388cash388cash

Cerita Sex : Senin Sore Di Kampung Halamanku


Aku Linda, mahasiswi hukum Universitas Pajajaran. Semenjak dua tahun yang lalu, saat diterima kuliah di Universitas Pajajaran, aku tinggal di Bandung. Aku berasal dari Sukabumi, ayahku berasal dari Bandung, sedangkan ibuku orisinil Sukabumi. Mereka tinggal di Sukabumi. Cerita ini menceritakan kisahku yang terjadi saat aku kelas 1 SMA di Sukabumi yang terus berlanjut hingga aku kuliah sekarang.

Aku anak yang paling tua dari dua bersaudara. Aku memiliki satu adik laki-laki. Umurku tak sama 2 tahun dengan adik. Kita sangat dimanja oleh orang tua kami, jadi tingkahku yang tomboy serta suka maksa pun tak dilarang oleh mereka. Begitupun dengan adikku yang tak mau disunat mesikipun dirinya telah kelas 2 SMP.

Waktu kecil, aku tak jarang mandi bersama bersama adikku, namun sejak dirinya masuk SD, kita tak sempat mandi bersama lagi. Mesikipun begitu, aku tetap ingat alangkah kecil serta keriputnya penis seorang cowok. Sejak saat itu, aku tak sempat menonton lagi penis cowok. Hingga sebuahketika, pada hari senin sore, aku sedang asyik telpon dengan kawan cewekku. Aku telpon berjam-jam, kadang tawa keluar dari mulutku, kadang kita serius bicara mengenai sesuatu, hingga akhirnya aku rasakan kandung kemihku penuh sekali. Aku kebelet pipis. Sangatlah kebelet pipis, telah di ujung lah. Cepat-cepat kuletakkan gagang telpon tanpa permisi dulu sama kawanku. Aku berlari menuju ke kamar mandi terdekat. Ketika kudorong nyatanya sedang dikunci.
“Hey..! Siapa di dalam..? Buka dong..! Udah nggak tahan..!” aku berteriak sambil menggedor-gedor pintu.

“Akuu..! Tunggu sebentar..!” nyatanya adikku yang di dalam. Terdengar suaranya dari dalam.
“Nggak bisa nunggu..! Cepetan..!” kataku memaksa.
Gila, aku sangatlah telah tak kuat menahan ingin pipis.
“Kreekk..!” terbuka sedikit pintu kamar mandi, kepala adikku timbul dari lubangnya.
“Ada apa sih..?” katanya.

Tanpa menjawab pertanyaannya, aku langsung nyerobot ke dalam sebab telah tak tahan. Langsung aku jongkok, menaikkan rokku serta membuka celana dalamku.
“Serr..” keluar air seni dari vaginaku.
Kulihat adikku yang berdiri di depanku, badannya tetap telanjang bulat.
“Wooiiyy..! Sopan dikit napa..?” teriaknya sambil melotot tetap berdiri di depanku.
“Sebentarr..! Udah nggak kuat nih,” kataku.

Sebetulnya aku tak mau menurunkan pandangan mataku ke bawah. Namun sialnya, turun juga. Kelihatan deh burungnya.
“Hihihihi..! Tetap keriput kayak dulu, cuma kini agak gede dikitlah..” gumanku dalam hati.
Aku takut tertangkap basah menonton penisnya, cepat-cepat kunaikkan lagi mataku menonton ke matanya. Eh, nyatanya dirinya telah tak menonton ke mataku lagi. Sialan..! Dirinya lihat vaginaku yang lagi mekar sedang pipis. Cepat-cepat kutekan sekuat tenaga otot di vaginaku biar cepat berakhir pipisnya. Tak sengaja, kelihatan lagi burungnya yang tetap belum disunat itu. Kini penisnya kok pelan-pelan terus gemuk. Makin naik sedikit demi sedikit, tapi tetap kelihatan lemas dengan kulupnya tetap menutupi helm penisnya.
“Sialan nih adikku. Malah ngeliatin lagi, mana belum habis nih air kencing..!” aku bersungut dalam hati.

“Ooo..! Kayak gitu ya Teh..?” katanya sambil tetap menonton ke vaginaku.
“Eh tak lebih ajar Lu ya..!” langsung saja aku berdiri mengambil gayung serta kulemparkan ke kepalanya.
“Bletak..!” kepala adikku terbukti kena pukul, namun hasilnya air kencingku kemana-mana, mengenai rok serta celana dalamku.
“Ya.. basah deh rok Teteh..” kataku menonton ke rok serta celana dalamku.
“Syukurin..! Makanya jangan masuk seenaknya..!” katanya sambil mengambil gayung dari tanganku.
“Mandi lagi ahh..!” lanjutnya sambil menyiduk air serta menyiram badannya.
Terus dirinya mengambil sabun serta mengusap sabun itu ke badannya.
“Waduh.., sialan nih adik..!” sungutku dalam hati.
Waktu itu aku bimbang mau gimana nih. Mau keluar, tapi aku jijik pake rok serta celana dalam yang basah itu. Akhirnya kuputuskan untuk buka celana dalam serta rokku, lalu pinjam handuk adikku dulu. Seusai salin, baru kukembalikan handuknya.
“Udah.., pake aja handuk Aku..!” kata adikku.
Semacamnya dirinya mengenal kebingunganku. Kelihatan penisnya mengkerut lagi.
“Jadi lucu lagi gitu..! Hihihi..!” batinku.
Aku lalu membuka celana dalamku yang warnanya merah muda, lalu rokku. Kelihatan lagi deh vaginaku. Aku takut adikku menontonku dalam keadan semacam itu. Jadi kulihat adikku. Eh sialan, dirinya terbukti memperhatikan aku yang tanpa celana.
“Teh..! Memek tu emang gemuk kayak gitu ya..? Hehehe..!” katanya sambil nyengir.
Sialan, dirinya menghina vaginaku, “Iya..!” kataku sewot. “Daripada culun kayak punya Kamu..!” kataku sambil memukul bahu adikku.
Eh tiba-tiba dirinya berkelit, “Eitt..!” katanya.
Sebab aku memukul dengan sekuat tenaga, akhirnya aku terpeleset. Punggungku jatuh ke tubuhnya. Kena deh pantatku ke penisnya.
“Iiihh.., rasanya geli banget..!” cepat-cepat kutarik tubuhku sambil bersungut, “Huh..! Elo sih..!”
“Teh.. kata Teteh tadi culun, kalau kayak gini culun nggak..?” katanya mengacuhkan omonganku sambil menunjuk ke penisnya.
Kulihat penisnya mulai lagi semacam tadi, pelan-pelan terus gemuk, makin tegak ke arah depan.
“Ya.. gitu doang..! Tetap kayak anak SD ya..?” kataku mengejek dia.
Padahal aku kaget juga, ukurannya bisa bertambah begitu jauh. Ingin juga sih tahu hingga dimana bertambahnya. Iseng aku tanya, “Gedein lagi bisa nggak..?” kataku sambil mencibir.
“Bisa..! Tapi Teteh wajib bantu dikit dong..!” katanya lagi.
“Megangin ya..? Wekss.., ya nggak mau lah..!” cibirku.
“Bukan..! Teteh taruh ludah aja di atas tititku..!” jawabnya.
Sebab penasaran ingin menonton penis cowok kalau lagi penuh, kucoba ikuti perkataan dia.
“Gitu doang kan..? Mau Teteh ngeludahin Kalian mah. Dari dulu Teteh pengen ngeludahin Kamu””Asyiikk..!” katanya.
Sialan nih adikku, aku dikerjain. Kudekatkan kepalaku ke arah penisnya, lalu aku mengumpulkan air ludahku. Tapi belum juga aku membuang ludahku, kulihat penisnya telah bergerak, kelihatan penisnya naik sedikit demi sedikit. Diameternya makin lama terus besar, jadi kelihatan terus gemuk. Serta panjangnya juga bertambah. Asyiik banget menontonnya. Geli di sekujur tubuh menonton itu semua. Tak lama kepala penisnya mulai kelihatan di antara kulupnya. Perlahan-lahan mendesak ingin keluar. Wahh..! Bukan main perasaan bahagiaku waktu itu. Aku sangatlah asyik menonton helm itu perlahan muncul. Semacam penyanyi mutlak yang baru timbul di atas panggung seusai ditunggu oleh fans-nya.
Akhirnya leluasa juga kepala penis itu dari halangan kulupnya. Penis adikku telah tegang sekali. Menunjuk ke arahku. Warnanya saat ini lebih merah. Aku jadi terangsang menontonnya. Kualihkan pandangan ke adikku.
“Hehe..” dirinya ke arahku. “Masih culun nggak..?” katanya lagi. “Hehe..! Macho kan..!” katanya tetap tersenyum.
Tangannya tiba-tiba turun menuju ke selangkanganku. Mesikipun aku terangsang, pasti saja aku tepis tangan itu.
“Apaan sih Elo..!” kubuang tangannya ke kanan.
“Teh..! Please Tehh.. Pegang aja Teh.. Nggak bakal diapa-apain.. Aku pengen tahu rasanya megang itu-nya cewek. Cuma itu aja Teh..” kata adikku, kembali tangannya mendekati selangkanganku.
Waduuhh.. sebetulnya aku mau jaga image, masa mau sih sama adik sendiri, tapi aku juga ingin tahu bagaimana rasanya dipegang oleh cowok di vagina.
“Inget..! Jangan digesek-gesekin, taruh aja tanganmu di situ..!” akhirnya aku mengiyakan. Deg-degan juga hati ini.
Tangan adikku lalu mendekat, bulu kemaluanku telah tersentuh oleh tangannya. Ihh geli sekali.. Aku lihat penisnya telah keras sekali, saat ini warnanya lebih kehitaman dibanding dengan sebelumnya. Uuppss.. Hangatnya tangan telah terasa melingkupi vaginaku. Geli sekali rasanya saat bibir vaginaku tersentuh telapak tangannya. Geli-geli nikmat di syaraf vaginaku. Aku jadi terus terangsang jadi tanpa bisa ditahan, vaginaku mengeluarkan cairan.
“Hihihi.. Teteh terangsang ya..?”
“Enak aja.. sama Kalian mah mana bisa terangsang..!” jawabku sambil merapatkan selangkanganku supaya cairannya tak terus keluar.
“Ini basah banget apaan Teh..?”
“Itu sisa air kencing Teteh tahuu..!” kataku berbohong padanya.
“Teh.. memek tu anget, empuk serta basah ya..?”
“Tau ah.. Udah belum..?” aku berlagak semacamnya aku mengharapkan situasi itu berhenti, padahal sebetulnya aku ingin tangan itu tetap berada di situ, bahkan kalau bisa mulai bergerak menggesek bibir vaginaku.
“Teh.. gesek-gesek dikit ya..?” pintanya.
“Tuh kan..? Katanya cuma pegang aja..!” aku pura-pura tak mau.
“Dikit aja Teh.. Please..!”
“Terserah Kalian aja deh..!” aku mengiyakan dengan nada malas-malasan, padahal mau banget tuh. Hihihi.. Habis enak sih..
Tangan adikku lalu makin masuk ke dalam, terasa bibir vaginaku terbawa juga ke dalam.
Ouughh..! Hampir saja kata-kata itu keluar dari bibirku. Rasanya nikmat sekali. Otot di dalam vaginaku mulai terasa berdenyut. Lalu tangannya ditarik lagi, bibir vaginaku ikut berminat lagi.
“Ouughh..!” akhirnya keluar juga desahan nafasku menahan rasa nikmat di vaginaku.
Badanku terasa limbung, bahuku condong ke depan. Sebab takut jatuh, aku bertumpu pada bahu adikku.
“Enak ya Tehh..?”
“Heeh..,” jawabku sambil memejamkan mata.
Tangan adikku lalu mulai maju serta mundur, kadang klitorisku tersentuh oleh telapak tangannya. Tiap tersentuh rasanya nikmat menarik, badan ini bakal tersentak ke depan.
“Tehh..! Adek juga pengen ngerasaain enaknya dong..!”
“Kamu mau diapain..?” jawabku lalu membuka mata serta menonton ke arahnya.
“Ya pegang-pegangin juga..!” katanya sambil tangan satunya lalu menuntun tanganku ke arah penisnya.
Kupikir egois juga apabila aku tak mengikuti keinginannya. Kubiarkan tangannya menuntun tanganku. Terasa hangat penisnya di genggaman tangan ini. Kadang terasa kedutan di dalamnya. Sebab tetap ada sabun di penisnya, dengan mudah aku bisa memaju-mundurkan tanganku mengocok penisnya.
Kulihat tubuh adikku kadang-kadang tersentak ke depan saat tanganku hingga ke pangkal penisnya. Kita berhadapan dengan satu tangan saling memegang kemaluan serta tangan satunya memegang bahu.
Tiba-tiba dirinya mengatakan, “Teh..! Titit Adek sama memek Teteh digesekin aja yah..!”
“Heeh” aku langsung mengiyakan sebab aku telah tak tahan menahan rangsangan di dalam tubuh.
Lalu dirinya melepas tangannya dari vaginaku, memajukan badannya serta memasukkan penisnya di antara selangkanganku. Terasa hangatnya batang penisnya di bibir vaginaku. Lalu dirinya memaju-mundurkan pinggulnya untuk menggesekkan penisnya dengan vaginaku.
“Ouughh..!” aku saat ini tak malu-malu lagi mengeluarkan erangan.
“Dek.. masukin aja..! Teteh udah nggak tahan..!” aku sangatlah telah tak tahan, seusai sekian lama menerima rangsangan. Aku akhirnya menghendaki sebuah penis masuk ke dalam vaginaku.
“Iya Teh..!”
Lalu dirinya menaikkan satu pahaku, dilingkarkan ke pinggangnya, serta tangan satunya mengarahkan penisnya supaya cocok masuk ke vaginaku.
Aku terlonjak ketika sebuah benda hangat masuk ke dalam kemaluanku. Rasanya ingin berteriak sekuatnya untuk melampiaskan nikmat yang kurasa. Akhirnya aku hanya bisa menggigit bibirku untuk menahan rasa nikmat itu. Sebab telah dari tadi dirangsang, tak lama kemudian aku mengalami orgasme. Vaginaku rasanya semacam tersedot-sedot serta seluruh syaraf di dalam tubuh berkontraksi.
“Ouuggkk..!” aku tak kuat untuk tak berteriak.
Kulihat adikku tetap terus memaju-mundurkan pinggulnya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba dirinya mendorong sekuat tenaga hingga badanku terdorong hingga ke tembok.
“Ouughh..!” katanya.
Pantatnya ditekannya lama sekali ke arah vaginaku. Lalu badannya tersentak-sentak melengkung ke depan. Kurasakan cairan hangat di dalam vaginaku.
Lama kita terdiam dalam posisi itu, kurasa penisnya tetap penuh mengisi vaginaku. Lalu dirinya mencium bibirku serta melumatnya. Kita berpagutan lama sekali, basah keringat menyiram tubuh ini. Kita saling melumat bibir lama sekali. Tangannya lalu meremas susuku serta memilin putingnya.
“Teh..! Teteh nungging, terus pegang bibir bathtub itu..!” tiba-tiba dirinya mengatakan.
“Wahh..! Gila Lu ya..!”
“Udah.., ikutin aja..!” katanya lagi.
Aku pun mengikuti petunjuknya. Aku berpegangan pada bathtub serta menurunkan tubuh tahap atasku, jadi batang kemaluannya sejajar dengan pantatku. Aku tahu adikku bisa menonton dengan jelas vaginaku dari belakang. Lalu dirinya mendekatiku serta memasukkan penisnya ke dalam vaginaku dari belakang.
“Akkhh..! Gila..!” aku menjerit saat penis itu masuk ke dalam rongga vaginaku.
Rasanya lebih nikmat dibanding sebelumnya. Rasa nikmat itu lebih kurasakan sebab tangan adikku yang leluasa saat ini meremas-remas payudaraku. Adikku terus memaju-mundurkan pantatnya hingga kurang lebih 10 menit ketika kita hampir bersamaan mencapai orgasme. Aku rasakan lagi tembakan sperma hangat membasahi rongga vaginaku. Kita lalu berciuman lagi untuk waktu yang lumayan lama.
Seusai kejadian itu, kita jadi tak jarang meperbuatnya, khususnya di kamarku ketika malam hari saat orang tua telah berangkat tidur. Minggu-minggu awal, kita meperbuatnya bagai pengantin baru, hampir tiap malam kita bersetubuh. Bahkan dalam semalam, kita bisa meperbuat hingga 4 kali. Biasanya aku membiarkan pintu kamarku tak terkunci, lalu kurang lebih jam 2 malam, adikku bakal datang serta menguncinya. Lalu kita bersetubuh hingga kelelahan.
Kini seusai aku di Bandung, kita tetap rutin meperbuatnya apabila ada peluang. Kalau bukan aku yang ke Sukabumi, maka dirinya yang bakal datang ke Bandung untuk menyetor spermanya ke vaginaku. Saat ini aku mulai berani menghisap sperma yang dikeluarkan oleh adikku.
Share: