388cash388cash

Cerita Sex Hot: Diperkosa Majikan Yang Lagi Horny


Kisahku mungkin biasa saja, yakni mengenai pesuruh rumah tangga yg diperkosa maapabilannya. Terbukti tdk ada yg istimewa kalau cuma kejadian seperti itu, tetapi yg membikin kisahku unik merupakan sebab aku tdk hanya diperkosa maapabilanku sekali. Tetapi, setiap kali ganti maapabilan hingga 3 kali aku rutin mengalami perkosaan. Baik itu perkosaan kasar maupun halus. Aku bakal menceritakan kisahku itu setiap maapabilan dlm satu cerita.

Begini kisahku dgn maapabilan pertama yg kubaca lowongannya di koran. Dirinya mencari prt utk mengurus rumah kontrakannya sebab ia sibuk bekerja. Aku harus membersihkan rumah, memasak, mencuci, belanja dll, pokoknya seluruh pekerjaan rumah tangga. Untungnya aku menguasai semuanya jadi tdk menyulitkan. Apalagi gajinya lumayan besar plus aku leluasa makan, minum dan berobat kalau sakit.

Manajer kurang lebih 35 tahunan itu bernama Pak S, asal Medan dan sedang ditugasi di kotaku membangun sebuahpabrik. Mungkin kurang lebih 2 tahun baru proyek itu berakhir dan selagi itu ia mendapat fasilitas rumah kontrakan. Ia sendirian. Istri dan anaknya tidak dibawa dan sebab takut mengganggu sekolahnya kalau berpindah-pindah.

Sebagai wanita Jawa berumur 25 tahun mula-mula aku agak takut menghadapi kekasaran orang etnis itu, tetapi seusai berbagai minggu akupun terbiasa dgn logat kerasnya. Pertama dulu terbukti kukira ia marah, tetapi kini aku tahu bahwa kalau ia bersuara keras terbukti telah pembawaan. Kadang ia bekerja hingga malam. Sedangkan kebiasaanku setiap petang merupakan menantikannya seusai menyiapkan makan malam. Sambil menantikan, aku nonton TV di ruang tengah, sambil duduk di hamparan permadani lebar di situ. Begitu suara mobilnya terdengar, aku bergegas membuka pintu psupaya dan garasi dan menutupnya lagi seusai ia masuk.
“Tolong siapkan air panas, Tri,” suruhnya sebuahpetang,

“Aku tidak lebih enak badan.” Akupun bergegas menjerang air dan menyiapkan bak kecil di kamar mandi di kamarnya.
Kulihat ia menjatuhkan diri di kasurnya tanpa melepas sepatunya. Seusai mengisi bak air dgn air secukupnya aku berbalik keluar. Tp menonton Pak Siregar tetap tiduran tanpa melepas sepatu, akupun berinisiatif.
“Sepatunya dilepas ya, pak,” kataku sambil menjangkau sepatunya.

“Heeh,” sahutnya mengiyakan. Kulepas sepatu dan kaos kakinya lalu kuletakkan di bawah ranjang.
“Tubuh bapak panas sekali ya?” tanyaku sebab merasakan hawa panas keluar dari tubuhnya.
“Bapak masuk angin, mau sy keroki?” tawarku sebagaimana aku tidak jarang perbuat di dlm keluargaku bila ada yg masuk angin.

“Keroki bagaimana, Tri?” Baru kuingat bahwa ia bukan orang Jawa dan tdk tahu apa itu kerokan. Maka sebisa mungkin kujelaskan.
“Coba saja, tp kalau sakit aku tidak mau,” katanya. Aku menyiapkan peralatan lalu menuangkan air panas ke bak mandi.
“Sekarang bapak cuci muka saja dgn air hangat, tdk usah mandi,” saranku.
Dan ia menurut. Kusiapkan handuk dan pakaiannya. Sementara ia di kamar mandi aku menata kasurnya utk kerokan. Tidak lama ia keluar kamar mandi tanpa baju dan hanya membalutkan handuknya di tahap bawah. Aku agak jengah. Sambil menggeletakkan diri di ranjang ia menyuruhku,
“Tolong kau ambil handuk kecil lalu basahi dan seka badanku yg berkeringat ini.” Aku menurut.
Kuambil washlap lalu kucelup ke sisa air hangat di kamar mandi, kemudian seperti memandikan bayi dadanya yg berbulu lebat kuseka, tergolong ketiak dan punggungnya sekalian.
“Bapak mau makan dulu?” tanyaku.
“Tak usahlah. Kepala pusing gini mana ada nafsu makan?” jawabnya dgn logat daerah, “Cepat kerokin aja, lalu aku mau tidur.”
Maka ia kusuruh tengkurap lalu mulai kuborehi punggungnya dgn minyak kelapa campur minyak kayu putih. Dgn hati-hati kukerok dgn uang besi lima puluhan yg halus. Punggung itu terasa keras. Aku berusaha supaya ia tdk merasa sakit. Sebentar saja warna merah telah menggarisi punggungnya. Dua garis merah di tengah dan lainnya di segi kanan.
“Kalau susah dari samping, kau naik sajalah ke atas ranjang, Tri,” katanya mengenal posisiku mengerokku tidak lebih enak. Ia lalu menggeser ke tengah ranjang.
“Maaf, pak,” akupun memberanikan diri naik ke ranjang, bersedeku di samping kanannya lalu berpindah ke kirinya seusai tahap kanan berakhir.
“Sekarang dadanya, pak,” kataku.
Lalu ia berguling membalik, entah sengaja entah tdk handuk yg membalut pahanya nyatanya telah kendor dan ketika ia membalik handuk itu terlepas, kontan nampaklah k0ntolnya yg lumayan besar. Aku jadi tergagap malu.
“Ups, maaf Tri,” katanya sambil membetulkan handuk menutupi kemaluannya itu.
Sekedar ditutupkan saja, tdk diikat ke belakang. Sebagian pahanya yg berbulu nampak kekar.
“Eh, kalian belum sempat lihat barangnya laki-laki, Tri?”
“Bbb..belum, pak,” jawabku. Selagi ini aku baru menonton punya adikku yg tetap SD.
“Nanti kalau telah kawin kalian pasti terbiasalah he he he..” guraunya.
Aku tersipu malu sambil melanjutkan kerokanku di dadanya. Bulu-bulu dada yg tersentuh tanganku membikinku agak kikuk. Apalagi sekilas nampak Pak S malah menatap wajahku.
“Biasanya orang desa seusia kau telah kawinlah. Kenapa kau belum?”
“Sy pingin kerja dulu, pak.”
“Kau tidak ingin kawin?”
“Ingin sih pak, tp kelak saja.”
“Kawin itu enak kali, Tri, ha ha ha.. Tidak mau coba? Ha ha ha..” Wajahku pasti merah panas.
“Telah berakhir, pak,” kataku menyelesaikan kerokan terbaru di dadanya.
“Sabar dululah, Tri. Jangan buru-buru. Kerokanmu enak kali. Tolong kau ambil minyak gosok di mejaku itu lalu gosokin dadaku biar hangat,” pintanya.
Aku menurut. Kuambil minyak gosok di meja lalu kembali naik ke ranjang memborehi dadanya.
“Perutnya juga, Tri,” pintanya lagi sambil sedikit memerosotkan handuk di tahap perutnya.
Pelan kuborehkan minyak ke perutnya yg agak buncit itu. Handuknya nampak bergerak-gerak oleh benda di bawahnya, cerpensex.com dan dari sela-selanya kulihat rambut-rambut hitam. Aku tidak berani membayangkan benda di bawah handuk itu. Tetapi bayangan itu segera jadi kenyataan ketika tangan Pak S meringkus tanganku sambil berbisik,
“Terus gosok hingga bawah, Tri,” dan menggeserkan tanganku terus ke bawah hingga handuknya ikut terdorong ke bawah.
Nampaklah rambut-rambut hitam lebat itu, lalu.. tanganku dipaksa berhenti ketika mencapai zakarnya yg menegang.
“Jangan, pak,” tolakku halus.
“Tak apa, Tri. Kau hanya mengocok-ngocok saja..” Ia menggenggamkan k0ntolnya ke tanganku dan menggerak-gerakkannya naik turun, seperti mengajarku bagaimana mengonaninya.
“Jangan, pak.. jangan..” protesku lemah. Tp aku tidak dapat beranjak dan hanya menuruti perlakuannya. Hingga aku mulai mahir mengocok sendiri.
“Na, gitu terus. Aku telah lama tidak ketemu istipsu, Tri. Telah tidak tahan mau dikeluarin.. Kau harus bantu aku..
Kalau onani sendiri aku telah susah, Tri. Harus ada orang lain yg mengonani aku.. Tolong Tri, ya?” pintanya dgn halus. Aku jadi serba salah.
Tp tanganku yg menggenggam terus kugerakkan naik turun. Kini tangannya telah berada di segi kanan-kiri tubuhnya. Ia menikmati kocokanku sambil merem melek.
“Oh. Tri, nikmat kali kocokanmu.. Iya, pelan-pelan aja Tri. Tidak butuh tergesa-gesa.. oohh.. ugh..” Tiba-tiba tangan kanannya telah menjangkau tetekku dan meremasnya. Aku kaget,
“Jangan pak!” sambil berkelit dan menghentikan kocokan.
“Maaf, Tri. Aku sangatlah tidak tahan. Biasanya aku langsung peluk istipsu. Maaf ya Tri. Kini kau kocoklah lagi, aku tidak nakal lagi..” Sambil tangannya mengajar tanganku kembali ke arah zakarnya.
Aku beringsut mendekat kembali sambil takut-takut. Tp nyatanya ia memegang perkataannya. Tangannya tidak nakal lagi dan hanya menikmati kocokanku.
Sampai pegal hampir 1/2 jam aku mengocok tetapi ia tidak mau berhenti juga.
“Telah ya, pak,” pintaku.
“Jangan dulu, Tri. Nantilah hingga keluar..”
“Keluar apanya, pak?” tanyaku polos.
“Masak kau belum tahu? Keluar spermanyalah.. Paling nggak lama lagi.. Tolong ya, Tri, biar aku cepat sehat lagi.. Besok kau boleh libur sehari dah..”
Ingin tahu bagaimana spermanya keluar, aku mengocoknya lebih deras lagi. Zakarnya terus tegang dan merah berurat di sekelilingnya. Genggaman tanganku hampir tidak muat. 15 menit kemudian.
“Ugh, lihat Tri, telah mau keluar. Terus kocok, teruuss.. Ugh..” Tiba-tiba tubuhnya bergetar-getar dan.. jruutt.. jruutt.. crutt.. crutt.. cairan putih susu kental muncrat dari ujung zakarnya ke atas sperti air muncrat.
Aku mengocoknya terus sebab zakar itu tetap terus memuntahkan spermanya berbagai kali. Tanganku yg kena sperma tidak kupedulikan. Aku ingin menonton bagaimana pria waktu keluar sperma. Seusai spermanya berhenti dan dirinya nampak loyo, aku segera ke kamar mandi mencuci tangan.
“Tolong cucikan burungku sekalian, Tri, pake washlap tadi..” katanya padaku.
Lagi-lagi aku menurut. Kulap dgn air hangat zakar yg telah tidak tegang lagi itu dan kurang lebih selangkangannya yg basah kena sperma..
“Telah ya pak. Kini bapak tidur saja, biar sehat,” kataku sambil menyelimuti tubuh telanjangnya. Ia tidak menjawab hanya memejamkan matanya dan sebentar kemudian dengkur halusnya terdengar. Perlahan kutinggalkan kamarnya seusai mematikan lampu. Malam itu aku jadi susah tidur ingat pengalaman mengonani Pak S tadi. Ini sangatlah pengalaman pertamaku. Untung ia tdk memperkosaku, pikirku.
Tetapi hari-hari berikut, kegiatan tadi jadi seperti agenda rutin kami. Paling tdk seminggu dua kali pasti terjadi aku disuruh mengocoknya. Lama-lama akupun jadi terbiasa. Toh selagi ini tidak sempat terjadi perkosaan atas memekku. Tetapi yg terjadi kemudian malah perkosaan atas mulutku. Ya, seusai tanganku tidak lagi memuaskan, Pak S mulai memintaku mengonani dgn mulutku. Mula-mula aku jelas menolak sebab jijik. Tp ia setengah memaksa dgn menjambak rambutku dan mengarahkan mulutku ke k0ntolnya.
“Cobalah, Tri. Tidak apa-apa.. Jilat-jilat aja dulu. Telah itu baru kalian mulai kulum lalu isep-isep. Kalau telah terbiasa baru keluar masukkan di mulutmu hingga spermanya keluar. Kelak aku bilang kalau mau keluar..” Awalnya terbukti ia menepati, setiap hendak keluar ia ngomong lalu cepat-cepat kulepaskan mulutku dari k0ntolnya jadi spermanya menTriprot di luar mulut.
Tetapi seusai berjalan 2-3 minggu, sebuahsaat ia sengaja tdk ngomong, malah menekan kepalaku lalu menTriprotkan spermanya tidak sedikit-tidak sedikit di mulutku hingga aku muntah-muntah. Hueekk..! Jijik sekali rasanya ketika cairan kental putih payau agak amis itu menTriprot tenggorokanku. Ia terbukti minta maaf sebab faktor ini, tp aku sempat mogok kemarin hari dan tidak mau mengoralnya lagi sebab marah.
Tetapi hatiku jadi tidak tega ketika ia dgn memelas memintaku mengoralnya lagi sebab telah berbagai bulan ini tidak sempat pulang menjenguk istrinya. Anehnya, ketika setiap hendak keluar sperma ia ngomong, aku justru tdk melepaskan zakarnya dari kulumanku dan menerima semprotan sperma itu. Lama-lama nyatanya tdk menjijikkan lagi.
Demikianlah akhirnya aku terus lihai mengoralnya. Telah tidak terhitung berapa tidak sedikit spermanya kutelan, memasuki perutku tanpa kurasakan lagi. Asin-asin kental seperti fla supaya-supaya. Dampak lain, aku terus terbiasa tidur dipeluk Pak S. Bagaimana lagi, seusai capai mengoralnya aku jadi enggan turun dari ranjangnya utk kembali ke kamarku. Mataku pasti lalu mengantuk, dan lagi, toh ia tidak bakal memperkosaku. Maka begitu agenda oral berakhir kita tidur berdampingan. Ia telanjang, aku pakai daster, dan kita tidur dlm satu selimut.
Tangannya yg kekar memelukku. Mula-mula aku takut juga tp lama-lama tangan itu seperti melindungiku juga. Jadi kubiarkan ketika memelukku, bahkan belakangan ini mulai meremasi tetek alias pantatku, sementara bibirnya menciumku. Hingga sebatas itu aku tidak menolak, malah agak menikmati ketika ia menelentangkan tubuhku dan menindih dgn tubuh bugilnya.
“Oh, Tri.. Aku nggak tahan, Tri.. buka dastermu ya?” pintanya sebuahmalam ketika tubuhnya di atasku.
“Jangan pak,” tolakku halus.
“Kamu pakai beha dan CD saja, Tri, gak bakal hamil. Rasanya pasti lebih nikmat..” rayunya sambil tangannya mulai mengkat dasterku ke atas.
“Jangan pak, kelak keterusan sy yg celaka. Begini saja telah lumayan pak..” rengekku.
“Coba dulu semalam ini saja, Tri, kalau tdk nikmat besok tdk diulang lagi..” bujuknya sambil meneruskan luar biasa dasterku ke atas dan terus ke atas hingga melalui kepalaku sebelum aku sempat menolak lagi.
“Woow, tubuhmu keren, Tri,” pujinya menonton tubuh coklatku dgn beha nomor 36.
“Malu ah, Pak kalau diliatin terus,” kataku manja sambil menutup dgn selimut.
Tp sebelum selimut menutup tubuhku, Pak S telah lebih dulu masuk ke dlm selimut itu lalu kembali menunggangi tubuhku. Bibirku langsung diserbunya. Lidahku dihisap, lama-lama akupun ikut membalasnya. Usai saling isep lidah. Lidahnya mulai menuruni leherku. Aku menggelinjang geli.
Lebih lagi sewaktu lidahnya menjilat-jilat pangkal buah dadaku hingga ke sela-sela tetekku hingga mendadak seperti gemas ia mengulum ujung behaku dan mengenyut-ngenyutnya bergantian kiri-kanan. Spontan aku merasakan sensasi rasa yg luar biasa nikmat. Refleks tanganku memeluk kepalanya. Sementara di tahap bawah aku merasa pahanya menyibakkan pahaku dan menekankan zakarnya cocok di atas CD-ku.
“Ugh.. aduuh.. nikmat sekali,” aku bergumam sambil menggelinjang menikmati cumbuannya.
Aku terlena dan entah kapan dilepasnya tahu-tahu buah dadaku telah tidak berbeha lagi. Pak S asyik mengenyut-ngenyut putingku sambil menggenjot-genjotkan zakarnya di atas CD-ku.
“Jangan buka CD sy, pak,” tolakku ketika merasakan tangannya telah beraksi memasuki CDku dan hendak luar biasanya ke bawah.
Ia urungkan niatnya tp tetap saja dua belah tangannya parkir di pantatku dan meremas-remasnya. Aku merinding dan meremang dlm posisi kritis tp nikmat ini. Tubuh kekar Pak S sangatlah mendesak-desak syahwatku.
Jadilah semalaman itu kita tidak tidur. Sibuk bergelut dan bila telah tidak tahan Pak Siregar meminta aku mengoralnya. Hampir subuh ketika kita kecapaian dan tidur berpelukan dgn tubuh bugil kecuali aku pakai CD. Aku harus sanggup bersi kukuh, tekadku. Pak S boleh meperbuat apa saja pada tubuhku kecuali memerawaniku.
Tp aspirasi tinggal tekad. Seusai tiga hari kita bersetubuh dgn tutorial itu, pada malam keempat Pak S mengeluarkan jurusnya yg lebih luar biasa dgn menjilati seputar memekku meskipun tetap ber-CD. Aku berkelojotan nikmat dan tidak sanggup menolak lagi ketika ia perlahan-lahan menggulung CD ku ke bawah dan melepas dari batang kakiku. Lidahnya menelusupi celah V-ku membikinku bergetar-getar dan akhirnya orgasme berulang-ulang. Menjelang orgasme yg kesekian kali, sekonyong-konyong Pak Siregar menaikkan tubuhnya dan mengarahkan zakarnya ke celah nikmatku. Aku yg tetap belum sadar apa yg terjadi hanya merasakan lidahnya jadi bertambah panjang dan panjang hingga.. aduuhh.. menembus selaput daraku.
“Pak, jangan pak! Jangan!” Protesku sambil memukuli punggunya.
Tetapi pria ini begitu kuat. Sekali genjot masuklah seluruh zakarnya. Menghunjam dlm dan sejurus kemudian aku merasa memiawku dipompanya cepat sekali. Keluar masuk naik turun, tubuhku hingga tergial-gial, terangkat naik turun di atas ranjang pegas itu. Air mataku yg bercampur dgn rasa nikmat di memek telah tidak berarti. Akhirnya hilang telah perawanku. Aku hanya dapat pasrah. Bahkan ikut menikmati persetubuhan itu.
Seusai kurenung-renungkan kemudian, nyatanya selagi ini aku telah diperkosa dengan cara halus sebab kebodohanku yg tdk menyadari muslihat lelaki. Sedikit demi sedikit aku digiring ke situasi dimana hubungan seks jadi tidak sakral lagi, dan hanya mengejar kenikmatan demi kenikmatan. Hanya mencari orgasme dan ejakulasi, menebar air mani!
Hampir 2 tahun kita meperbuatnya setiap hari dapat dua alias tiga kali. Pak S sangatlah mekegunaaankan tubuhku utk menyalurkan kekuatan nafsu seksnya yg gila-gilaan, tidak kenal lelah, pagi (bangun tidur), siang (kalau dirinya istirahat makan di rumah) hingga malam hari sebelum tidur (bisa semalam sutk).
Bahkan sempat ketika dirinya libur 3 hari, kita tdk beranjak dari ranjang kecuali utk makan dan mandi. Aku digempur habis-habisan hingga tiga hari berikutnya tidak dapat bangun sebab rasa perih di V-ku. Aku diberinya pil kb supaya tdk hamil. Dan pasti saja tidak sedikit uang, lumayan utk menyekolahkan adik-adikku.
Sampai akhirnya habislah proyeknya dan ia harus pulang ke kota asalnya. Aku tidak mau dibawanya sebab terlalu jauh dari orang tuaku. Ia janji bakal tetap mengirimi aku uang, tetapi janji itu hanya dicocokinya berbagai bulan. Seusai itu berhenti sama sekali dan putuslah komunikasi kami. Rumahnya pun aku tidak sempat tahu dan akupun kembali ke desa dgn hati masygul. 
Share: