388cash388cash

Cerita Sex: Mbak Rini Kesepian Haus Seks


Kenasiban kota metropolitan sungguh sangat berlainan dengan kenasiban di kampung. Jalanan penuh dengan lalu lalang kendaraan, bergerak tidak sempat berhenti. Bis kota, angkutan penumpang umum, mobil, motor serta yang lain-lain berseliweran tidak karuan. Lalu lintas sangatlah semrawut. Semacamnya tidak ada aturan. Mereka berlangsung semau gue, ingin menang sendiri. Tidak ada sopan santun di jalanan.

Kemacetan telah adalah kewajiban di kota ini. Para pengendara saling umpat menuntut haknya masing-masing. Pokoknya bikin stress siapa saja yang nasib di kota ini. Tidak heran sebabnya para penghuni kota rutin mencari peluang untuk refreshing. Melupakan kenasiban yang begitu penuh dengan persaingan, saling ganjal, saling sikut demi kepentingan pribadi. Mereka ada yang pergi ke luar kota, ke daerah pegunungan, ke pantai alias ada juga yang datang ke tempat-tempat hiburan sekedar mendengarkan musik sambil minum-minum bersama kawan-kawannya.

Seusai nasib 3 bulan di kota ini, aku telah mulai bisa menyesuaikan diri dengan gaya kenasiban kota ini. Aku sempat juga menyempatkan diri mampir ke sebuah cafe untuk mencari hiburan hanya sekedar melepaskan kepenatan keseibukanku sehari-hari. Aku pun telah tidak berhubungan dengan suamiku lagi seusai kuminta surat cerai darinya, meski kutahu ia berada di kota tempatku saat ini tinggal. Terakhir kali kami berjumpa di sebuahtempat serta ia menyebutkan maaf atas segala perlakuannya selagi ini. Aku memaafkannya serta meminta untuk tidak lagi berhubungan demi kepentingan bersama. Suamiku sebetulnya tetap mencintaiku tetapi keadaan terbukti tidak memungkinkan lagi. Ia akhirnya menyebutkan selamat tinggal serta meninggalkan selembar cek berkualitas sangat besar. Katanya untuk menunjang keperluanku sehari-hari.

Sebelum aku datang ke kota ini, aku telah mempersiapkan diri untuk mencari kesibukan. Beruntunglah aku berkenalan dengan seorang wanita pengusaha. Usianya tidak jauh tidak sama denganku. Orangnya pandai berteman, ramah serta pintar. Namanya Nuraini. Aku terbuktigilnya Mbak Rini, sebab ia terbukti meminta dipanggil semacam itu. Cantik, tinggi semampai, tubuhnya montok serta suka berpakaian seksi. Orang bilang tipe ‘Bangkok’. Penampilannya terbukti sempurna. Wanita berkelas.

Katanya ia kenal dengan orang-orang penting dikota ini. Pejabat pemerintah, konglomerat hingga ke jenderal-jenderal dikenalnya dengan baik. Aku tidak tahu bagaimana ia bisa menjalin hubungan dengan mereka. Tapi yang pasti, kalau melihat penampilannya yang serba ‘wah’, aku percaya dengan pengakuannya itu. Siapa yang tidak suka berhubungan dengan Mbak Rini yang cantik serta seksi itu.
Aku tidak jarang berhubungan dengannya serta tidak sedikit meminta nasihat, saran berkaitan dengan bisnis di kota ini yang penuh dengan persaingan ketat. Aku pun mau tidak mau wajib bisa mengimbangi gaya nasibnya yang serba aktif, tergolong mengunjungi tempat-tempat hiburan alias lebih dikenal dengan istilah ‘Dugem’.

Sore tadi aku ditelepon Mbak Rini untuk berjumpa di sebuah café yang kebetulan tidak begitu jauh dari tempat tinggalku. Katanya aku bakal dikenalkan dengan seorang pengusaha besar. Mbak Rini berjanji bakal mengikutsertakan diriku untuk sama-sama mengerjakan proyek besar dari pengusaha ini. Di telepon dirinya wanti-wanti supaya aku berdandan secantik mungkin, bahkan kalau bisa seseksi mungkin. Aku tertawa saja mendengar permintaannya itu serta kukatakan ada-ada saja, masa berjumpa dengan pengusaha saja wajib berpakaian seksi, kataku polos. Tetapi ketika pergi aku berpakaian seksi juga pada akhirnya.

Sebelum keluar pintu rumah, aku tetap menyempatkan diri bercermin di depan kaca yang ada di ruang tamu. Kuperhatikan sertadananku supaya tidak membikin malu Mbak Rini nantinya. Aku lumayan puas dengan penampilanku. Blouse warna hitam itu sangat tepat sekali dengan warna kulitku yang putih bersih. Melekat ketat mencetak bentuk tubuhku jadi menunjukan lekukan-lekukannya, khususnya di tahap dada. Payudaraku nampak membusung penuh di balik blouse ketat ini. Bahkan kancing tahap atasnya hingga sulit dimasukan ke dalam celahnya saking ketatnya. Aku agak jengah melihat tonjolan dadaku sendiri. Ke bawahnya kupadu dengan rok sebatas lutut. Aku sengaja menggunakan rok ini supaya bentuk kakiku yang ramping serta betisku yang indah kelihatan cantik. Aku puas dengan sertadananku.
Baca juga cerita sex hot terakhir di www.orisex.com
Setengah jam kemudian aku telah berada di café itu. Aku celingukan mencari Mbak Rini di tengah keramaian orang-orang yang berlalu lalang di sana. Agak gugup juga aku berada di sana, mungkin belum terbiasa dengan kenasiban malam semacam ini meski telah beberapa kali mencobanya. Selang beberapa menit, aku menemukannya di pojok ruangan café itu tengah duduk berdua dengan seorang pria. Mbak Rini segera mengayunkan tangannya padaku saat kumelangkah ke sana.
“Sini buruan,” panggilnya.
“Nah, kenalin ini kawan saya. Cantik khan?” katanya kemudian seraya menawarkanku terhadap pria di sampingnya.
“Anna,” ucapku lirih malu-malu sambil menyodorkan tanganku menyambut uluran tangan pria itu.
“Aku Rudy,” balasnya segera sambil tersenyum padaku.
Nampaknya pria ini telah berusia tetapi penampilannya tetap segar, penuh vitalitas, serta juga harum, dengan wewangian yang terasa bau maskulinitasnya. Orangnya tetap gagah meski telah berusia. Tubuhnya pun tinggi, tegap, serta kekar. Aku bisa merasakannya dari genggaman tangannya yang kuat, serta pemandangan samar bukit dadanya dari balik kemeja yang digunakannya. Telapak tangannya yang besar menggenggam habis tanganku yang mungil. Orangnya ramah, berkharisma, serta luar biasa. Kuperhatikan wajahnya yang lumayan tampan itu. Kekagumanku pun terus bertambah. Penampilannya sangatlah ‘dandy’. Pakaiannya kelihatan mahal. Lumayan meyakinkan menjadi pengusaha besar.
“Silakan duduk,” ucapnya sopan.
Tempat duduk itu berbentuk setengah lingkaran merapat ke dinding dibekali meja di depannya. Tadinya aku mau duduk paling ujung bakal tetapi Mbak Rini menyuruhku bergeser lebih ke dalam supaya ada tempat duduk baginya. Sementara dari ujung sana, Mas Rudy, demikian aku terbuktigilnya sebab kulihat ia telah berusia, bergeser masuk untuk duduk jadi praktis aku berada di antara mereka berdua. Aku lirik Mbak Rini sebagai tanda protes sebab posisiku yang terjepit tidak ada jalan keluar. Lucunya, ia malah mengedipkan mata entah apa maksudnya. Sedangkan dari segi lain, Mas Rudy terus merapat padaku jadi kurasakan bahu kami saling bersentuhan. Aku jadi kebingungan oleh keadaan ini. Lagi-lagi Mbak Rini mengedipkan matanya, hari ini sambil berbisik
“santai aja,” katanya.
Kami mulai mengobrol ngalor ngidul. Tanya ini serta itu diselingi canda gurau antara Mas Rudy dengan Mbak Rini yang agak berbau porno. Kelihatannya mereka telah bersahabat betul. Bahkan sekali-sekali Mbak Rini mencubit lengan Mas Rudy sambil tertawa manja, bahkan genit. Sementara aku yang berada di antara mereka hanya bisa tersenyum serba salah mengikuti canda mereka yang terus lama terus seru. Sebab berada di tengah mereka jadi telah tentu aku terkena sentuhan mereka saat saling cubit. Bahkan tangan Mas Rudy sempat nyerempet buah dadaku yang menonjol terlalu ke depan saat ia mencubit tangan Mbak Rini.
Dengan refleks, aku memundurkan tubuhku. Mereka nampaknya tidak memperhatikan itu. Semacamnya aku ini tidak ada. Sebetulnya aku mulai tidak enjoy dengan keadaan ini, kalau saja Mas Rudy kemudian tidak mengajakku turut dalam dialog mereka. Ia terbukti tipe pria yang romantis melihat dari tutur katanya. Tenang, kalem, penuh canda diselingi pujian yang terdengar tidak gombal. Bahkan membikin wanita merasa senang. Dialog kami terus seru saja, apalagi seusai minuman pesanan kami tiba.
Aku ikut-ikutan meneguk minuman semacam mereka, meski sebetulnya tidak tahu tipe apa minuman itu, yang tentu terasa panas di tenggorakan. Aku tidak ingin disebut kampungan. Aku tidak mau dibilang ‘norak’. Kemudian kami mulai berkata serius. Menuturkan bisnis kami. Mas Rudy terus merapat, bahkan wajahnya menjulur persis di depanku saat bicara pada Mbak Rini. Tercium bau after shave nya. Bau rempah-rempah. Bau khas laki-laki jantan! Ehm.., aku mulai ngaco.
“Aku setuju saja dengan usulan Mbak Rini. Tapi engh.., gimana dengan Mbak Anna sendiri? Apa dirinya setuju dengan usulan saya?” demikian kata Mas Rudy seraya mengerling genit padaku.
Kurasakan duduknya terus mepet padaku. Aku tidak mengerti maksud perkataan itu. Aku segera menoleh ke arah Mbak Rini seakan minta pertolongan apa yang wajib kukatakan. Mbak Rini langsung berbisik padaku bahwa ia setuju dengan penawaran harga atas proyek berkualitas ratusan milyar itu asal aku serta Mbak Rini mau berbahagia-bahagia dengannya.
“Maksud Mbak?” bisikku terus bingung.
Ia tidak menjawab bahkan ia langsung mengiyakan pada Mas Rudy tanpa meminta pendapatku dahulu. Kulihat Mas Rudy langsung tersenyum bahagia mendengar jawaban itu.
“Nah itu baru rekan bisnis yang jempolan,” katanya seraya menjawil daguku dengan gemas.
“Ayo kami rayakan kerjasama ini,” belum sempat aku protes apa yang mereka sepakati, tiba-tiba Mbak Rini langsung meraih gelas serta mengacungkannya ke atas meja disambut oleh acungan gelas Mas Rudy.
Mereka melirik padaku. Menunggu reaksiku. Aku semacamnya telah terjebak. Tidak ada lagi yang bisa kupebuat kecuali mengikuti ajakan mereka. Kami sama-sama meneguk minuman dalam gelas hingga habis. Minuman itu langsung kutelan. Terasa panas di tenggorokan. Bahkan tubuhku mulai terasa hangat. Kepalaku terasa agak melayang. Apa aku ini telah mabok?
Mereka terkesan gembira sekali sambil bernyanyi-nyanyi mengikuti lagu yang dimainkan oleh sebuah grup musik di panggung café. Minuman dalam gelasku telah terisi penuh kembali. Baik Mas Rudy maupun Mbak Rini memintaku untuk menghabiskannya. Kuturuti permintaan mereka. Aku pun ingin berbahagia-bahagia semacam mereka mengikuti suasana hingar bingar musik. Kulihat penyanyi wanita di panggung meliuk-liukan tubuhnya dengan gerakan erotis mengikuti irama musik padang pasir yang dimainkan grup musik. Persis semacam penari ular. Suasana terus heboh. Pengunjung lain, pria, wanita mulai ikut-ikutan berjoget. Ada yang berpelukan, bahkan berciuman. Mereka tidak malu melakukan itu di depan umum.
Suasana ini melanda di meja tempat kami. Mbak Rini tanpa diduga menyodorkan wajahnya persis didepan mukaku serta disambut oleh Mas Rudy dengan ciuman di bibirnya. Aku terpana melihat aksi mereka di depanku. Mereka asyik berciuman. Saling mengulum. Seolah aku tidak hadir di depannya. Sungguh gila kenasiban di kota ini. Aku tidak menyangka bakal sejauh ini. Begitu bebas. Ciuman mereka nampaknya terus memanas. Pandanganku terus kabur. Mungkin minuman yang kuteguk tadi mulai mempengaruhiku. Tubuhku terasa kelu. Serta entah kenapa pemandangan di depanku membikin diriku bergairah. Kulihat mereka asyik sekali berciuman. Membikinku iri.
Entah bermimpi alias tidak, kurasakan sesuatu bergerak di bawah meja. Meraba-raba lututku serta merayap perlahan, menelusup ke balik rokku, menggerayangi pahaku. Kutahu itu tangan Mas Rudy. Aku tercekat. Tidak lebih ajar lelaki ini! kutukku dalam hati. Pura-pura berciuman dengan wanita lain sementara tangannya menggerayang nakal di atas pahaku. Kutepiskan tangan itu dari balik rokku. Mas Rudy hanya mengerlingkan matanya padaku sementara bibirnya tidak sempat lepas dari bibir Mbak Rini. Gila semua! Pekikku dalam hati mengutuk lakukanan mereka.
Kelihatannya Mbak Rini tahu apa yang dilakukan Mas Rudy tehadapku. Ia tersenyum padaku sambil menganggukan kepala. Entah apa maksudnya. Kemudian kurasakan kembali gerayangan di atas pahaku, tetapi hari ini bukan hanya dari segi kiriku tetapi juga dari segi kanan tempat Mbak Rini. Oh.. dunia ini terus kacau! Masa Mbak Rini pun berselera kepadaku sesama perempuan? Aku semacamnya terpesona oleh gerayangan tangan Mbak Rini yang begitu lembut serta mesra. Aku tidak berani menepis tangannya yang terus naik menuju pangkal pahaku.
Mereka menghentikan ciumannya serta melirik bersama-sama kepadaku. Aku balas memandang tatapan mereka. Kulihat kilatan bola mata mereka memancarkan gairah. Tiba-tiba saja, mereka mencium pipiku dari kanan-kiri. Aku berteriak memprotes lakukanan mereka. Teriakanku nampaknya tenggelam di tengah kegaduhan musik di café itu. Tamu-tamu lain pun tidak ada yang memperhatikan lakukanan kami. Mereka sibuk dengan keasyikannya masing-masing.
Kurasakan gerayangan tangan mereka terus nakal, khususnya tangan Mbak Rini yang mulai luar biasa celana dalamku. Aku tercekat serta tubuhku terlonjak. Saat itulah dengan mudahnya, Mbak Rini memelorotkan celana dalamku hingga turun hingga ke lututku. Aku berteriak
“Mbak.. apa-apaan?!”
Mbak Rini tidak berkomentar malah terus menciumi pipiku serta bergeser ke bibirku. Aku sangatlah kelabakan dikeroyok mereka. Mas Rudy tidak tinggal diam. Bibirnya menciumi leherku dari samping kiri sementara tangannya yang lain meraba-raba dadaku. Aku ingin menangis rasanya diperlakukan semacam ini di muka umum.
Tetapi wajib kuakui, mereka terbukti sangatlah lihai memperlakukanku. Penuh kelembutan. Tidak ada pemaksaan. Hanya aku saja yang tidak berani berontak. Tenagaku semacamnya hilang entah kemana. Tubuhku terasa lunglai. Pengaruh minuman itu terus terasa menguasai pikiran jernihku. Cumbuan hangat mereka membikin tubuhku serasa terbakar. Aku mulai terbuai, terpesona oleh perasaanku sendiri. Apalagi Mas Rudy tidak henti-hentinya membisikan rayuan serta pujian di telingaku.
“Kamu cantik sekali sayang.., tubuhmu sangatlah seksi.. sangat merangsang..” rayunya seraya mencopot kancing blouseku untuk kemudian menelusupkan tangannya ke dalam.
Menggerayangi buah dadaku yang tetap tertutup kutang. Diremasnya dengan lembut. Kurasakan jemari tangannya mengelus-elus kulit tahap atas dadaku yang terbuka untuk kemudian menelusup ke balik kutangku. Tanpa sadar aku melenguh.
Aku mulaui terbawa arus permainan mereka. Gairahku kembali timbul seusai lumayan lama terpendam sejak perselingkuhanku dengan Kang Hendi beberapa bulan yang lalu. Bergelora penuh gairah. Tubuhku berdenyut-denyut oleh nafsu birahiku sendiri. Darahku berdesir kencang, terlebih saat tangan Mbak Rini mengelus-elus bibir kemaluanku. Kurasakan daerah itu mulai basah. Aku merasakan sesuatu yang lain dari sentuhan tangan Mbak Rini. Semacamnya ia tahu persis titik-titik kenikmatan di daerah itu. Sangatlah indah, hingga-sampai aku tidak sadar mengerang lirih sambil terbuktigil namannya.
“Ya sayang..” jawabnya dengan lirih pula. Terdengar nafasnya mulai tersengal-sengal. Ia lalu berbisik padaku untuk mencari tempat yang lebih bebas serta kemudian disetujui oleh Mas Rudy.
Aku telah tidak perduli mau dibawa kemana serta aku tidak ingat bagaimana ia membawaku sebab begitu mataku terbuka aku telah berada di atas ranjang empuk di dalam kamar yang dipenuhi oleh beberapa peralatan mewah. Lampu yang bersinar temaram menolong pandangan mataku untuk melihat ke sekeliling.
Kulihat disamping ranjang Mas Rudy tengah menolong Mbak Rini melepaskan pakaiannya. Dengan refleks, aku melihat terhadap diriku sendiri serta luar biasa nafas lega ketika kutahu pakaianku tetap lengkap menempel di tubuhku, hanya saja kancing blouseku telah terlepas beberapa buah sementara rokku tersingkap menunjukan kemulusan pahaku. Sedangkan kedua kakiku menekuk sebatas lutut jadi dari arah mereka bisa terkesan tahap dalam ujung pangkal pahaku yang tetap tertutup celana dalam.
Aku melihat adegan mereka. Pakaian Mbak Rini telah terlepas semuanya. Dalam hati aku mengagumi keindahan tubuhnya yang telah telanjang bulat itu. Buah dadanya tidak sebear milikku tapi mempunyai bentuk yang indah serta nampak lebih membusung sebab tubuhnya lebih kecil dibandingkan diriku. Pinggulnya membentuk lekukan sempurna diimbangi oleh buah pantatnya yang bulat penuh. Perutnya rata. Selangkangannya dipenuhi oleh rambut hitam legam yang begitu rimbun. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Aku merasakan abnormalitas dalam getaran tubuhku saat memandang tubuh Mbak Rini.
Jantungku berdegub terus kencang melihat aksi Mbak Rini mencium Mas Rudy dengan penuh gairah. Kedua tangannya bergerak cekatan mempreteli baju serta celana Mas Rudy. Tontonan ini terus mendebarkan. Gairahku terpancing melihat tubuh Mas Rudy yang tetap oke meski telah tua. Kemaluanku terus berdenyut-denyut melihat tangan Mbak Rini menelusup ke balik celana Mas Rudy sambil menunjukan ekspresi kaget di wajahnya.
Aku terus penasaran oleh apa yang telah ditemukannya. Ia melirik padaku yang tergolek di ranjang sambil menunjukan ekspresi wajah penuh kekaguman. Tanpa sadar, aku bangkit untuk melihatnya. Aku jadi penasaran melihat Mbak Rini semacam sengaja menyembunyikannya dari pandanganku. Aku baru terpekik kaget begitu Mbak Rini sambil menyeringai bahagia mengeluarkan sesuatu dari balik celana Mas Rudy dalam genggaman kedua tangannya.
Dari balik celana Mas Rudy keluar batang kemaluannya yang telah kencang dengan ukuran yang luar biasa. Panjang serta besar! Padahal kedua tangan Mbak Rini telah menggengamnya penuh tapi tetap terkesan sisa beberapa senti di atasnya. Panjang sekali! Mbak Rini tersenyum bahagia semacam anak kecil memperoleh mainan. Mengocoknya naik turun sambil melambai-lambaikan batang itu ke arahku. Seolah ingin menunjukan kepadaku alangkah bahagianya ia memperoleh batang kont0l sebesar itu.
Aku hanya bisa menelan ludah sendiri menyaksikan semua itu. Sementara kulihat Mas Rudy mengerling padaku sambil tersenyum bangga dengan apa yang dimilikinya. Aku balas tatapan itu dengan menjilati bibir dengan lidahku. Kuingin ia tahu alangkah besarnya keinginanku untuk menjilatinya. Kulihat bola matanya berbinar melihat aksi genitku yang membikinnya bergairah. Kelihatannya ia ingin segera meloncat ke atas ranjang tempatku berbaring dengan posisi yang menggairahkan. Tetapi Mbak Rini menahannya di sana. Wanita itu langsung berjongkok di hadapan Mas Rudy serta menjilati batang itu dengan penuh nafsu. Kepala Mas Rudy menoleh ke belakang sambil mengerang kenikmatan merasakan jilatan lihai lidah Mbak Rini di sekujur batangnya. Dari bawah naik ke atas, mengulum-ngulum kepalanya untuk kemudian turun kembali ke bawah menjilati buah pelernya. Kepalaku terasa pening melihat aksi Mbak Rini.
Nafsuku mulai terasa di ubun-ubun. Aku diam di ranjang melihat permainan mereka sambil meremas-remas dadaku sendiri. Aksiku luar biasa perhatian Mas Rudy. Tangannya mencoba menggapai ke arahku tetapi tidak hingga. Aku sengaja membusungkan dadaku memndekati ujung tangannya yang hanya tinggal beberapa senti lagi. Jemarinya mencoba meraih tetapi tetap tidak hingga. Aku tersenyum menggoda. Aku ingin Mas Rudy terangsang oleh godaanku. Jemariku mencopot kancing blouse satu per satu sambil menatap penuh gairah kepadanya.
“Ooohh.. luar biasa.. ngghh..” erangnya merasakan kenikmatan serta rangsangan yang diberbagi oleh dua orang perempuan cantik nan seksi sekaligus.
Mbak Rini terus semangat dengan aksinya. Mulutnya telah penuh dengan batang kont0l Mas Rudy. Dihisap-hisap. Dikulum-kulum dengan penuh kenikmatan. Aku iri melihatnya. Aku lalu bangkit dari ranjang serta menghampiri mereka. Kupeluk tubuh Mas Rudy dari belakang. Menciumi bahu serta punggungnya yang kokoh, sementara kedua tanganku menggapai ke atas dadanya yang berotot. Aku bisa merasakan dadanya yang dipenuhi bulu-bulu halus. Spontan saja aku langsung mengelus-elusnya. Kemudian tanganku bergerak merambahi lengan Mas Rudi. Lengan itu terasa begitu kencang, dengan otot-ototnya yang bersembulan. Kuelus serta kumainkan bisepnya yang tebal serta padat itu.
Wajah Mas Rudy menoleh ke samping mencari-cari bibirku untuk dikulum. Aku sengaja menghindar. Menggodanya. Ia terus terangsang. Kubiarkan saja semacam itu. Tanganku pun merayap ke arah perutnya. Meski telah berusia tetapi perutnya tidak buncit, sama dengan tahap tubuhnya yang lain, tampak kokoh dengan otot-ototnya yang keras serta pejal. Ia nampaknya rajin berolah raga jadi tetap mempunyai tubuh semacam model pria di majalah kebugaran.
Kurasakan perutnya bergetar luar biasa mengikuti rayapan nakal jemariku. Kupermainkan bulu-bulu lebat di seputar selangkangannya. Aku sengaja tidak meraba batang kont0lnya yang tengah dikulum Mbak Rini meski kutahu tentu ia sangat mengharapkan sentuhan tanganku pada batangnya. Kudengar ia melenguh terbuktigil namaku. Ia rupanya tersiksa oleh godaanku. Aku tersenyum penuh kemenangan. Entah kenapa dalam lubuk hatiku, aku ingin memberinya lebih dari apa yang diberbagi Mbak Rini pada Mas Rudy saat itu. Inilah mungkin persaingan di antara wanita yang tidak sempat disadari oleh kaumku.
Aku lalu berpindah ke depan mereka diiringi tatapan Mas Rudy yang begitu penasaran dengan apa yang bakal kulakukan. Aku ikut berjongkok di belakang Mbak Rini. Kupeluk wanita itu dari belakang. Mbak Rini menoleh sebentar untuk kemudian meneruskan kulumannya. Kudengar ia merintih saat tanganku memeluk buah dadanya. Kuremas dengan lembut sambil memilin putingnya yang telah mengacung keras. Aksiku tidak sempat luput dari pandangan Mas Rudy. Kuciumi punggung Mbak Rini. Sekali-sekali kugigit perlahan. Ia mengaduh. Tapi nampaknya tidak merasa kesakitan malah sebaliknya. Ia terangsang sebab kurasakan putingnya terus mengeras.
Tanganku merayap lebih jauh. Turun ke bawah menelusuri permukaan perutnya. Lalu mengelus-elus bulu kemaluannya. Jemariku segera menelusuri garis bibir kemaluannya. Mbak Rini melenguh merasakan permainan jemariku. Ia telah basah. Jemariku merasakan daerah itu telah sangat licin jadi dengan mudah telunjuk jariku melesak ke dalam liangnya. Kutekan perlahan. Jemariku bergerak keluar masuk untuk kemudian menusuk lebih dalam.
Pinggul Mbak Rini bergoyang semacam gerakan bersenggama mengimbangi tusukan jariku. Kugeser-geser dadaku ke atas punggungnya. Buah dadaku terasa terus membusung oleh desakan nafsu birahi. Meski tetap terkendala oleh pakaian, tetapi terasa hingga ke hatiku. Aku ikut-ikutan melenguh menimpali erangan Mbak Rini yang tengah disetubuhi oleh jariku. Kupermainkan kelentitnya. Aku tahu persis kelemahannya, tahu mana titik-titik yang bisa membikinnya mem3kik penuh kenikmatan. Sama persis semacam yang ada di tubuhku. Sebab kami sama-sama wanita.
Mas Rudy terperangah dengan aksi kami berdua di bawah. Pemandangan dihadapannya terus membikin Mas Rudy terangsang hebat. Mungkin baru hari ini ia bercinta dengan dua wanita sekaligus serta tidak sempat membayangkan bakal demikian dahsyat rangsangan yang dirasakannya.
“Oh.. anda berdua sungguh luar biasa..” katanya dengan suara tersengal.
“Ayolah kami pindah ke ranjang. Aku telah tidak kuat lagi.. ngghh..” pintanya kemudian.
Kami lalu berpindah ke ranjang. Mas Rudy mengambil posisi telentang, sementara aku berbaring di sampingnya sambil berciuman dengannya. Mbak Rini rupanya belum mau melepaskan kuluman pada kont0lnya. Ia tetap asyik mengemot-emot batang itu. Kedua tangannya tidak sempat berhenti mengocok. Luar biasa pertahanan Mas Rudy. Ia belum menunjukan tanda-tanda bakal mencapai puncaknya. Padahal Mbak Rini telah mengeluarkan semua performanya menghisap kont0l itu. Ia penasaran sekali.
Aku serta Mas Rudy kembali berciuman. Kurasakan tangan kekarnya bergerak lincah mempreteli kancing blouseku hingga terlepas. Ia lalu meraih kaitan kutang di punggungku serta melepaskannya. Mas Rudy melenguh penuh kekaguman begitu kedua buah dadaku yang membusung penuh tumpah dari kutangku. Kedua tangannya segera meringkus buah dadaku. Meremas-remas seraya mengatakan alangkah kenyal serta montoknya buah dadaku. Ia tidak berhnti memuji-muji kecantikan tubuhku. Bibir langsung berpindah ke atas payudaraku. Menciumi keduanya serta menjilat-jilat putingku. Aku meringis keenakan menghadapi lumatan pada putingku. Tangannya meraih tanganku untuk dibimbing ke arah kont0lnya.
Mbak Rini lalu melepaskan kulumannya serta membiarkan aku menggenggam kont0lnya. Ia bangkit serta mengambil posisi jongkok mengangkangi Mas Rudy. Liang mem3knya persis di atas kont0l yang tengah kupegang. Kuacungkan persis menempel di mulut liangnya. Aku melirik ke arah Mbak Rini serta memberi tanda supaya menurunkan tubuhnya. Mbak Rini melenguh panjang saat ujung kepalanya menerobos masuk bibir kemaluannya.
“Oohh.. gedee.. bangeett.. uugghh.. enaakkhh..!” rintih Mbak Rini penuh kenikmatan.
Kulihat batang yang lebih besar dari pergelangan tanganku itu melesak ke dalam liang Mbak Rini yang sempit. Batang itu baru masuk setengahnya. Mbak Rini telah kelihatan gelagapan. Kelihatannya tidak bakal muat. Mbak Rini menggoyang-goyang pantatnya sambil bergerak turun naik. Sedikit demi sedikit gerakan itu menolong batang Mas Rudy masuk lebih dalam lagi. Mbak Rini baru menjerit lega seusai merasakan batang itu masuk seluruhnya. Ia tampak puas bisa membenamkan seluruhnya. Seusai itu ia beergerak naik turun. Telihat lambat sekali. Ketika naik rasanya tidak hingga-sampai ke ujungnya. Begitu pula saat turun. Terasa lama sekali baru mentok hingga ke dasarnya.
Aku terpesona melihatnya sambil berpikir apakah liangku sanggup menerimanya. Aku tidak bisa berpikir lama sebab tangan Mas Rudy bergerak terus nakal. Rokku telah dipelorotkannya sekaligus dengan celana dalamku. Aku saat ini telah telanjang bulat semacam mereka berdua. Kurasakan jemari besar serta lembut Mas Rudy menusuk-nusuk liang mem3kku. Mulutnya tidak sempat berhenti mengemoti puting susuku. Kenikmatan di dua tempat ini sangatlah luar biasa. Rangsangan dahsyat menyebar ke sekujur tubuhku. Cairan pelumas dari liang mem3kku terus membanjir jadi memperlancar laju keluar masuk tusukan jari Mas Rudy. Menyentuh seluruh relung vaginaku. Kelentitku dipermainkan sedemikian rupa. Tubuhku terlonjak-lonjak saking keenakan. Pinggulku bergoyang, berputar serta bergerak maju mundur mengikuti irama tusukannya.
“Ganti posisi Mbak..” kata Mas Rudy tiba-tiba.
Ia bangkit sembari menurunkan tubuh Mbak Rini yang tengah asyik menungganginya.
Kulihat Mbak Rini semacamnya tahu apa keinginan Mas Rudy. Ia langsung mengambil posisi merangkak di atas ranjang, bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk sementara pantatnya menungging ke atas. Mas Rudy mengambil posisi di belakangnya. Ia tekan punggung Mbak Rini jadi wajahnya menyentuh ranjang. Pantatnya yang bulat penuh itu terus menungging. Mas Rudy bergumam tidak jelas sambil menatap penuh nafsu liang mem3k Mbak Rini yang telah menganga lebar dari tahap belakangnya. Mas Rudy memegangi kont0lnya serta diarahkan ke liang itu. Tubuhnya segera didorong ke depan. Mbak Rini melenguh semacam sapi yang sedang diperah. Mulutnya menganga sambil mengaduh sebab merasakan liangnya dijejali benda keras, panjang serta besar milik Mas Rudy.
Aku iri melihat kenikmatan yang diperolehnya. Aku diam tidak bergerak menyaksikan persetubuhan mereka. Nafsuku terus memuncak. Kedua tanganku dengan refleks meremas buah dadaku sendiri. Mas Rudy melihat lakukananku. Ia menyuruhku untuk bergabung. Mbak Rini segera luar biasa tubuhku hingga telentang persis di bawahnya. Kedua kakiku dibukanya lebar-lebar kemudian wajah Mbak Rini mendekati pangkal pahaku. Aku berdebar menunggunya. Kemudian kurasakan jilatan lidahnya di bibir kemaluanku. Tubuhku bergetar hebat. Luar biasa! Baru hari ini aku merasakan lidah perempuan menjilati mem3kku. Tubuhku meggeliat-geliat antara geli serta nikmat. Mbak Rini terbukti luar biasa. Ia lihai sekali memberbagi rangsangan padaku. Lidahnya menjilat-jilat kelentitku.
Pantatku terangkat tinggi-tinggi begitu kurasakan desakan luar biasa dari dalam tubuhku. Begitu kencang serta kuat hingga aku tidak bisa menahannya. Aku menjerit lirih sambil menggigit bibirku sendiri. Semburan demi semburan memancar dari liang mem3kku. Aku mencapai puncak kenikmatan hanya dalam beberapa kali jilatan saja. Kulihat ke bawah wajah Mbak Rini terus terbenam di antara selangkanganku. Mulutnya mengecup-ngecup cairan yang meleleh dari liangku. Menghirupnya dalam-dalam. Ia dengan penuh gairah membersihkan ceceran cairanku di kurang lebih kemaluanku.
“Oohh.. Mbak Rinii.. ngghh.. mmppffhh..” rintihku sambil menjambak rambutnya serta menekan kepalanya ke dalam selangkanganku.
Sementara di belakang sana, Mas Rudy dengan gagahnya menghujamkan senjata terus menerus. Pinggulnya meliuk-liuk serta bergerak maju mundur dengan kecepatan penuh. Mbak Rini hingga kelabakan mengimbangi keperkasaan pria tua yang jantan itu. Selang beberapa detik kemudian Mbak Rini melenguh panjang. Tubuhnya berkelojotan. Nampaknya ia pun telah mencapai puncak kenikmatannya sendiri. Tubuhnya langsung lunglai serta terjatuh di sampingku. Aku segera menghujaninya dengan ciuman. Bibirnya kukulum. Buah dadanya kuremas-remas. Lenguhannya bertambah keras bahkan setengah menjerit. Ia balas memeluk tubuhku. Mengerayangi buah dadaku. Memilin-milin putingku.
Aku merasakan gairahku timbul kembali. Kami bergumul dengan panasnya. Aku melirik ke arah Mas Rudy yang terpana menyaksikan aksi kami. Batang kont0lnya nampak tetap keras, mengacung dengan gagahnya. Aku biarkan dirinya melihat kami. Perhatianku tersita semuanya oleh cumbuan Mbak Rini. Tubuhku menyambut hangat kecupan panasnya. Aku telah tidak lagi memperhatikan Mas Rudy.
Aku tidak sempat menyangka bahwa Mbak Rini mempunyai kecenderungan untuk bercinta dengan sesama perempuan pula tidak hanya dengan lelaki. Bi-sex, kata orang. Aku pun sebetulnya tidak sempat berpikir bakal bercinta dengan sesama perempuan serta tidak sempat membayangkan bakal kenikmatannya. Nyatanya rasanya terbukti lain dari pada yang lain. Aku tidak kalah hangatnya menyambut cumbuan Mbak Rini. Dadaku seakan mau meledak oleh rangsangan luar biasa yang bergolak dalam tubuhku. Bibir Mbak Rini terus-terusan menghisap puting susuku. Aku menggeliat-geliat saking enaknya.
Kenikmatanku terus betambah saat kurasakan bibir kemaluanku digesek-gesek oleh moncong kepala kont0l Mas Rudy yang mulai ikut bergabung dengan kami. Ya ampun! Aku berteriak dalan hati saking keenakan. Mana sempat kualami kenikmatan luar biasa semacam yang sedang kurasakan saat ini.
“Auuww!” aku merintih saat merasakan kont0l Mas Rudy menyeruak di antara bibir kemaluanku yang tetap rapat.
Rasanya membikinku tersedak dijejali kont0l sebesar itu. Kubuka kedua kakiku lebar-lebar untuk memberbagi jalan padanya. Pinggulku berkutat supaya kont0l itu masuk seluruhnya. Aku bisa luar biasa nafas lega melihat Mas Rudy mulai lancar menggoyang pantatnya. Ruang vaginaku terasa penuh. Gesekan urat-urat batang Mas Rudy hingga terasa ke ulu hati. Ujung kepalanya menyodok-nyodok tahap terdalam vaginaku.
Aku hingga kehabisan nafas mengimbangi goyangan Mas Rudy. Ia sangatlah perkasa. Aku takluk padanya. Tubuhku serasa dipanggang oleh kont0l panjangnya. Otot-otot vaginaku kukedut-kedut. Mas Rudy mengerang merasakan kenikmatan kedutanku menghisap-hisap kont0lnya. Baru tahu rasa sekarang, ujarku dalam hati. Bakal kubikin KO dia, ancamku dalam hati dengan gemas.
Kuingin ia segera menyemprotkan air maninya dalam vaginaku. Kuingin merasakan kekuatan semprotannya. Kuingin ia tumbang dalam pelukannku. Aku bergoyang sekuat tenaga. Kupelintir batang kont0lnya dalam mem3kku. Kulihat Mas Rudy megap-megap. Aku terus bersemangat. Pinggulku berputar semacam gasing. Meliuk-liuk liar. Kurasakan tubuhnya mulai berkelojotan. Aku telah tidak memperhatikan Mbak Rini yang sibuk mencumbui tubuhku. Aku lebih berkonsentrasi untuk membikin Mas Rudy mencapai orgasme secepatnya.
Upayaku belum juga menunjukan hasil. Mas Rudy nampak tetap perkasa menggenjotku. Belum terkesan tanda-tanda ia bakal orgasme. Aku terus frustrasi melihatnya, sebab lama kelamaan aku sendiri yang kewalahan. Aku telah merasakan desiran kuat dalam tubuhku. Aku panik oleh gejolakku sendiri. Kucoba bersi kukuh sekuat mungkin, tetapi batang kont0l Mas Rudy tetap terus menusuk-nusuk dengan cepatnya. Gesekan kulit batangnya yang keras serta gerinjal urat-uratnya pada kelentitku, membikin pertahananku ambrol paad akhirnya. Aku berteriak sekuat tenaga saat ajaran deras menyembur dari dalam diriku. Aku menyerah, pasrah serta membiarkan otot-ototku melemas, melepaskan orgasmeku yang meledak-ledak.
“Masukiinn.. semuaannyaa..!” Jeritku seraya luar biasa pantat Mas Rudy ke dalam selangkanganku jadi kont0lnya melesak masuk seluruhnya.
Kurasakan semburan demi semburan memancar dari dalam liangku. Sementara Mbak Rini mengelus-elus wajahku seolah sedang menenangkan diriku yang tengah menghadapi amukan kobaran api birahi. Aku baru bisa mengambil nafas lega beberapa menit kemudian. Tulang-tulangku serasa pada copot. Aku terkulai lemas. Tenagaku terkuras habis dalam pertempuran tadi.
Mas Rudy lalu mencabut batangnya dari liangku. Ia nampak tetap perkasa, mengacung gagah. Kepalanya mengkilat sebab cairan milikku. Mbak Rini menoleh ke arahnya, kemudian kepadaku semacamnya meminta bantuanku untuk ‘mengeroyok’ lelaki yang telah membikin kami berdua luluh lantak. Aku mengangguk serta segera bangkit menghampiri Mas Rudy. Kutarik tubuh atletisnya yang telah licin sebab keringatnya, supaya berbaring telentang di ranjang. Bibirku langsung menyerbu daerah selangkangannya. Aku telah tidak sabar ingin melumat batang kont0lnya. Kuselomoti dengan rakus hingga terdengar suara kecipakan air liurku. Sementara Mbak Rini mengawali cumbuannya di tahap dadanya. Menjilati puting susunya yang besar. Menyusur terus ke bawah serta bergabung denganku menggumuli batangnya.
“Ouuhh.. sedaapp..” Pekik Mas Rudy melihat dua perempuan cantik saling berebut menciumi kont0lnya.
Mbak Rini kebagian ujung kepalanya, sementara aku menjilati batang serta buah pelernya. Kami berdua saling berlomba memberbagi kenikmatan terhadap Mas Rudy. Kami kemudian bergiliran. Aku tahap atas, Mbak Rini tahap bawah. Seterusnya bergantian hingga beberapa menit lamanya. Ketika kami merasakan Mas Rudy menggelinjang serta mengerang semacam menahan sesuatu, dengan cara berbarengan mulut kami menciumi moncong kont0lnya dari samping. Kedua tangan kami mengocok batangnya.
“Ouuhh.. saa.. yaa.. ke.. ke.. kelu..” belum sempat ucapannya beres, nampak cairan kental serta hangat menyemprot keras dari moncongnya.
Tubuhnya menghentak-hentak seiring dengan semburan air maninya yang tidak henti-henti muncrat. Wajah kami belepotan disirami air maninya yang keluar begitu tidak sedikit. Mbak Rini menghisap terus dengan rakusnya. Lidahnya menjilat-jilat hingga bersih batang itu dari ceceran air maninya. Sedangkan aku mengocoknya seakan mau memeras kont0l itu hingga habis cairannya.
Seusai membersihkan cipratan air mani di wajah, lalu kami menjatuhkan diri di kiri serta kanan tubuh Mas Rudy sambil memeluknya. Kami sangatlah kecapaian. Mata terasa berat sebab kantuk. Samar-samar kudengar Mas Rudy mengatakan,
“Kalian terbukti luar biasa. Saya sangatlah puas bersama kalian..”
Kami tidak tahu apa lagi yang dibicarakannya sebab telah terbang melayang dalam mimpi indah. Senyum kepuasan tersungging dari bibirku serta Mbak Rini. Pengalaman yang sungguh tiada duanya
Share: