memanfaatkan waktu tersebut untuk mencuri-curi kesempatan ngentot apalagi kalau Damarsedang tidak ada di kamarnya. Wah sudah kaya piala bergilir deh dia.
“Beli satu dapat tiga”, kalau kata Dina.
Di akhir semester itu sewaktu libur panjang, Damarmendapatkan kesempatan kerja praktek di Balongan sedang Kamil ikut acara kampus di luar negeri. Dina bolak-balik ke kost-an Damaruntuk mengerjakan TA-nya dan TA Damar. Aku yang mustinya pulang liburan membatalkan rencana tersebut dan memutuskan “menemani” Dina selama Damardan Kamil tidak ada. Jadilah aku dan Dina menikmati “bulan madu” selama dua minggu di kost-an. Kita entot-entotan tanpa henti selama 2 minggu tersebut kecuali Sabtu sore dan Minggu ketika Damardatang. Benar-benar pengalaman indah dan erotis yang tak terlupakan.
Beberapa kali Dina hamil, entah oleh Damar, Kamil, maupun aku, namun Damarselalu bisa menyelesaikan masalah itu dan dia tidak tahu kalau bibit itu tidak selalu dari dia. Menurut pengakuan Dina padaku, lelaki yang pernah berhubungan badan dengannya adalah pacarnya waktu tahun kedua yaitu kakak kelasnya ( lelaki yang mendapatkan keperawanannya ), kami bertiga, adik ibu kostnya, atasannya, pacar bulenya ( yang kemudian menikahinya ) dan pernah dengan salah satu dosen di kampusnya. Dosen itu tidak mau meluluskannya karena nilai ujiannya yang buruk namun akhirnya meluluskannya setelah merasakan nikmatnya memek Dina.
Dina sendiri akhirnya tidak jadi menikah dengan Damar dan menikah dengan seorang bule Australia. Kini dia tinggal disana dan terakhir kabarnya mereka akhirnya punya anak 1 setelah lama menikah. Damar sendiri menikah dengan seorang cewek Jakarta yang dikenalkan oleh tantenya. Sedang Kamil menikah dengan adik kelas Dina.
Share: