388cash388cash

Cerita Sex: Anak Tiri Yang Ternoda


Yunita telah mulai bersiap-siap untuk kembali Yogyakarta seusai seminggu berada di desa kelahirannya. Telah bulat tekadnya bahwa kedatangannya ke desa kelahirannya di pulau bali hari ini merupakan yg terakhir kali, bukan sebab Yunita telah menjadi angkuh dan lebih bahagia di kota besar, melainkan ada sebab lainnya. Telah terpenuhi tugasnya sebagai putri yg mengabdi yaitu menghadiri dan mengantarkan bunda kandungnya disaat-saat terakhir sakit dan hingga menutup mata dan dimakamkan.

Yunita yg berwajah cantik itu merupakan seorang jururawat dgn kedudukan lumayan mantap dan baik di suatu  rumah sakit populer di ibukota. Ia telah menikmati pendidikan sebagai jururawat bukan saja di Yogyakarta, tetapi telah dilanjutkannya di Amsterdam, Belanda dan mendapatkan ijazah perawat internasional.

Oleh sebab itulah seusai kembali dan mendapatkan pekerjaan di Yogyakarta, hanya dalam waktu pendek Yunita – dgn nama lengkap sebetulnya Putri Yunita, telah menduduki jabatan kepala dari seluruh team perawat, tergolong tahap operasi dan jg ICU/CCU – meskipun usianya baru 22 tahun dan belum berkeluarga sebab sibuk dgn tugasnya sehari-hari di tempat kerja.

Telah tidak sedikit dokter-dokter muda yg mengincarnya tetapi belum ada satupun yg bisa merebut hati si perawat cantik ini. Bunda kandungnya yg tetap tinggal di desa telah menikah lagi berbagai tahun lalu sebab suaminya telah meninggal dunia dampak kecelakaan. Sebagai “janda kembang” berumur awal empat puluhan dan tetap terkesan anggun luar biasa, tidak mudah hidup di desa pedalaman, rutin dijadikan bahan pergunjingan.

Yunita sebetulnya tidak begitu bahagia bahwa bunda kandungnya menikah lagi – apalagi ketika diketahuinya bahwa ayah tirinya merupakan Kades Abdul yg populer “hidung belang” dan tidak jarang main gila dgn istri orang lain. Abdul telah tiga kali menikah dan semua pernikahannya kandas sebab perselingkuhannya. Terbukti pada saat duduk di pelaminan bersama dgn ibunya, terkesan tidak jarang sekali mata Abdul mampir ke arah Yunita anak tirinya seolah ingin menelanjangi tubuhnya, membikin Yunita resah dan tidak betah.

Jilbab Tudung Yunita putri aulia Oleh sebab itu pula Yunita jarang pulang ke desa kelahirannya sebab segan berjumpa dgn ayah tiri yg mata keranjang itu, justru sang bunda yg lebih tidak jarang datang ke kota mengunjungi putrinya dan rutin menanyakan kapan kiranya putri semata waygnya itu bakal menikah dan memiliki keturunan.

Sebelum keinginan memiliki cucu dari putrinya tercapai terjadilah musibah tidak terduga: desa kecil itu mengalami wabah demam berdarah – dan salah satu korbannya merupakan bunda kandung Yunita. Entah sebab terbukti daya tahan tubuhnya kebetulan sedang lemah alias ada hal lain, maka proses sakit bunda Yunita itu sangat cepat dan hanya dalam waktu tidak ada 2 hari langsung meninggal dampak pendarahan hebat. Kekecewaan Yunita tidak bisa diuraikan dgn kata-kata, tetapi sebagai seorang yg taat beragama maka Yunita menerima tabah percobaan yg menimpanya.

Semua agenda budaya dan tradisi desa diikuti oleh Yunita dgn patuh, semua kebiasaan ritual yg sangat melelahkan dijalankannya pula. Selagi upacara hingga dgn pemakaman beres, Yunita rutin menggunakan chadar tipis berwarna hitam dan demikian pula jilbab dgn warna serupa. Dihadapan semua yg hadir sebelum jenazah ibunya dimakamkan, Yunita berjanji bakal rutin menggunakan jilbab putih selagi satu tahun – jg selagi menunaikan tugasnya di RS sekembalinya di yogyakarta , ini sebagai tanda penghormatan dan jg tetap berkabung.
Dgn dalih bahwa tetap ada sedikit warisan dan peninggalan pribadi ibunya almarhum yg tetap wajib diurus dan seusai itu disimpan sendiri oleh Yunita, maka sang ayah tiri Abdul dan putra kandungnya (kakak tiri Yunita) bernama Ghazali dgn nama panggilan Ali meminta supaya Yunita tidak langsung keesokannya kembali ke ibukota, melainkan menginap satu dua malam lagi seusai agenda duka cita dgn penduduk desa beres.
Sebetulnya Yunita telah ingin segera meninggalkan ayah dan kakak lelaki tirinya secepat mungkin, tapi dgn muslihat kata-kata keduanya mengemukakan bahwa apalah pandangan penduduk desa apabila putri satu-satunya langsung meninggalkan desa kelahiran sementara tanah pemakaman ibunya tetap basah.
Akhirnya Yunita mengalah dan menelpon RS tempatnya bekerja bahwa ia baru bakal kembali bekerja dua hari kemudian – suatu  kesalahan yg tidak bisa dibayar alias ditebus kembali dgn apapun. *** Di sore hari itu hujan turun dgn amat deras – disertai suara petir dan guntur silih berganti, sebab itu jalanan diluar sepi tidak ada tukang jualan.
Seusai makan malam bersama ayah dan kakak laki tirinya, Yunita dgn sopan santun mengundurkan diri masuk kamar tidurnya dan mulai memperbaiki pakaian di kopernya. Sebab malam minggu maka para pesuruh pun diizinkan Abdul pulang ke rumah masing-masing. Abdul dan Ali jg berpamitan dgn Yunita dan mengatakan bahwa mereka tetap wajib bereskan pelbagai urusan kantor di kelurahan yg jg ada hubungannya dgn masalah catatan sipil.
Tanpa curiga dan bahkan merasa lega, Yunita melepaskan kedua laki-laki itu dan menonton mereka menghilang di tikungan aspek jalan dgn mengendarai motor masing-masing di tengah arus hujan lebat. Sangat naif sekali Yunita mengira bahwa keduanya betul-betul berangkat – padahal mereka hanya naik motor kurang lebih tiga menit, menyembunyikan motor mereka di belakang ruangan sholat pelataran jual pompa bensin, lalu dgn memutar jalan kaki sedikit telah kembali lagi memasuki kebun belakang rumah.
Hujan yg sangat deras disertai bunyi petir dan guntur mempermudah dan menutup semua bunyi langkah kaki mereka ketika memasuki pekarangan rumah dari belakang. Bahkan bunyi terputarnya kunci pintu belakang sama sekali tidak bisa didengar oleh Yunita yg merasa aman seorang diri di rumah dan sedang bersiap untuk mandi menghapus kepenatan tubuhnya.
Baju tidur telah digantungnya di kamar mandi, demikian pula celana dalam bersih putih berbentuk segitiga kecil, sedangkan bh-nya yg berkapasitas 34B dan celana dalam yg digunakannya telah dilepaskan dan terletak di ranjang. Hanya jilbab hitamnya tetap menutup rambutnya yg bergelombang melalui bahu, sedangkan badan yg langsing tetapi sintal menggairahkan setiap lelaki dibalut dgn kain batik kemben.
Sebagaimana pada umumnya wanita pedesaan yg bakal mandi di sungai, maka kain kemben itu dibawah menutup setengah betis sedangkan tahap atas pas-pasan dilipat di tengah melindungi tonjolan buah dada. Dgn hanya terlindung balutan kain kemben itu Yunita keluar dari kamar tidurnya untuk berlangsung lima meter memasuki kamar mandi tetapi merasa aneh bahwa lampu di gang mati padahal dua menit lalu tetap menyala ketika ia mengangkat celana dalam bersih, baju tidur dan handuk ke kamar mandi itu.
Yunita putri aulia Disaat Yunita meraba-raba dinding untuk mencari tombol lampu, tiba-tiba ia merasa tubuhnya disergap dari belakang dan sebelum ia sempat berteriak, mulutnya jg dibekap dan disumbat oleh seseorang. Meskipun sangat kaget, Yunita langsung bentrok sekuat tenaga dan berusaha menendang ke kiri dan ke kanan, tetapi pukulan tinju keras menghantam ulu hati, membikinnya kehilangan nafas dan menjadi lemas lunglai.
Peluang ini segera digunakan oleh salah satu lelaki penyergapnya yaitu Abdul untuk menggendong dan mengangkat Yunita ke kamar tidurnya sendiri yg terbukti letaknya paling dekat dgn kamar mandi. Sementara itu Ali mengencangkan kembali sekring listips yg tadi sengaja dikendorkan jadi tidak ada ajaran listips, kemudian kembali ke kamar Yunita untuk menolong ayahnya menikmati mangsa mereka.
Lampu yg telah menyala kembali saat ini memberbagi cahaya cukup, menampilkan dgn jelas apa yg sedang terjadi di kamar tidur : Yunita si cantik direbahkan di tengah ranjangnya sendiri yg lumayan besar. Tubuhnya nan ramping tetapi sintal menggeliat-geliat berusaha melepaskan diri dari tindihan ayah tirinya, Abdul, yg penuh kerakusan sedang melumat bibir Yunita dgn mulut besarnya yg berbau rokok. Abdul tahu bahwa putri tirinya ini sangat benci terhadap lelaki merokok – oleh sebab itu ia bahagia sekali saat ini bisa melumat mulut Yunita dgn bibir manisnya hingga membikinnya membuka dan menerima uluran lidah penuh ludah berbau rokok miliknya.
Terkesan Yunita berusaha selagi mungkin menahan nafas supaya tidak mencium aroma yg sangat tidak dibahagiainya itu, tetapi akhirnya terpaksa menerima limpahan ludah sang ayah tiri dan lidahnya yg berusaha mengelak saat ini telah ditekan dan disapu-sapu oleh lidah ayahnya yg kasar itu. Dampak rontaan Yunita maka kain batik kemben yg menutup tubuhnya hanya hingga batas atas dada itupun terlepas dan dgn mudah ditarik ke bawah oleh Abdul dan Ali, kemudian diloloskan melalui pinggul Yunita yg bergeser menggeliat ke kanan dan ke kiri dgn tdk teratur jadi saat ini tubuhnya polos bugil tanpa tertutup sehelai benangpun, menyebabkan kedua lelaki durjana itu makin bernafsu menontonnya.
Yunita mulai mengalirkan air mata sebab sadar hidup apa yg bakal segera menimpanya dan rugii dirinya sendiri kenapa mau dibujuk untuk menginap lagi dua malam di rumah yg dihuni dua srigala itu. Abdul tidak perduli bakal tangisan putri tirinya sebab nafsu birahi yg selagi ini tertahan telah naik ke ubun-ubunnya, didudukinya perut datar Yunita hingga gadis itu jadi sukar bernafas dan kembali diciumi berulang-ulang bibir ranum Yunita, kembali dijarahnya rongga mulut Yunita yg hangat dgn lidah kasarnya.
“Eeeehmmm, emang dasar perawat dari kota, mulut atasnya aja harum begini, gimana mulut bawahnya… sebentar lagi abah mau nyicipin, nyerah aja ya nduk, percuma teriak enggak ada yg denger,” demikian celoteh Abdul sambil berulang-ulang meneteskan ludah yg bau, membikin Yunita merasa amat mual.
“Iya, percuma berontak, pasti cuma bakal makin pegel dan sakit badannya. Ikut aja nikmati permainan kami berdua, pasti belon sempat ngalami ginian kan di kota?” ucap Ali menyebabkan Yunita terus takut.
Sementara itu Ali tidak mau kalah dan ikut beraksi : kedua kaki Yunita yg menendang kesana-sini, ke kiri dan ke kanan, dgn sigap ditangkap dan dicekalnya di pergelangan jadi Yunita jadi sukar bentrok lagi. Tidak hanya hingga disini saja : telapak kaki Yunita yg halus licin dan peka diciumi dan dijilat-jilatnya, membikin Yunita terkejut dan terus menggelinjang kegelian. Apalagi ketika satu persatu jari kakinya dikulum oleh Ali, lubang jari kakinya jg dijilat-jilat, membikin ronta kegelian Yunita terus sukar dikendalikan, dan ini meningkatkan nafsu birahi Abdul yg tengah menindih tubuhnya.
Kedua pergelangan tangan Yunita direjangnya diatas kepala yg tetap tertutup jilbab jadi tampak ketiak tercukur licin yg menjadi target ciuman dan gigitan Abdul jadi mulai timbul cupangan-cupangan merah disana. Yunita yg saat ini lepas dari ciuman buas ayah tirinya berteriak sekuat tenaga, tetapi deras hujan angin disertai dentuman petir dan guntur menutup teriakan minta tolong memelas hati itu. Abdul merejang dan menekan kedua pergelangan tangan Yunita diatas kepalanya dgn tangan kiri sementara tangan kanannya saat ini mulai meremas-remas bukit gunung kembar di dada putri tirinya yg amat menggemaskan itu.
Buah dada putih montok kebanggaan Yunita yg hingga saat ini tidak sempat disentuh lawan jenisnya saat ini menjadi target Abdul : tidak hanya diremas dan dipijit dgn kasar, putingnya yg berwarna merah tua kecoklatan itu jg diraba dan diusap-usap, sesekali jg ditarik, dipilin bahkan dipelintir ke pelbagai arah oleh Abdul, mengdampakkan rasa geli dan sekaligus jg ngilu tidak terkira bagi Yunita.
Yunita putri Yunita tetap berusaha bentrok sambil menangis sesenggukan, wajah cantiknya terkesan terus ayu manis tetap di bawah jilbab hitamnya, tapi dirasakannya daya tahannya untuk melawan terus bertidak lebih. Abdul yg telah tidak jarang menggarap tidak sedikit perempuan entah yg telah bersuami, maupun janda dan bahkan jg perawan di desa kurang lebih situ merasakan bahwa perlawanan Yunita mulai menurun.
“Hehehe, mulai lemes ya, Nduk? Gitu donk, pinter banget nih anak manis, ntar lagi diajak ngerasain apa itu surga dunia, tapi kini belajar dulu gimana ngisep sosis desa alamiah. Nih sosis makin diisep makin jadi gede, ntar malahan bisa keluarin sari jamu tahan lama muda, mau nyoba kan?” tidak jarangai Abdul.
Yunita tdk langsung mengerti maksud kata-kata Abdul, ia merasakan tubuh ayah tirinya yg hampir delapan puluh kilo itu saat ini tidak menduduki perutnya, melainkan bergeser ke atas dan meletakkan kedua lututnya hampir dengan tinggi lipatan ketiaknya, jadi dalam posisi ini wajah cantik Yunita langsung berhadapan dgn selangkangan Abdul.
Dgn tetap merejang dan menekan kedua pergelangan tangan Yunita ke kasur dgn satu tangan kiri saja, Abdul saat ini dgn sigap melepaskan ikat pinggang dan ritsluiting celananya. Sebagai wanita dewasa dan jururawat, Yunita saat ini paham apa kemauan Abdul dan dgn penuh ketakutan berusaha mati-matian meronta.
Tercium aroma tidak menyenangkan dari celana dalam ayah tirinya yg mungkin hari itu belum diganti – yg mana segera diturunkan pula oleh Abdul dan bagaikan ular Cobra yg mencari mangsanya, keluarlah rudal kebanggaan Abdul. Yunita putri aulia Kemaluan Abdul yg besar panjang berurat-urat dan di-khitan itu saat ini mengangguk-angguk di depan wajah Yunita yg berusaha melengos ke samping. Reaksi penolakan seperti ini telah biasa dialami dan ditunggu Abdul.
“Hehehe, biasa tuh perempuan, rutin malu-malu ngeliat barang lelaki, padahal dalam hati kecil udah pingin ngerasain ya. Tapi sebelumnya bikin si Otong makin binal, ayooh buka tuh bibir lebar-lebar, kulum, isep dan jilat dulu nih sosis alam sampe ngeluarin pejuh obat tahan lama muda.” Yunita merasa amat jijik menonton k0ntol Abdul dan tidak mau menyerah begitu saja, tetapi ayah tirinya telah berpengalaman bagaimana menanggulangi penolakan perempuan – dicubitnya puting susu Yunita yg telah tegak mengeras dgn menggunakan kukunya jadi Yunita menjerit kesakitan atas perlakuan sadis ini.
Peluang ini telah dinantikan ayah tirinya : segera alat kelelakiannya yg terbukti telah bersiap di depan wajah Yunita ditempelkan ke bibirnya yg pasti saja Yunita segera menutupnya kembali. Abdul menyeringai sadis dan saat ini jari-jarinya yg sedang mencubit puting susu Yunita dipindahkan untuk memencét hidung mancung bangir milik putri tirinya jadi Yunita kelabakan megap-megap mencari udara, otomatis tanpa dikehendaki mulutnya kembali membuka.
Hari ini tanpa ada ampun lagi kejantanan Abdul menerobos masuk diantara kedua bibir basah merekah dan memasuki rongga mulut Yunita yg hangat basah. Yunita merasa sangat jijik dan ingin mengeluarkan kemaluan yg sedang memerawani mulutnya itu, tetapi apalah dayanya sebagai perempuan lemah dikeroyok dua laki laki perkasa, apalagi saat ini ayah tirinya kembali merejang kedua tangan ke atas kepalanya yg tetap tertutup jilbab, sedangkan tangan satunya tetap memencét hidungnya hingga mulutnya tetap terpaksa untuk terbuka untuk mencari nafas.
Abdul saat ini mulai memaju-mundurkan k0ntolnya di mulut Yunita, setiap gerakan maju rutin lebih dalam daripada sebelumnya, menyebabkan Yunita tersedak setiap kalinya, ingin batuk tapi tdk bisa.
“Hehehe… nah, gimana rasanya, Nduk, dirajah dan diperkosa mulutnya, enak kan? Abah enggak bohong lan! Iyaaa… mulai pinter nyepongnya, teruuus… iyaaa… gituuuu… kulum nyg bener! Aaaaaah… pinteer emang putri abah satu ini! Ayo, iseeeep nyg kuaaat… jilaaaat… iyaaa… abah udah mau keluaar nih, ooaaah!!!” akhirnya Abdul hanya sukses memasukkan kurang lebih setengah dari k0ntolnya ke mulut Yunita.
Ujung kemaluan Abdul saat ini menyentuh, memukul-mukul dinding rahang Yunita di ujung kerongkongannya, menyebabkan Yunita berkali-kali tersedak menahan rasa mual ingin muntah. Rasa ingin muntah itu mengalami puncaknya ketika alat kejantanan Abdul terasa terus membesar dan berdenyut-denyut, hingga akhirnya…
“Aaaaaah… iyaaaaaaa… nduuuuuk… ini abah keluaaaaar! Pinter banget, Nduuk… ayo, jangan ada yg dibuang! Teguk, abisin semuanya, Nduuuk… aaaah… iyaaaaa!!” Abdul menggeram bagaikan binatang buas disaat ia dgn penuh nikmat menyemprotkan lahar panasnya ke mulut Yunita.
jilbab-toge-puteri-aulia-UGM (3) Tidak sama dgn Abdul yg sedang dilanda orgasme, Yunita merasa sangat terhina dan terpaksa menghirup sperma ayah tiri yg saat itu sangat dibencinya. Cairan kental hangat itu bagaikan tidak henti menyembur dari lubang di puncak kemaluan Abdul, memenuhi kerongkongan Yunita, terasa sepat agak payau dgn aroma khas sperma laki-laki.
Pertama kali merasakannya membikin perawat cantik berkudung ini tersedak ingin muntah. Tetapi Abdul bukan anak kemarin sore yg baru masuk usia belasan – kedua tangannya dgn sangat kuat segera memegangi kepala Yunita yg berjilbab jadi Yunita jadi tidak berkutik sama sekali, k0ntol Abdul yg terbukti besar tetap memenuhi rongga mulut mangsanya dgn sempurna jadi tidak ada ruangan bagi Yunita untuk melepehkan cairan yg dirasakannya sangat menjijikkan itu.
Yunita hanya bisa mencakar-cakar lemah kaki Abdul dgn kukunya yg rapih terawat sebab lengan atasnya telah ditindih dan ditekan ke kasur dgn kasar oleh lutut ayah tirinya jadi tdk tidak sedikit bisa digerakkannya untuk melawan. Teguk demi teguk air mani Abdul terpaksa wajib ditelannya sebab apabila tdk maka pasti bakal masuk memenuhi dan mencekik jalan nafasnya. Yunita mengharapkan supaya hidupnya dijarah kedua lelaki itu telah beres disini, tetapi dugaannya itu sia-sia belaka – ini baru babak pertama penderitaannya.
Seusai sang ayah tiri hebat k0ntolnya dari rongga mulutnya, maka saat ini giliran sang kakak tiri menagih tahapnya dgn pastinya mendapat bantuan dari sang ayah. Abdul berlutut di samping kiri badan Yunita dan tetap mencekal menekan kedua nadi putri tirinya yg langsing diatas kepalanya yg tetap tertutup jilbab dgn tangan kanannya ke kasur, sementara tangan kirinya kembali mengusap-usap buah dada korbannya, Abdul meremas-remas, memijit-mijit dan menyentil-nyentil puting Yunita.
Serangan bertubi-tubi ini kembali menunjukkan hasilnya sebab bagaimanapun Yunita berusaha menekan gejolak birahinya, tetapi tubuhnya yg bahenol penuh dgn hormon kewanitaan kembali mulai mengkhianatinya. Kedua putingnya yg terbukti rutin mencuat ke atas dirasakannya terus hangat gatal dan geli mengharapkan ada tangan yg meremasnya. Tetapi sebab tangannya sendiri di rejang ke kasur, maka yg bisa diperbuatnya dengan cara tanpa disadari merupakan melentingkan tubuh tahap atasnya jadi buah dadanya terus membusung keatas.
“Hehehe, nikmat ya, Nduk? Enggak usah malu-malu deh, enak ya pentilnya dirangsang, ntar lagi abah sama Ali pingin ngerasain susu asli, nih abah bantuin supaya keluar susunya,” Abdul bersenyum cabul lalu menundukkan kepalanya dan mulai menyusu di bongkahan payudara Yunita, mulutnya menyedot-nyedot sambil sesekali menggigit puting susu Yunita yg begitu merangsang.
“Aaah, auuw, oooh, udah dong abaah… jangan diterusin, enggak mauu… jangaaaan, lepasiiin, iieeempppphh, eeehhmmmp, jangaaan!” keluh si gadis cantik tanpa daya sambil terus menggeliat-geliat penuh keputus-asaan.
Tetapi itu semua hanya makin memacu nafsu birahi dan kebuasan kedua lelaki pemerkosanya. Sementara itu, Ali telah menempatkan diri diantara kedua paha Yunita yg begitu halus mulus dgn kulit putih kuning langsat. Kedua tangannya tidak henti-henti mengusap-usap betis belalang Yunita – menyentuh dgn mesra kemudian meneruskan elusannya terus naik ke arah paha, naik dan terus naik menuju ke arah selangkangan Yunita. Nafas kedua lelaki jahanam itu terus berat mendengus-dengus menonton indahnya bukit kemaluan Yunita – bukit intim itu nyatanya licin sebab rutin dirawat dan dicukur tandas oleh sang empunya.
“Wuuiiih, terbukti lain ya perawat dari kota, memeknya kelimis begini, pasti tidak jarang diurut dan mandi spa ya?! Akang pengen nyicipi air lubang perawan, pasti manis madunya, betul enggak, Neng?” goda Ali.
Tanpa menantikan jawaban, Ali merebahkan diri diantara kedua paha Yunita dan mendekatkan wajahnya ke arah selangkangan yg begitu merangsang nafsu setiap lelaki yg menonton itu. Ali menelungkupkan diri di antara kedua paha mulus yg dipaksa untuk dibuka lebar, betapapun Yunita berusaha mengatupkannya, tetapi tenaganya kalah dgn kedua lengan Ali yg sangat berotot.
“Emmmhhhh… emang bener, harum banget nih mémék, pake sabun apa sih, Neng? Alias rutin diolesin minyak wangi ya?” tanya Ali sambil mulai mengecup dan menciumi bukit kemaluan Yunita.
Lidahnya yg kasar tidak kalah dgn sang bapak mulai menjelajahi bukit gundul kemaluan Yunita, Ali menjilat dan membasahinya dgn ludahnya, terlambaten ia menelusuri lubangnya yg tetap rapat sebab belum sempat diterobos siapapun. Bibir kemaluan luar pelindung lubang kewanitaan Yunita mulai dibuka oleh jari-jari Ali disertai dgn jilatan naik turun, sesekali berputar, merintis jalan memasuki tahap dalam yg berwarna kuning kemerahan.
“Jangaaan, udaaaaah, sialaaaan, anjiing semuanya, enggak malu dua lelaki main keroyokan dgn perempuan!! Oooooh, udaaaah, stoooop, jangan diterusin, aaaaaah!” Yunita terus menggeliat geli dan menahan gejolak naluri kewanitaannya yg terus lemah mengharapkan penyerahan total.
“Baguuus amat nih mémék, haruuuum, enggak ada aroma pesing sedikitpun, enggak seperti punya lonte desa, rejeki banget bisa ngerasain yg kaya begini,” Ali menjilat terus ganas sambil menceracau tidak karuan.
Gerakan paha mulus Yunita yg mengatup membuka tidak teratur tidak dipedulikannya sebab penjelajahannya saat ini terus dalam hingga lidahnya menemukan tonjolan daging kecil berwarna merah jambu yg tersembunyi diantara lipatan bibir kemaluan Yunita tahap dalam.
“Ini dirinya yg gue cari dari tadi, horeeee akhirnya ketemu jg butir jagung paling lezat… eeeemh, cuppp, cupppp, legitnya nih daging… si neng rupanya enggak disunat ya, jadi ngumpet tuh butir jagung. Tapi udah ketemu nih, jadi butuh diberbagi pelayanan extra ya, Neng.” demikian sindir Ali yg kemudian tidak mengatakan-kata lagi sebab asyik menjilati kelentit Yunita yg terus terkesan menonjol keluar.
Aaaaaah, lepaaaaas, lepaaaaaskan, jangaaaan, enggaaaak mauuuuu, oooooooohh, emmmppfhhhh,” suara teriakan putus asa Yunita menggema di malam yg dingin itu, tetapi tetap dikalahkan oleh bisingnya suara hujan menimpa atap rumah, ditambah pula terus tidak jarangnya gema petir dan guntur yg menggelegar menakutkan.
Abdul yg kembali tidak mampu menahan syahwatnya menonton tubuh Yunita yg telanjang bulat putih mulus meronta-ronta tidak berdaya berusaha melawan rangsangan kakak tirinya yg dgn asyik melumat dan menggigit-gigit kelentitnya yg terus lama terus memerah, kembali mendekap dan menciumi mulut putri tirinya itu jadi teriakan Yunita segera teredam.
Sementara itu Ali terus meningkatkan rangsangannya terhadap klitoris Yunita – dijepitnya daging mungil amat peka itu diantara bibirnya yg tebal dan dowér, kemudian dijilatinya dgn penuh nafsu dan semangat sambil sesekali digosok-gosoknya kelentit yg terus membengkak itu dgn kumis baplangnya dan jg janggutnya. Khususnya janggutnya yg hanya tumbuh berbagai milimeter, bagaikan sapu ijuk kaku jadi sentuhannya dirasakan oleh Yunita ibarat klitorisnya sedang digosok dgn sikat – itu tidak bisa ditahan lagi oleh pusat susunan syaraf Yunita yg saat ini sedang dipenuhi oleh hormon birahi kewanitaannya.
Jutaan bintang saat ini meledak dihadapan matanya mengiringi gelombang orgasme bagaikan angin taufan menghempas tubuhnya yg melambung ke atas, Yunita mengejang berbagai menit ibarat terkena ajaran listips tegangan tinggi, jeritan yg sewajibnya melengking, tertahan oleh mulut dan lidah Abdul, hingga akhirnya badan Yunita melemas dan terhempas kembali ke atas ranjang , menggelepar bagaikan orang sekarat.
Inilah saat yg telah dinantikan oleh kedua lelaki itu – hingga taraf ini mereka bakal meruntuhkan pertahanan Yunita : dari perempuan alim berjilbab yg belum sempat disentuh lelaki menjadi wanita binal mendambakan kehangatan tubuh lelaki. Setelah itu mereka bakal bergantian dan jg sekaligus menikmati tubuh Yunita tetapi dgn tutorial lebih mesra dan hanya dimana butuh bakal sedikit saja dikasari dengan cara halus. Mereka telah telah merencanakan siapa lebih dahulu menikmati lubang yg mana, bahkan mereka sebelumnya telah meperbuat undian.
Dalam undian itu Abdul bakal pertama merajah mulut atas Yunita dan memaksa menikmati air maninya, sedangkan Ali mengoral mulut bawah jadi gadis malang itu mengalami orgasme pertamanya. Seusai itu mereka bakal bergantian tempat – Ali memaksa Yunita mengoralnya dan menikmati lagi pejuh lelaki kedua dalam hidupnya sementara Abdul bakal merebut kegadisan putri tiri yg terbukti telah diidamkannya sejak lama. Dan babak terakhir mereka berdua bakal threesome mengajarkan Yunita untuk di”sandwich” : Abdul tetap berada di bawah dan menikmati kehangatan lubang kewanitaan yg baru direnggutnya , sedangkan Ali bakal merenggut keperawanan Yunita yg kedua dgn menembus lubang bulat kecil di belahan pantatnya.
Dalam pelaksanaan maksud jahat mereka itu, keduanya telah sepakat bahwa Yunita bakal mereka telanjangi terkecuali jilbab di kepalanya – ini bakal memberbagi lebih rasa kebanggaan dan ego yg tersendiri : mereka sukses menjarah seorang gadis alim dan taat tata susila, merebut keperawanannya dan diakhir pergulatan mereka akhirnya si gadis menjadi wanita dewasa yg ke arah dunia luar tetap terkesan alim berjilbab tetapi di dalam tubuhnya telah tersadar nafsu birahi bergejolak, membikinnya menjadi wanita binal.
Kedua lelaki ayah dan anak itu saling berpandangan penuh kepuasan menonton korban mereka tergelimpang lemah lunglai dilanda kenikmatan. Untuk berbagai saat bahkan keduanya tidak butuh memegang, merejang alias bahkan menindih tubuh Yunita, sebab si gadis yg telah mandi keringat dampak orgasme pertamanya itu sedang “menderita” kelemasan. Tubuh Yunita yg sedemikian sintal dan bahenol hanya kejang-kejang lemah tanpa busana disertai sesenggukan tangisnya – saat itu tidak sadar wajib melindungi auratnya yg sedang dijadikan kepuasan mata para pemerkosanya.
Kini Ali dan Abdul menukar posisi mereka untuk mengawali babak kedua aksi mereka : Ali dalam posisi rebah setengah menyamping di segi kiri Yunita, memegangi kedua tangan Yunita di atas kepala yg tetap terhias jilbab satin hitam. Tangan kiri Ali saat ini mendapat peluang untuk ekspedisi naik turun gunung daging putih yg disana sini agak merah dampak jamahan kasar Abdul tadi.
Sesuai dgn rencana maka Ali saat ini mempermainkan buah dada mangsanya dgn lebih halus daripada ayahnya. Ali meraba dan membelai payudara berkulit halus itu dgn penuh kemesraan ; ibarat seorang pakar benda purbakala sedang mekualitas cawan porselen dynasti Ming yg sangat langka, mengusap-usap dgn sangat hati-hati.
Jari-jari tangan Ali menaiki lerengnya yg terjal dan dgn lembut menuju ke arah puncaknya yg berwarna merah kecoklatan, ia menyentuhnya sedemikian perlahan dan halus seolah ingin meningkatkan kemancungan dan ketinggiannya. Dan terbukti Yunita mulai mendesah mengeluh perlahan dgn mata tetap setengah tertutup sebab merasakan buah dadanya mengalami godaan yg sangat tidak sama dgn kekasaran yg dialaminya tadi oleh Abdul.
“Wah, ini tedoy emang betul yahud, legit dan kenyal banget. Bisa dijadikan guling nih, sambil nyusu anget, pasti lebih sehat dari susu kaleng. Enggak tahan lagi nih, mau néték dulu ah, boleh ya?” celoteh Ali sambil meremas kedua buah dada dan bergantian menyedot menggigit kedua puting merah mencuat milik Yunita, menyebabkan Yunita terus menggelinjang meronta tapi semua sia sia saja.
Sementara itu Abdul telah menempatkan diri diantara paha Yunita – mulutnya dgn bibir tebal berkilat sebab berulang kali dibasahi oleh lidahnya sendiri ibarat ular python telah menemukan mangsa. Yunita tetap di dalam keadaan setengah ekstase dampak orgasme menyadari apa yg bakal segera dialaminya, ia berusaha lagi memberontak sekuat tenaga tapi tetap tidak berdaya menghadapi kedua lawan yg demikian kuat dan sedang dipenuhi oleh hawa nafsu dan bisikan iblis.
Abdul saat ini berusaha menekan nafsu iblisnya dan bertindak seolah seorang suami di malam pengantin bakal merenggut mahkota kegadisan istrinya. Diciuminya dengan cara bergantian telapak kaki Yunita, jari-jari kakinya, betis langsing halus mulus, paha licin putih, naik melusur ke atas ke arah selangkangan Yunita yg tercukur rapi. Saat ini Yunita mulai merasakan malu jadi tidak terasa pipinya yg basah airmata merona merah, malu sebab tubuhnya tanpa dikehendaki dan diluar kemauannya sendiri mulai merasakan pengaruh rangsangan dari ayah dan saudara tirinya.
Selangkangan Yunita yg tetap terasa pegal kaku sebab tadi dipaksa membuka oleh Ali, saat ini kembali dipaksa menguak. Kedua pahanya yg sekuat tenaga ingin dirapatkan, telah dipaksa lagi dipengkang jadi terasa ngilu. Kedua lutut Yunita menekuk dan diletakkan di bahu kiri kanan Abdul – sementara mulut dowérnya terus mendekati mengendus-endus lipatan paha Yunita hingga akhirnya menempel di bukit Venus putri tirinya itu.
“Duuuuh, sialaaan! Ini mémék emang buatan alam kelas satu, enggak sempat ngeliat bukit gundul licin kayak gini. Pinter banget ngerawatnya, hmmh… kalo mau tetep tinggal disini, ntar abah cukurin tiap hari, terus langsung dijilatin. Mau ya, Nduk? Mmmmmh, udah keluar madu lagi, duuuh manisnya, Nduk!” Abdul berceloteh sendiri sambil mulai menjilati kemaluan Yunita.
Lidahnya yg kasar menyapu dan menyelinap diantara lubang bibir kewanitaan Yunita, menjilati dinding yg telah licin dampak madu pelumas disaat orgasme berbagai menit lalu, ditelusurinya bibir tahap dalam memek kemerah-merahan itu, menuju lipatan atas dan akhirnya menemukan apa yg dicarinya. Kembali Yunita diterpa rasa kegelian yg tidak terkira, klitorisnya yg berbagai saat lalu menjadi target lidah Ali jadi memaksanya naik ke puncak orgasme, saat ini dilanjutkan dan diulang kembali.
Ibarat seorang yg baru dipaksa mendaki, akhirnya mencapai puncak gunung, tapi tidak diberbagi waktu istirahat untuk menuruni tebing ke bawah – saat ini mulai lagi diseret dan dipaksa sekali lagi mendaki ke arah puncak. Yunita tidak rela diperperbuat seperti ini, dikutuknya kelakuan kedua lelaki yg sedang menjarahnya itu, tetapi apalah daya seorang wanita dalam keadaan seperti ini.
Yunita berusaha menekan semua perasaan nikmat yg terus menguasai tubuhnya, badannya yg sejak tadi meliuk meronta, saat ini dibiarkannya lemas lunglai, ia berharap bahwa dgn menunjukan reaksi “dingin” itu kedua pemerkosanya bakal bosan dan menghentikan kegiatan mereka. Sayang sekali lawan yg dihadapinya – khususnya Abdul bukan lelaki sembarang dan ingusan, ia telah memiliki pengalaman lumayan tidak sedikit dan tahu bagaimana memaksa bangun gairah seorang wanita yg sedang dikuasainya.
Bibir Abdul yg tebal saat ini mengecup dan melekat di kelentit idamannya, tidak dilepaskannya target utamanya itu, dicakupnya daging kecil berwarna merah jambu milik Yunita diantara bibirnya, dipilinnya ke kiri dan ke kanan, ditekan dan dijepitnya dgn gemas diantara bibirnya, dilepaskannya sebentar dan digantinya dgn sapuan lidah ampuhnya, demikian terus menerus dan berulang-ulang. Diserang dgn tutorial sangat ampuh seperti ini, Yunita akhirnya wajib mengakui kekalahannya – rambutnya yg hitam bergelombang menjadi kebanggaannya telah berantakan tergerai, hanya jilbab penutupnya yg tetap belum terlepas, disertai rintihan putus asa, tubuh sintal bahenolnya kembali kejang di orgasme keduanya.
“Toloooong, lepaaaaas, janggaaaan diterusiiiiiin, aaaauuuuuwww, aaaiiiihh, enggggggak maaauuu, tolooong, oooouuuuuuuw, eeemmmppffffhh!” kembali Yunita melenguh menjerit putus asa berusaha menembus bisingnya deraian hujan menimpa atap rumah, dan kembali mulutnya tertutup oleh bibir Ali yg berusaha sejauh mungkin mencium mulut adik tirinya dgn penuh kemesraan.
Abdul merasa puas menonton hasil rangsangannya – ia tahu bahwa di saat ini Yunita sedang dilanda badai orgasme lagi – dan saat ini merupakan saat yg paling baik untuk menembus lubang memeknya. Tidak ada rasa yg lebih nikmat bagi Abdul ketika menembus keperawanan seorang gadis pada saat otot-otot dinding memeknya berdenyut berkontraksi sebab orgasme. Saat itu merupakan saat paling menyenangkan bagi pria berpengalaman : merasakan k0ntolnya menembus liang kewanitaan wanita yg seolah dipijit diurut-urut oleh dinding nan licin basah tetapi tetap sangat sempit dan penuh kehangatan.
Semuanya itu disertai dgn wajah si wanita yg seakan-akan tidak percaya dgn apa yg terjadi : nikmat sakit, sakit tapi nikmat. Abdul saat ini telah sukses menempatkan kepala k0ntolnya yg keras, tegang berwarna hitam, dihiasi oleh pembuluh darah yg melingkar-lingkar menghiasi sepanjang batangnya. Kepala k0ntolnya yg gundul bagaikan topi baja serdadu terkesan sangat gagah dgn lobang di tengah agak membuka seperti mulut ikan, mulai memasuki memek putri tirinya.
Mili demi mili, sang k0ntol maju menusuk membelah lubang yg belum sempat dijarah oleh lelaki manapun itu – disertai rasa kepuasan Abdul tetapi penderitaan bagi Yunita yg menangis tersedu-sedu, menjerit, merintih memilukan hati mengiringi kehilangan miliknya yg selagi ini sangat dijaga dan diinginkannya bakal diberbagi terhadap suami tercintanya kelak. Habislah andalan muluk Yunita untuk memasuki malam perkawinan dgn kesucian yg utuh, punah telah cita-citanya untuk meneteskan air mata kebahagiaan di dalam pelukan kekasih dan suaminya ketika dgn penuh kerelaan ia mempersembahkan mahkota kegadisannya.
Sesuai dgn rencana maka saat ini Abdul tidak memperperbuat Yunita dgn kasar, ia tdk menusuk dengan cara brutal membabi buta ke dalam memek sang putri, melainkan agak diputar-putarnya gerakan maju mundur sang k0ntol.
“Nikmaaat tenaaaan, Nduk… begeuuuuur teuuuiiiing no bahenoool, abaaah dikasiiiih hadiaaaah begini enaaak, ntar abah ajariiiin yg lebiiiiih mantaaaab lagi. Ayooooh goyaaaangin tuh pinggul, jangan dieeem aja. Abaaah cobaa masuuuk dalemaaaaan lagi, Neng… jangan berontaaak ya, ntaar sakit, terima pasraaah aja!!” dengus Abdul sambil dgn yakin memaju-mundurkan pinggulnya, ibarat pompa air berusaha mencari sumber di tempat yg terus dalam.
Sesekali disodoknya ke arah atas, kiri, kanan, bawah, lalu diulangnya lagi dari awal. Gerakan ini menyebabkan dinding tempik Yunita yg sedang mengalami penjarahan pertama seolah diaduk – diulek dan digesek dgn penuh kemesraan. Sementara Ali tetap memegangi kedua nadi Yunita sambil mulutnya tidak kunjung berhenti menyusu di puting kiri kanan Yunita yg tetap mengeras bagaikan batu kerikil.
Kedua lelaki itu penuh kepuasan memantau wajah Yunita yg telah mendongak ke atas tetapi tetap menggeleng ke kiri dan ke kanan. Wajah cantik Yunita terus terkesan kuyu dan lemas, hidung bangirnya kembang kempis mendengus dan bernafas terus cepat, sementara bibirnya yg mengkilat basah setengah terbuka.
“Auuummph, aaaaaoooohh, eeemmmpppph, eeeeeengghhh, aaaaaauuuww, ssssshhhhhh, udaaaah doong, aaaahhhh, udaaaaah, saaakiiiiiiit, ngiluuuuuu, ouuuuhhh, eeemmpphh, iiyyyaaaa, auuuuw, iyaaaaa,” tidak sadar lagi Yunita mengeluarkan suara khas wanita yg sedang dilanda kenikmatan birahi.
Abdul dan Ali yg rupanya telah berbagai kali mengerjai wanita dengan cara bersama, kembali saling berpandangan dan yakin bahwa pertahanan Yunita telah hancur luluh dan saat ini tinggal dilanjutkan permainan seksual ini untuk merubah Yunita dari gadis alim menjadi wanita dewasa yg bukan saja hilang rasa malunya bersenggama, tetapi sebaliknya bahkan tidak segan segan menagih jatah untuk rutin dipuaskan.
Merasakan bahwa Yunita telah tidak mampu melawan, maka mereka berdua mengganti lagi posisi badan mereka : Ali saat ini setengah terlentang dgn k0ntol telah berdiri mengacung ke udara, Yunita diangkat oleh Abdul dan diatur berlutut sambil menungging untuk “memanjakan” k0ntol Ali, sedangkan dari belakang sang ayah tiri kembali mendorong dan memasukkan k0ntolnya ke memek Yunita.
Meskipun telah demikian licin basah, tetapi sebab baru saja diperawani maka tetap terasa perih sakit disaat k0ntol ayah tirinya mulai masuk jadi Yunita tidak sadar memekik dan melepaskan k0ntol Ali yg sedang dikulumnya sambil menggoyang pinggul seolah ingin melepaskan diri dari penetrasi Abdul. Tetapi Abdul telah memegangi pinggang Yunita yg ramping jadi pinggulnya tidak bisa digeser ke samping – sementara Ali jg dgn mantab menjambak jilbab putih dan menekan kembali kepala Yunita untuk meperbuat “service” ke rudalnya yg berkapasitas tidak kalah dgn milik ayah tirinya.
Ketika Abdul terus dalam mendorong k0ntolnya maka Yunita kembali merasa perih ngilu kesakitan, mungkin sebab tahap selaput daranya yg berbagai menit lalu sobek kembali terbuka lukanya. Yunita berusaha mencakar paha sang pemerkosa dibelakang pinggulnya dgn kuku-kuku kedua tangannya, tetapi Abdul telah siap dan terbiasa dgn reaksi perlawanan wanita dalam posisi seperti ini. Kedua tangan Yunita yg menggapai ingin menyakar itu lekas ditangkap, dicekal pergelangan nadinya dan lalu ditelikung ke belakang.
Dalam kedua tangannya berada dipunggung dan ditelikung maka Yunita tidak bisa menunjang lagi badan tahap atasnya, tetapi ini justru mempermudah Ali yg sedang disepong untuk menjambak jilbab dan rambut Yunita, lalu dgn ritmis diturun-naikkan dgn irama yg sangat memuaskan “otong”nya. Dgn satu tangan Abdul tetap menelikung nadi mangsanya jadi Yunita tidak bisa mencakar, sementara tangannya yg lain meremas-remas buah dada Yunita yg menggantung indah dan memilin dan memijit-mijit putingnya.
Share: