388cash388cash

Cerita Sex: Ngesex Dengan Rasa Penuh Gembira


Tahun baru merupakan sebuahfaktor yang rutin dirayakan oleh hampir semua kantor, mengajak karyawan, relasi, client maupun vendor, semua berbaur menjadi satu dalam suasana yang penuh ceria. Agak tidak sama dengan tahun sebelumnya, hari ini lebih spesial sebab suamiku ditunjuk sebagai ketua panitia, walau segalanya telah dilaksanakan oleh panitia lainnya tapi sebagai orang yang paling bertanggung jawab pastinya tidak bisa tinggal diam, untuk itu kami putuskan check in di hotel tempat acara, agar lebih mudah koordinasi.

Sepanjang siang, sejak check in aku lebih tidak jarang sendirian di kamar ditinggal suamiku yang sIbuk dengan persiapan- persiapan pesta. Menjelang petang suamiku baru kembali ke kamar, terkesan wajahnya menunjukkan kelelahan mesikipun dirinya tidak kerja dengan cara langsung, hanya mengawasi persiapan. KuhIbur dirinya dengan memijat bahu serta kakinya, dengan sedikit sentuhan erotis kurasakan ketegangannya mencair berganti dengan ketegangan yang lain.
“Jangan Sayang, kami nggak ada waktu, bentar lagi agenda dimulai”, suamiku menolak halus.

Agak sedih juga aku menerima penolakan suamiku, padahal dirinya telah hampir telanjang serta siap untuk melanjutkan permainan. Kupandangi punggunggnya hingga menghilang di kamar mandi, terpaksa kutelan saja kesedihan ini.
“nanti aja, dirinya tetap capek kali”, pikirku menghIbur diri.

Kami mandi bersama, di bawah guyuran air shower yang hangat aku tetap berusaha memancing birahinya, tapi tidak sukses, semacamnya dirinya terlalu khawatir dengan persiapan yang ada, walau ini bukan pertama kalinya dirinya sebagai ketua panitia agenda kantor semacam ini tapi entahlah kenapa hari ini begitu tegang. Jarum jam tetap menunjukkan pukul 19:00, tetap ada waktu untuk meperbuat dengan cepat sebetulnya, sebab agenda baru bakal dimulai pukul 8 malam, berarti paling tidak tetap ada waktu satu jam, akhirnya kuputuskan untuk “memaksa” suamiku meperbuatnya.

Kukenakan gaun malam merah panjang yang anggun nan sexy, belahan kaki hingga paha, punggung yang lumayan terbuka jadi tidak memungkinkan menggunakan bra, dada berpotongan rendah dengan seutas tali yang menggantung di leher menahan gaunku tetap menempel di tubuhku, selendang merah hati menutupi punggung serta sebagian tubuhku, tapi tidak menghapus kesan sexy serta anggunnnya penampilanku.
“Pa, tetap ada waktu sebentar kan”, tanyaku dengan langsung berjongkok di depannya serta membuka resliting celananya.

Sebelum dirinya sempat bersuara segera kukeluarkan k0ntol kebanggaannya serta kumasukkan ke mulutku, tidak kuhiraukan make up diwajahku acak-acakan sebab kuluman serta usapan k0ntol itu ke wajahku. Desahan pelan mulai keluar dari mulut suamiku, berarti dirinya telah mulai “naik”, tangannya meraih kepalaku serta mengocokkan k0ntolnya di mulutku, rambutku yang telah bersisir rapi kembali berantakan.

Tak lama aku meperbuat oral sex dirinya lalu mendudukkanku di meja, lalu berjongkok di selangkanganku, disingkapnya gaunku dengan mudahnya, tanpa melepas celana dalam merahku, dirinya menjilati memekku dari sela sela mini panty yang terbukti benar benar mini sebab hanya berupa segitiga yang menutupi daerah depan kemaluanku.

Lidahnya lincah menari nari di klitoris serta selangkanganku, memekku dilumat habis membikinku cepat melayang tinggi. Aku mendesis nikmat merasakan jilatan suamiku yang penuh gairah, dirinya berdiri serta menyapukan kepala k0ntolnya ke bibir memekku, tidak langsung memasukkan tapi mengusap usapkan ke daerah selangkangan serta memekku yang telah basah siap menerima penetrasi darinya. Sebelum k0ntolnya memasuki liang memekku, kami dikagetkan dering HP dari suamiku, kutahan dirinya ketika bakal menerima panggilan itu.
“Jangan sayang, mungkin anak-anak memerlukanku“, bisik suamiku meminta pengertianku.

“Malam Pak Sis…, oh telah selesai Pak… nggak persoalan…udah kok, malahan kami tambah beberapa meja serta… oh telah itu…, oke aku segera turun…, Malam Pak”, nyatanya dari Pak Siswanto, atasan langsung suamiku.
“Sorry Ma, Pak Sis telah ada di bawah, dirinya mau lihat persiapan terbaru sebab dirinya ada agenda di tempat lain, jadi kesana dulu baru kemudian agak terlambat dirinya kembali ke sini, dirinya ingin make sure everything is OK”, jelasnya sambil merapikan kembali celana serta jas hitamnya.
Dikecupnya pipiku lalu meninggalkanku kembali sendirian di kamar.
“Aku jemput sebentar lagi, be ready immediately”, perintahnya sebelum menghilang di balik pintu kamar.
Aku tetap duduk termangu di atas meja, kakiku tetap mengangkang terbuka semacam saat suamiku mencumbuku tadi, dengan sedikit dongkol serta wajib menelan kesedihan bakal birahi yang tidak tertuntaskan akhirnya aku wajib menghadapi kenyataan ini. Dengan tetap memendam rasa sedih aku kembali me-make up wajahku, semacam biasa aku tidak butuh berlama lama memoles wajahku yang putih, hanya sapuan tipis telah meningkatkan kecantikan serta keanggunanku, kurapikan rambutku yang tadi sempat random acak-an serta tidak lebih dari setengah jam aku telah siap untuk ke pesta, kulihat diriku di cermin, aku mengagumi kecantikan serta penampilanku malam ini, thank god you give me great body, setinggiku yang 167 cm ditambah sepatu pesta berhak 7 cm, bak peragawati, pasti bakal luar biasa perhatian tidak sedikit undangan.
Suamiku datang tidak lama kemudian, dengan menggandeng tangannya, kami memasuki ballroom tempat pesta berjalan, beberapa pasangmata mengalihkan perhatian ke arah kami, deretan meja serta kursi yang melingkar membentuk susunan ruangan menjadi enjoy, dekorasi yang meriah meningkatkan indahnya suasana di ballroom itu.
Belum tidak sedikit tamu yang datang kecuali para panitia serta beberapa orang dari pihak hotel yang meperbuat setting atas segala sesuatunya, di atas panggung pemain band yang sedang meperbuat persiapan terbaru, di depan panggung ada ruangan terbuka yang lumayan luas untuk sertace, semacamnya agenda ini dipersiapkan dengan cara megah, dengan dekorasi yang meriah untuk menyambut tahun baru. Malam merangkak makin larut, satu persatu para tamu berdatangan, bersama beberapa pasangan panitia lainnya aku mengantarkan suamiku menyambut kedatangan mereka, ngobrol sejenak lalu beralih ke tamu lainnya semacam layaknya baginda rumah dalam sebuahperjamuan besar.
Kudampingi suamiku memberbagi sambutan di atas panggung, lalu disusul sambutan lainnya yang aku tidak tahu satu persatu, masing masing memberbagi kesan kesan selagi bekerja bersama perusahaan ini, ada yang serius ada yang santai serta ada pula yang penuh humor, semua memberi tau sambutan dengan gayanya masing masing. Kutinggalkan suamiku yang tetap asyik mengobrol dari satu kelompok ke kelompok lainnya, capek juga berdiri terus, apalagi dengan sepatu hak tinggi semacam ini, kucari kursi yang tetap kosong di tempat agak belakang sambil menikmati slow musik yang mengalun dengan cara dari panggung.
“Malam Bu, kok sendirian, Bapak mana?”, aku dikagetkan sapaan sopan dari Pak Gun, asisten suamiku di kantor, dirinya baru 5 bulan bergabung dengan perusahaan ini, jadi belum tidak sedikit yang dirinya kenal, dirinya membawa dua minuman serta diberbaginya sebuah padaku.
“Eh Pak Gun, terimakasih, tuh Bapak lagi ngobrol di dekat jendela sana”, jawabku menunjuk sekelompok orang yang ngobrol sambil tertawa riang.
Kami lalu mengobrol, tidak kusangka nyatanya di usia yang telah 35 tahun dirinya tetap membujang, belum ketemu yang tepat, katanya.
“Wanita ideal saya merupakan yang cantik itu pasti, lalu tinggi, putih, sexy serta anggun, ya kira kira semacam Bunda inilah”, katanya tanpa ada nada nakal di balik pernyataannya, entah memuji alias merayu alias terbukti mengatakan jujur, bagaimanapun telah membikinku bangga. Diiringi dentuman musik indah, beberapa pasangan mulai sertace, dirinya mengajakku sertace, sesaat aku agak ragu menerimanya tapi ketika kulihat sepintas suamiku telah melantai dengan seorang wanita entah siapa aku tidak tahu jelas, rasanya tidak sopan kalau aku menolaknya.
Slow musik mengalun indah, lagu berganti lagu telah berlalu, aku telah berganti pasangan dengan orang lain yang sebagian tidak kukenal, telah menjadi kebiasaan tiap akhir tahun dalam pesta semacam ini, lima lagu berlalu, aku kembali ke meja Pak Gun, tiba tiba kurasakan ruangan seolah berputar, kepalaku pusing, pandanganku mulai kabur, dengan cara refleks kuraih tangan Pak Gun sebagai pegangan.
“Eh kenapa tiba tiba kepalaku pusing begini?”, tanyaku.
“Mungkin kecapekan Bu, habis Bunda sertace semangat banget”.
“Tolong panggilkan Bapak, biar aku istirahat dulu di kamar”, pintaku.
Sepintas aku tetap bisa menonton suamiku sedang berbincang di meja depan di kelompok para direksi. Pak Gun meninggalkanku sendirian, mataku terasa berat, ingin rasanya kurebahkan tubuhku segera, untunglah dirinya segera datang, kukira suamiku tapi nyatanya Pak Gun.
“Maaf Bu, Bapak sedang serius dengan para direksi itu, dirinya nggak bisa meninggalkannya, malah memintaku untuk mengantar Bunda ke kamar, sebentar lagi beliau menyusul”, katanya sambil menuntunku ke kamar.
Antara ingat serta tidak, aku tetap bisa merasakan dirinya merangkul serta menuntunku, semacamnya tanpa sadar aku berjalan menuju kamar, kudekap erat tangannya. Aku telah tidak bisa menahan mata serta kepalaku lebih lama lagi, kusandarkan kepalaku di tubuh Pak Gun, asisten suamiku, jalan terasa panjang serta lift berjalan begitu perlahan. Kuberbagi kunci kamar ke Pak Gun, dirinya membuka pintu serta menuntunku ke ranjang, aku tetap ingat ketika dirinya meletakkan tas serta selendangku di meja, membuka cover bed yang tetap tertutup lalu merebahkan tubuhku perlahan lahan di ranjang, dilepasnya sepatuku lalu memijat kepala serta kakiku, kurasakan nikmat pijatannya, aku begitu lemah serta begitu tidak berdaya.
“Ibu minum ini dulu, lalu istirahat, kebetulan aku tadi bawa Panadol dari rumah”, katanya sambil mengangsurkan pil serta segelas air putih.
Tanpa tidak sedikit tanya lagi aku minum, lalu kupejamkan mataku yang terus berat. Tidak kuperhatikan lagi Pak Gun yang tetap di kamar menantikaniku, pasti dirinya bisa menikmati pemandangan tubuhku dengan sepuasnya, akupun terlelap dalam kantuk yang hebat. Belum sepenuhnya aku tertidur ketika kurasakan tubuhku semacam digerayangi, naluri wanitaku bangkit, dengan berat kubuka mataku, samar samar kulihat wajah Pak Gun dekat wajahku, berulang kali dirinya menciumi pipiku, lalu melumat bibirku, entah telah berapa lama serta berapa jauh dirinya menggerayangiku.
Terbersit kesadaran di diriku, aku meronta bentrok marah menonton ketidak lebihajaran ini, tapi aku tidak punya tenaga untuk melawannya tanpa daya aku wajib menerima cumbuannya, dalam kondisi normal saja telah kalah tenaga apalagi keadaanku dalam kondisi tidak lebih fit. Terus aku meronta terus kuat pula dirinya memegangi tanganku.
“Pak jangan.., please hentikan, ingat Pak aku ini istri Pak Hendra, atasanmu”, aku menghiba tidak berdaya di bawah kekuasaannya.
“Sssttt.., diam.., aku tahu itu.., aku juga tahu apa yang kamu perbuat kalau suamimu keluar kota.., jadi jangan sok suci.., nikmati saja”, katanya perlahan dengan tekanan kata demi kata yang seolah menelanjangiku.
Aku terbukti bukanlah istri yang setia, aku tidak jarang selingkuh di kala suamiku tidak ada, tapi itu kuperbuat dengan dasar suka sama suka serta bukan dengann pemaksaan semacam ini, ini pemerkosaan namanya.
“Please Pak Gun, suamiku sebentar lagi datang mencariku”, walau tetap lemah aku berusaha membujuknya.
“Jangan khawatir, dirinya pikir kamu tetap ada di ruangan pesta serta lagian dirinya tidak tahu kamu ada dimana sebab terbukti ini bukan kamarmu, tapi kamarku, jadi nggak usah berpikir yang macam macam”, ada nada ancaman di suaranya.
Bibir Pak Gun menyusuri leher jenjangku, dijilatinya telingaku, aku merasa jijik tapi apa dayaku sebab terbukti tidak berdaya. Mataku tetap begitu berat serta tenagaku begitu lemah, aku benci bakal ketidakberdayaan ini. Aku hanya diam mematung saja menerima penghinaan ini, mataku tetap terasa berat untuk dibuka, tapi anehnya kurasakan tubuhku mulai panas menggelora, kubiarkan tangannya menjelajahi sekujur tubuhku serta meremas remas buah dadaku yang tetap tertutup gaun merah sutera tanpa bra, aku hanya bisa menggigit bibir dengan mata tertutup menerima perlakuannya.
“Masih kenyal serta padat semacam anak gadis saja”, komentarnya ketika merasakan buah dadaku.
Bibir Pak Gun menyusuri bahu serta berhenti di dadaku, dengan mudahnya dirinya melepas tali di belakang leherku, saat ini dadaku terbuka lebar menantang.
“Very beautiful breast”, katanya.
Ia memandanginya sebentar, menciumi lalu mengulumnya, lidahnya dengan liar menari-nari di putingku. Rasa jijik yang sedari tadi menyelimutiku perlahan berubah menjadi kenikmatan, tubuhku terasa terus panas menggelora, kuluman serta jilatan di putingku membikinku mulai ikut bergairah, mataku tetap terasa berat untuk dibuka tapi gairah yang muncul tidak bisa kubendung lagi, jadi tanpa kusadari aku mulai mendesis nikmat dalam pelukan serta kuluman asisten suamiku. Kombinasi remasan, jilatan serta kulumannya membikinku terus suka tanpa kusadari.
Entah kenapa, terus liar dirinya menggerayangiku terus nikmat pula rasanya, rasa marahku pun mulai berubah menjadi kenikmatan tersendiri, bahkan ketika tangannya mulai mengusap daerah memekku, tanpa bisa kutahan lagi aku ikut menggoyangkan pinggulku, menikmati usapan serta permainan jarinya di selangkanganku. Aku tetap memejamkan mata walau mulutku mulai mendesis serta pinggulku mulai bergoyang, sungguh di luar kemauanku, bahkan ketika Pak Gun kembali melumat bibirku akupun membalas lumatannya, saling mengulum.
Sungguh memalukan ketika tanganku mulai membelai serta meremas rambutnya, bahkan aku menjerit nikmat saat lidah Pak Gun menyentuh klitorisku serta kuangkat pantatku ketika dirinya melepas mini panty-ku, aku yakin dirinya menikmati “keindahan” memekku yang rutin kupelihara rambutnya dengan rapi membentuk sebaris garis tegak. Aku tidak tahu kenapa begitu “horny”, apakah sebab foreplay tadi sore yang tidak berkelanjutan ataukah ada sebab lain, tapi aku tidak sempat berpikir lebih jauh lagi sebab jilatan Pak Gun begitu nikmat di memekku.
Kuangkat pinggulku serta kubuka kakiku lebih lebar, permainan lidahnya makin liar serta makin nikmat apalagi ketika kurasakan jarinya ikut mengocok memekku hingga membikinku terus membumbung tinggi. Jantungku berdetak terus kencang saat kurasakan k0ntol Pak Gun menyapu bibir memekku, sewajibnya aku menjerit marah tapi tanpa bisa kutahan lagi justru kubuka kakiku lebar-lebar, entah mengapa, malahan aku ingin membuka mataku menonton ekspresi kemenangan darinya yang telah sukses menikmati tubuhku, tapi tetap saja terasa berat, kelopak mataku seakan lengket, aku menahan napas saat kejantanannya menembus liang sempit memekku, kurasakan nikmat yang tidak sama.
Dia mulai mengocok memekku, pelan pelan kejantanannya keluar masuk, kugigit bibirku untuk menahan desah kenikmatanku, tapi tetap tidak sukses, aku mendesah makin keras, mereguk kenikmatan yang diberbagi Pak Gun. Tubuhnya ditelungkupkan di atasku, tanpa bisa kucegah lagi tanganku memeluknya, serta baru kusadari kalau nyatanya dirinya tetap berpakaian, ketika tanganku meraba pantatnya yang turun naik mengocokku, nyatanya dirinya tidak melepas celananya, sungguh tidak lebih ajar dia, pikirku. Kocokannya makin cepat menghunjam memekku, di tengah asyiknya mengarungi lautan kenikmatan, tiba tiba kurasakan denyutan luar biasa dari k0ntolnya serta cairan hangat membasahi liang memekku, dirinya menjerit nikmat dalam orgasme hingga dengan cara refleks aku ikut menjerit sebab terkejut.
Agak sedih juga mendapati dirinya begitu cepat mencapai orgasme, padahal aku mengharapkannya lebih lama lagi, dengan kasar dirinya langsung mencabut kejantanannya dari memekku, sesaat kemudian kudengar bunyi resliting ditutup, dirinya turun dari ranjang serta tidak lama kemudian kudengar dirinya keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku merasa terhina dengan perlakuannya itu, tapi apa mau dikata, tubuhku tetap lemas meskipun gairahku tetap menggelora. Aku berharap suamiku datang mengisi kekosonganku ini, tapi mana mungkin, dirinya tidak tahu aku dimana, kupaksakan kubuka mataku, tapi pandanganku tetap samar serta kabur.
Dengan tetap tergolek tidak berdaya, akhirnya kuputuskan untuk istirahat dulu sambil dengan tidak sadar tanganku memainkan klitorisku hingga aku tertidur tanpa ada penyelesaian. Belum sempat aku tertidur pulas, kurasakan sesuatu kembali menindih tubuhku, kupaksakan untuk membuka mata, walau samar aku tetap bisa mengetahuii wajah itu, yang jelas bukan Pak Gun apalagi suamiku, walau tubuhku tetap tidak bertenaga tapi ingatanku tetap bisa bekerja walau tidak sebaik biasanya, wajah itu tidak asing lagi bagiku, dirinya merupakan salah seorang rekan suamiku di kantor, aku tidak tahu namanya tapi dirinya salah seorang manager di tahap keuangan.
Tentu saja aku ingin bentrok tapi tenagaku hilang sama sekali, apalagi dalam tindihan tubuh yang besar, sungguh aku tiada berdaya, bahkan berucap pun lidah terasa berat, hanya bibirku yang bergerak tanpa suara, kecuali hanya desisan. Dengan liarnya dirinya menciumi pipi serta leherku, sesekali dilumatnya bibirku, anehnya bukannya perasaan muak tapi justru perasaan nikmat yang kurasakan, terus dirinya meraba tubuhku terus nikmat rasanya, aku semacam cacing kepanasan, tidak ayal lagi akupun mulai mendesis tanpa bisa kukontrol lagi desisanku, bahkan kubalas lumatan di bibirku, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku, sungguh memalukan.
Nikmatnya makin tinggi rasanya ketika dirinya mengulum putingku, menjilatinya dengan liar, tanpa malu akupun mendesis dalam birahi, kuremas rambutnya. Dirinya berusaha melepas gaunku yang telah tidak karuan menempel di tubuhku, bukannya marah tapi aku malah mempermudahnya. Saat ini tubuhku telah telanjang di hadapannya, hilang telah keanggunan yang kupertontonkan di ruangan pesta tadi, aku tergolek tidak berdaya di hadapannya, bahkan kakiku kubuka lebar sambil berharap dirinya segera meperbuatnya.
Kurasakan usapan kepala k0ntolnya di memekku, dengan sekali dorongan keras meluncurlah k0ntol yang terbungkus kondom itu mengisi liang memekku, aku terhenyak kaget bakal kekasarannya, tubuhku menggeliat nikmat, cairan sperma Pak Gun yang tetap tertinggal di memekku mempermudah k0ntolnya sliding dengan cepatnya, kasar serta liar kocokannya sambil tangannya meremas-remas kedua buah dadaku, pinggulku ikut bergoyang mengimbangi irama permainannya, desahan nikmat keluar dari mulutku tanpa bisa kutahan lagi.
Mataku tetap terpejam selagi dirinya menyetubuhiku, rasanya tetap begitu berat untuk dibuka. Aku hanya bisa mendesah dalam kenikmatan, dirinya membawa kaki kananku serta ditumpangkan ke pundaknya, k0ntolnya makin dalam mengisi liang memekku, desahanku terus lepas tanpa bisa kutahan. Cengkeraman di buah dadaku makin kuat serta tidak lama kemudian kurasakan denyutan kuat dari spermanya diiringi teriakan orgasme, aku pasrah menikmatinya, padahal tanpa sadar aku tetap mengharapkan lebih dari itu. Tanpa sepatah katapun dirinya langsung mencabut keluar k0ntolnya serta turun dari ranjang, kembali aku wajib menerima perlakuan yang lumayan menghinakan ini.
Tapi semenit kemudian kurasakan dirinya naik ranjang lagi, diusapnya buah dadaku sambil meremas-remas gemas lalu dijilatinya kedua putingku sebelum akhirnya dirinya mengulumnya, aku kembali mendesis nikmat. Tanpa menantikan lebih lama lagi, dirinya memasukkan k0ntolnya tanpa kondom ke memekku, aku kaget sebab k0ntolnya begitu keras padahal dirinya baru saja orgasme, sungguh luar biasa, pikirku. Pelan pelan dirinya mulai mengocok, terasa nikmat, semacamnya k0ntolnya lebih besar daripada sebelumnya, hari ini lebih nikmat apalagi dengan kocokan yang penuh perasaan, tidak kasar semacam tadi.
Aku makin menikmati irama permainannya yang slow but sure, membawa birahiku dengan cepat terbang tinggi, desahan demi desahan keluar dari bibirku, kubalas kuluman bibirnya, terasa lembut serta menggairahkan. Dirinya memegangi kakiku serta membukanya lebar, dikulumnya jari jari kakiku, aku menggeliat geli serta nikmat, mendesah tanpa kendali, sungguh nikmat, kocokannya makin cepat walau dengan irama tetap. Tiba tiba dirinya mengocokku cepat sekali lalu dengan cepatnya luar biasa keluar, kurasakan cairan hangat menyirami perutku diiringi teriakannya, dirinya kembali mengeluarkan sperma di atasku.
Semacam sebelumnya, dengan tanpa suara dirinya turun dari ranjang, serta kembali aku dibangun heran ketika dirinya kembali naik ke ranjang tidak lama kemudian, what the hell is this? Ia mengusap seluruh tubuhku dengan selimut alias handuk, aku tidak tahu, lalu langsung menindihku, melumat bibirku dengan rakus, semacamnya tubuhnya lebih berat daripada sebelumnya hingga asma aku dibuatnya. Dengan tetap belum juga melepas pakaiannya, padahal aku telah bermandikan keringat. Lidahnya menyusuri leherku serta berhenti di kedua puncak bukit di dada, aku mendesis nikmat untuk kesekian kalinya, dengan tanpa malu aku mendesah serta menggeliat mengungkapkan ekspresi kenikmatan yang kudapat. “Biarlah, toh dirinya telah menikmati tubuhku”, pikirku.
Maka akupun terus lepas merintih kenikmatan. K0ntolnya langsung melesak ke dalam memekku. Lebih kecil hari ini, hanya beberapa kali kocokan dirinya telah menyemburkan spermanya di memekku, terasa hangat membanjir, didiamkannya beberapa hari tanpa gerakan hingga keluar dengan sendirinya. Dirinya turun dari ranjang lalu naik lagi serta langsung memasukkan k0ntolnya. Aku terkejut, begitu cepat k0ntolnya membesar, saat ini terasa sesak di memekku, sebuahperbedaan yang sangat cepat. Penasaran aku dibuatnya, kucoba untuk membuka mataku tapi kelopak mataku tetap sangat berat seakan menutup rapat, k0ntol besar itu sliding keluar masuk, ada rasa nyeri serta nikmat bercampur menjadi satu, kocokannya makin lama makin nikmat membawaku ke puncak kenikmatan.
Tak bisa dihindari lagi akupun orgasme dalam pelukannya, tubuhku menegang seakan menumpahkan segala hasrat nan berkobar sedari tadi, tidak lama diapun mengikutiku ke puncak kenikmatan. Denyutannya begitu luar biasa melanda dinding-dinding memekku, dicabutnya keluar untuk menumpahkan tampungan spermanya di kondom ke dada serta perutku, aku hanya bisa diam pasrah tanpa protes mendapat perlakuan semacam ini, dirinya turun dari ranjang serta hari ini tidak naik lagi. Napasku turun naik memperoleh percumbuan yang baru terjadi, rasa kantuk luar biasa melandaku di kesendirian ini, entah apa yang diperbuatnya di kamar ini, aku tidak peduli, aku hanya ingin tidur sejenak sebelum bergabung kembali dengan suamiku.
Aku tetap sempat melayani nafsunya beberapa kali lagi sebelum akhirnya dirinya benar benar membiarkanku sendiri terlelap dalam tidurku. “Nggak usah khawatir, obatnya bisa bersi kukuh hingga pagi kalau tidak diberbagi obat anti-nya”, sayup-sayup tetap kudengar orang mengatakan entah pada siapa serta apa maksudnya, tapi aku keburu sangatlah terlelap. Aku tersadar ketika kurasakan percikan air di mukaku, kubuka mataku yang telah tidak seberat tadi walau tetap juga terasa berat. Pak Gun duduk di sampingku dengan senyumannya yang menawan seakan tidak sempat terjadi apapun.
Dia menutupi tubuh telanjangku dengan handuk.
“Minumlah ini biar segar”, dirinya memberiku secangkir teh hangat yang aromanya keras menusuk.
Benar saja badanku terasa lebih segar seusai minum, rasa hangat menjalar ke sekujur tubuhku. “Sana bersihkan tubuhmu, lalu kami turun”, katanya sopan, walau tanpa sebutan Bunda lagi, sungguh tidak sama dari sebelumnya. Kubersihkan tubuhku dari sisa-sisa sperma, kusiram dengan air hangat hingga badanku terasa fresh lagi. Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi. Tidak kusangka nyatanya Pak Gun telah menantikanku di ranjang dalam kondisi telanjang, aku berdiri bengong mematung menontonnya.
“Tapi…”, aku berusaha mengelak sebab memekku tetap terasa panas.
Entah berapa kali aku tadi disetubuhinya.
“Aku ingin meperbuatnya dengan suasana yang lain, lagian kami tetap punya waktu setengah jam lebih sebelum tengah malam”, katanya sambil menepuk nepuk bantal di sebelahnya.
Akhirnya “terpaksa” aku menuruti keinginan asisten suamiku itu untuk melampiaskan nafsu birahinya pada istri atasannya. Kami bercinta dengan penuh nafsu semacam sepasang kekasih yang dimabuk birahi, tidak kusangka dirinya seorang pemain cinta yang hebat. Kami bercinta dengan beberapa posisi, hampir kewalahan aku melayaninya, nafsunya sungguh besar serta pintar mengatur ritme permainan, dirinya begitu mengerti liku-liku daerah erotis wanita, aku sangatlah merasa puas dibuatnya.
Kami orgasme bersamaan, dirinya membanjiri memekku tepat ketika kembang api meletus di udara menandai penggantian tahun.
“Happy New Year”, ucapnya sambil mengecup kening serta bibirku.
Kami tetap telanjang serta saling berpelukan, kubalas dengan mesra kecupan di bibirnya.
“Ayo, kami wajib segera bergabung dengan mereka sebelum suamiku sadar bakal ketidak hadiranku”, kataku mendorongnya turun dari tubuhku.
Segera kukenakan kembali gaun merahku, tidak kutemukan mini panty yang tadi kukenakan, akhirnya kuputuskan untuk segera berlalu tanpa panty ke pesta. Kurapikan pakaian, make up serta rambutku untuk bersiap turun. Tiba tiba Pak Gun memelukku dari belakang.
“Let’s do it again quickly”, bisiknya.
Aku ingin menolaknya tapi aku juga ingin menikmatinya sekali lagi. Dirinya mendudukkanku di meja, disingkapkannya gaunku hingga ke perut, memekku terbuka menantang, dengan hanya membuka resliting celananya dirinya melesakkan kembali k0ntolnya ke memekku, mengocok dengan cepatnya sambil meremas buah dadaku, aku mendesis semacam yang kuperbuat sebelumnya, serta kamipun kembali orgasme bersama. Dirinya menciumku mesra. Kembali kurapikan penampilanku sebelum kami keluar kamar sendiri-sendiri, untuk mencegah faktor yang tidak diharapkan.
Entah telah berapa lama aku berada di kamar itu. Suasana ballroom telah sangat tidak sama dari waktu kutinggal tadi. Susunan kursi telah berubah semua, faktor itu biasa terjadi saat pesta berjalan. Kucari-cari suamiku tapi tidak kutemukan. Beberapa pasang mata menontonku dengan pandangan yang menelanjangiku, tapi aku tetap percaya diri dengan penampilanku, walau tanpa underwear.
Akhirnya kutemukan suamiku di pojok ruangan, mengenakan topi kerucut tahun baru serta memegang terompet, dirinya terkesan begitu tersanjung.
“Selamat Tahun Baru, Sayang”, ucapnya sambil mengecup bibirku yang kubalas dengan kecupan mesra.
Semacamnya dirinya tetap tidak sadar kalau aku sempat menghilang. Kulihat Pak Gun menghampiri kami serta mengucapkan faktor yang sama, seakan tidak sempat terjadi apapun di antara kami. Akhirnya the party is over, para panitia berbaris di depan pintu menerima ucapan selamat dari para undangan, sekalian berpamitan pulang. Kulihat wajah-wajah yang kukenal, tapi lebih tidak sedikit tidak kukenal, di antaranya merupakan orang yang tadi menyetubuhiku “berulang-ulang”.
“You have wonderful wife”, katanya pada suamiku.
“Thanks Pak Kris”, jawab suamiku sambil memelukku tanpa tahu apa maksudnya.
“Selamat Tahun Baru Pak Hendra, Kamu beruntung punya istri semacam dia”, ujar orang lain lagi yang tidak kukenal.
”Sama sama, terima kasih Pak Dwi“, jawab suamiku bangga.
“Happy New Year, istri kamu sungguh luar biasa, thank telah memberiku peluang” orang asing lagi yang memujiku, padahal aku merasa sempat berjumpa dengannya.
“Sama-sama, kamu bisa saja”, balas suamiku.
“Rupanya kamu punya tidak sedikit pecinta”, bisik suamiku sambil menyalami tamu lainnya yang berpamitan pulang.
“Habis Papa ninggalin aku, jadi kuterima saja ajakan sertace setiap orang, Papa nggak marah kan”, jawabku berbohong sambil mencubit lengannya.
“Nggak apa, asal kamu menikmatinya”, jawab suamiku polos.
Akhirnya kami kembali ke kamar pukul 1:30 dini hari, dengan rugi aku menolak keinginan suamiku untuk melanjutkan foreplay tadi sore sebab memekku tetap terasa memar serta nyeri, serta kamipun tertidur dengan kenangan melepas tahun penggantian tahun yang tidak sama. Akhir-akhir aku diberi tahu Pak Gun kalau yang menyetubuhiku “berulang-ulang” itu sebetulnya bukanlah satu orang, tapi beberapa orang, paling tidak 3 orang rekan seclub golf, yang lain dirinya tidak mengetahuinya. Dirinya tidak mau menyatakan jumlah pastinya, apalagi nama-nama orangnya. Ini membikinku penasaran hingga sekarang.
Sungguh kelewatan kalau aku tidak tahu orang yang telah menikmati tubuhku. Jangankan namanya, wajahnya saja aku tidak tahu kecuali Pak Gun serta yang disebut suamiku Pak Kris tadi. Dirinya tidak sempat membenarkan alias membantah kecurigaanku bahwa obat yang dirinya sebut Panadol itu sebetulnya merupakan obat perangsang.
Share: