388cash388cash

Cerita Sex Diperkosa Karena Mempunyai Wajah Cantik

aPagi hari. Aku baru saja bangun tidur. Udara terasa segar seusai Jakarta diguyur hujan deras semalaman. Kukenakan kaos oblong tanpa lengan serta celana singkat ketat yg menampakkan lekuk-lekuk pantatku yg begitu menggiurkan. Aku berlangsung ke halaman depan.
“Aha… Koran baru telah datang”, kataku dalam hati menonton surat berita pagi terbitan hari ini tergeletak di dekat pintu psupaya.

Kuambil surat berita itu. Langsung aku duduk di kursi di teras sambil membacanya. Sebagai mahasiswa fakultas ekonomi aku sangat menyukai berita-berita mengenai perekonomian Indonesia tergolong krisis ekonomi berkepanjangan yg tengah melanda Indonesia. Kubolak-balik halaman-halaman surat berita. Mataku tertumbuk pada suatu  iklan satu kolom yg lumayan mencolok.

“Dicari, gadis berumur 17 hingga 25 tahun. Wajah serta penampilan luar biasa. Bertubuh ramping. Tinggi minimal 165 cm dengan berat yg sesuai. Bisa bergaya. Tertarik untuk menjadi gambar model. Peminat diinginkan datang sendiri ke **** (edited) Agency, Jl. Cempaka Putih **** (edited), Jakarta Pusat.”
“Aku bisa diterima apa nggak ya?” Aku bertanya dalam hati.

Terbukti sih, kupikir-pikir aku memenuhi syarat-syarat yg diminta. Usiaku baru menginjak 20 tahun. Tubuhku ramping setinggi 170 cm, sebanding dengan ukuran dadaku yg di atas rata-rata wanita seusiaku. Wajahku cantik. Kawan-kawanku bilang aku gabungan antara Desy Ratnasari serta Maudy Kusnadi. Tapi menurutku sih mereka terlalu memujiku berlebih-lebihan. Ah, coba-coba saja aku menikahi. Barangkali aku diterima jadi gambar model. Kan lumayan buat meningkatkan penghasilan. Aku masuk ke dalam rumah, ke kamarku.
“Pakai baju apa ya enaknya?” batinku. Ah ini saja.

Kukenakan blus biru muda serta celana panjang jeans belel yg lumayan ketat yg baru saja kemarin hari yg silam kubeli di Cihampelas, Bandung. Mobil Feroza yg kukendarai memasuki jalan yg disebut dalam iklan. Ah, mana ya nomor **** (edited)? Nah ini dia. Rumahnya sih lumayan mentereng. Di halamannya terpampang papan nama
“**** (edited) Agency Photo Studio & Modelling. Menerima anak buah baru.” Wah benar ini tempatnya.

Kuparkir mobilku di pinggir jalan. Di sana telah tidak sedikit bertengger mobil-mobil lain. Aku masuk ke dalam. Astaga! Di dalam telah tidak sedikit cewek-cewek cantik. Tentu mereka juga merupakan pelamar semacamku. Sejenak mereka memandangku ketika aku masuk. Mungkin mereka kagum menonton kecantikan wajahku serta kemolekan tubuhku.

Kucari tempat duduk yg kosong seusai sebelumnya mendaftarkan diriku di meja pendaftaran. Gila, hampir semua tempat duduk terisi. Nah, itu dirinya ada satu yg kosong di sebelah seorang cewek yg cantik sekali, keturunan Indo. Wajahnya mirip Cindy Crawford. Kelihatannya ia sebaya denganku. Tapi astaga, ia menggunakan baju yg berdada rendah atau “you can see,” serta rok jeans mini yg lumayan ketat, jadi menampakkan pangkal toketnya yg berkapasitas lumayan besar.

Ia nampak memandangku serta tersenyum. Menontonnya aku menjadi minder. Wah, sainganku ini top sekali. Apakah mungkin aku terpilih menjadi gambar model di sini? Satu persatu para pelamar dipanggil ke ruang pengetesan, hingga si Indo di sampingku tadi dipanggil juga. Semua pelamar yg telah dites keluar lewat pintu lain. Akhirnya namaku dipanggil juga.
“Feby K**** (edited) dipersilakan masuk ke dalam.” Aku pun masuk ke dalam serta disambut oleh seorang pria bertubuh agak gemuk.

“Kenalkan aku Hans, direktur sekaligus pemilik agensi ini. Siapa nama kalian tadi? Oh ya, Feby, nama yg keren, sekeren orangnya. Kini giliran kalian dites. Coba kalian berdiri di sana.” Aku pun menurut saja serta menuju tempat yg ditunjuk oleh Hans, di bawah lampu sorot yg lumayan terang serta di depan suatu  kamera gambar.
“Coba kalian lihat-lihat contoh-contoh gambar ini. Pilih lima gaya di antaranya. Aku bakal mengetes apakah kalian bisa bergaya. Jangan malu-malu, don’t be shy!” kata Hans sembari memberiku suatu  album gambar.
Aku menonton gambar-gambar di dalamnya. Ah ini sih semacam gaya gambar model di majalah-majalah! Mudah amat! Lalu aku memilih lima gaya yg menurutku keren. Seusai itu, jepret sana, jepret sini, lima gaya telah aku berpose serta dipotret. Tapi Hans belum mempersilakan aku keluar ruangan. Dirinya kelihatannya semacam berpikir sejenak.
“Nah, sekarang, Feb. Coba kalian buka kancing-kancing tahap atas blus kamu. Nggak usah malu. Biasa-biasa aja lah!” Kupikir tidak apa-apa lah hari ini.
Kubuka berbagai kancing atas blusku jadi terkesan BH yg kupakai. Mata Hans sekilas berubah saat menonton pangkal toketku yg montok. Lalu aku dipotret lagi dengan pose-pose yg sensual.
“Nah, begitu kan yahud. Kini coba buka baju kalian semuanya.” Wah! Ini sih mulai kelewatan!
“Ayolah, jangan malu-malu!” Sebetulnya dalam hati aku menolak. Bakal tetapi biarlah, sebab aku sejak kecil rutin mengidam-idamkan ingin menjadi gambar model.
Dengan perlahan-lahan kutanggalkan blus serta celana panjangku. Mata Hans tanpa berkedip memandangi tubuh mulusku yg hanya ditutupi oleh BH serta celana dalam. Aku sedikit menggigil kedinginan hanya berpakaian dalam di ruangan yg ber-AC ini. Tetapi Hans tdk mengindahkannya. Ia malah menyuruhku menanggalkan busana yg tetap tersisa di tubuhku. Ah, gila ini! Tapi cueklah, hanya berdua ini! Lalu dengan membelakangi Hans, kulepas BH-ku. Kusilangkan tanganku di dada menutupi toketku.
“Feb, masak kalian balik badan begitu. Bagaimana aku bisa mengetesmu.” Aku membalikkan tubuh menghadap Hans.
Hans menyuruhku menurunkan tangan yg menutupi toketku. Hans terpana menyaksikan toketku yg montok serta berisi dengan puting susunya yg tinggi menantang berwarna kecoklatan segar, tanpa tertutup oleh selembar benang pun. Aku menjadi risih pada pandangan matanya. Hans menyuruhku melepas celana dalamku. Ia terus melotot menonton tahap kemaluanku yg ditumbuhi oleh rambut-rambut halus yg tetap tipis. Sekilas kulihat kemaluan di balik celana panjangnya menegang.
“Nah, kini kalian diam di situ. Bakal kuukur tubuhmu, apakah memenuhi syarat”, kata Hans sambil mengambil meteran untuk menjahit.
Pertama kali dirinya mengukur ukuran vital dadaku. Ia melingkarkan meterannya melewati toketku. Dengan sengaja tangan Hans menyentil puting susuku sebelah kanan jadi membikinku meringis kesakitan. Tapi aku diam merengut saja.
“Kamu beruntung mempunyai toket yg indah semacam ini”, kata Hans sambil mencolek belahan toketku.
“Nah, telah berakhir sekarang.” Aku merasa lega.
Akhirnya berakhirlah pelecehan seksual yg terpaksa kuterima ini.
“Jadi saya telah boleh keluar?” tanyaku.
“Eit! Siapa bilang kalian telah boleh keluar?! Kelak dulu, manis!” Wah, kacau! Apa gerangan yg ia inginkan lagi?
“Niken!” Hans terbuktigil seseorang.
Seorang gadis cantik keluar dari ruangan lain, telanjang bulat. Ya ampun, nyatanya ia merupakan cewek Indo yg tadi duduk di sampingku di ruang tunggu. Toketnya yg montok bergantung indah di dadanya, sebanding dengan pinggulnya yg montok pula. Aku bertanya-tanya apa pengertian dari semua ini.
“Nah, kini coba kalian lihat, Feby. Niken ini merupakan satu-satunya pelamar yg sukses terpilih. Mengapa? Sebab ia tepat dengan profil gambar model yg saya inginkan untuk proyek kalender bugil yg bakal saya edarkan di luar negeri. Kalo kalian ingin sukses semacam Niken, kalian wajib berani semacam dia, Feb”, kata Hans sambil menunjuk ke arah gadis cantik yg bugil itu.
Astaga! Batinku. Aku wajib dipotret bugil. Bagaimana pandangan orang-orang terhadapku kelak jika gambar-gambar telanjangku hingga dilihat orang-orang tidak sedikit?! Tapi kan cuma diedarkan di luar negeri?!
“Baiklah, tapi hari ini aja ya”, aku menyggupinya.
Akhirnya aku dipotret dalam berbagai pose.
Pose yg pertama, aku disuruh berbaring tertelentang dengan pose memanjang di atas ranjang, dengan membuka pahaku lebar-lebar, jadi menampakkan kemaluanku dengan jelas.
Pose kedua, aku duduk mengangkang di tepi ranjang sementara Niken menjilati liang kemaluanku.
Pose ketiga, aku dalam keadaan berdiri, sedangkan Niken dengan lidahnya yg mahir mempermainkan puting susuku.
Pose keempat, aku tetap berdiri, sementara Niken berdiri di belakangku serta berbuat seolah-oleh kita berdua sedang bersenggama. Niken berperan sebagai seorang pria yg sedang menghujamkan batang penisnya ke dalam liang kewanitaanku, sedangkan tangannya meremas-remas kedua belah toketku yg indah. Serta aku diminta memejamkan mataku, seolah-olah aku sedang terbuai oleh kenikmatan yg tiada taranya.
Semua itu merupakan pose-pose yg membangkitkan nafsu birahi bagi kaum pria tetapi amat memuakkan bagi diriku. Tiba-tiba kurasakan kedua belah toketku diremas-remas dengan lebih keras, bahkan lebih kasar. Aku meronta-ronta kesakitan. Aku menoleh ke belakang. Astaga! Nyatanya yg di belakangku telah bukan Niken lagi, melainkan Hans yg kini tengah mempermainkan toketku dengan seenaknya! Entah Niken telah ke mana perginya.
“Jangan, Pak! Jangan!” Aku memberontak-berontak sebisa-bisanya. Tapi semua itu tdk ada hasilnya. Tangan Hans lebih kuat mendekapku kencang-kencang hingga aku hampir tdk bisa bernafas.
“Kamu terbukti sangatlah cantik, Feby”, kata Hans sambil mencium tengkukku sementara tangannya tetap terus merambah kedua bukit yg membusung di dadaku.
Tiba-tiba dengan kasar, Hans mendorongku, jadi aku jatuh tertelentang di sofa. Menonton tubuh mulusku yg telah tergeletak pasrah di depannya, nafas Hans memburu bagaikan dikejar setan. Matanya melotot semacam mau meloncat keluar menonton keindahan tubuh di depannya. Kututup toketku dengan tanganku, tapi Hans menepiskannya. Alangkah belahan toketku sangat lembut serta merangsang ketika mulut Hans mulai menjamahnya.
Toketku yg putih bersih itu terbukti menggiurkan. Mulut Hans dengan buas menjilat serta melumat tahap puncak toketku, lalu mengisap puting susuku bergantian, jadi aku menggelinjang kegelian. Nafasku ikut memburu kala tangan Hans mulai merayap ke selangkanganku, meraba-raba pahaku dari pangkal hingga lutut. Lalu betisku yg mulus itu. Aku hampir-hampir tidak bisa bernafas lagi ketika mulut Hans terus mengisap serta menyedot puting susuku. Aku meronta-ronta. Tapi Hans terus mendesak serta melumat puting susuku yg runcing kemerahan itu.
Seumur nasibku, belum sempat aku diperperbuat sedemikian lupa oleh lelaki manapun, serta saat ini aku wajib menyerahkan diriku pada Hans. Hans mencoba mendorong batang penisnya masuk ke dalam celah memekku yg sempit. Ia telah tidak kuat lagi membendung nafsunya yg memuncak ketika batang penisnya bergesekan dengan liang kewanitaanku yg merah terbuka. Batang penis Hans akhirnya menghujam seluruhnya ke dalam liang kenikmatanku.
Aku menjerit ketika liang kewanitaanku diterobos oleh batang penis Hans yg tegang serta panjang. Alangkah perih ketika “kepala meriam” itu terus masuk ke dalam liang kewanitaanku, yg belum sempat sekalipun merasakan jamahan laki-laki. Aku mencoba memberontak sekuat tenaga lagi. Tapi apa daya, Hans lebih kuat. Lagipula aku telah lemas, tenagaku telah hampir habis. Terpaksa aku hanya bisa menerima dengan pasrah digagahi oleh Hans. Serta akhirnya, aku merasa tidak kuat lagi.
Seusai itu aku tidak ingat apa-apa lagi. Aku tidak sadarkan diri. Saat aku siuman, aku menyadari diriku tetap tergeletak telanjang bulat di sofa dengan cairan-cairan kenikmatan yg ditembakkan dari batang penis Hans berhamburan di sekujur perut serta dadaku. Sementara kulihat ruangan itu telah kosong. Segera kukenakan pakaianku kembali serta bergegas ke luar ruangan. Kukebut Feroza-ku pulang ke rumah serta bersumpah tidak bakal sempat kembali lagi ke tempat terkutuk itu!
Share: