388cash388cash

Cerita Dewasa: Terjebak Dalam Jurang Kenikmatan


Namaku Isma, aku seorang mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung. Saat kejadian itu menimpaku, aku sedang duduk di semester 2. Sebetulnya seluruh keluargaku tinggal di kota Jakarta, serta mereka agak keberatan apabila aku wajib kuliah di luar kota, tp saat itu aku telah bertekad untuk belajar hidup mandiri hingga akhirnya mereka mengijinkan aku untuk melanjutkan studi di kota tersebut. 

Di Bandung aku tinggal di suatu kos putri yg letaknya tdk begitu jauh dari kampusku. Aku tinggal bersama seorang kawanku yg aku kenal di kampus. Namanya Rosa, dirinya gadis berdarah Sunda asli. Padahal dirinya bisa saja tinggal di rumahnya yg juga berada di kota Bandung, tp menurutnya dirinya ingin lebih bisa berkonsentrasi dgn kuliahnya, jadi dirinya memutuskan untuk tinggal di kos bersamaku. 

Rosa merupakan gadis yg sangat pintar serta juga sopan, begitu sopannya hingga-sampai dirinya tdk sempat mengenakan pakaian yg seksi alias sedikit terbuka saat bepergian alias pergi kuliah, padahal menurutku wajah Rosa sangat cantik, rambutnya panjang serta hitam dgn kulit tubuh yg putih mulus, layaknya gadis gadis Sunda pada umumnya, sementara postur tubuhnya juga sangat keren serta proporsional, pinggangnya ramping didukung oleh kedua belah kakinya yg jenjang, apalagi Rosa juga mempunyai toket yg besar, mungkin dua kali lebih besar daripada toketku. 

Pokoknya, apabila saja Rosa mau berdandan serta sedikit merubah penampilannya, dirinya bisa menjadi salah satu gadis tercantik di tempat kuliahku. Untuk memenuhi kebutuhanku supaya tdk terlalu mempercayakan uang kiriman dari orang tuaku, aku memutuskan untuk kuliah sambil bekerja paruh waktu di salah satu club billiard yg lumayan besar serta eksklusif di kota Bandung. 

Aku bekerja menjadi salah seorang penjaga meja, sekaligus merangkap pramusaji di club tersebut, kadang kadang aku merasa sangat lelah serta letih, apalagi apabila aku wajib terpaksa pulang larut malam dari tempat kerja. Tp tdk apalah, yg penting aku bisa mempunyai lumayan uang serta bisa memenuhi kebutuhanku sendiri tanpa wajib mempercayakan kiriman uang dari orang tuaku, lagipula aku telah bertekad untuk belajar hidup mandiri. Singkat cerita, hari itu aku sedang bingung, sebab besok merupakan hari terbaru waktu pembayaran uang semester, padahal kiriman dari orang tua belum juga hingga ke rekeningku, serta saat gajianku tetap seminggu lagi, sementara uang tabunganku telah habis untuk kebutuhan serta anggaran hidupku sehari-hari hingga sore itu aku benar benar pusing memikirkannya. 

Akhirnya, kuberanikan diri untuk meminjam uang ke club tempat aku bekerja, tp perusahaan tdk bisa mengabulkan permohonanku dgn argumen saat itu tdk ada sertaa yg terdapat sebab seluruh uang yg ada telah disetorkan ke pemiliknya. Malam itu, dgn perasaan kecewa serta bingung, aku berkemas untuk pulang kembali ke kosku. Saat itu jam kerjaku terbukti telah beres. Aku berlangsung lunglai dari ruangan karyawan, bimbang memikirkan hidupku besok, saat kulihat Rosa telah menantikanku di ruang tunggu “Gimana Is? Bisa pinjaman uangnya?” tanya Rosa. “Nggak bisa Ros.. Nggak apa-apa deh, besok gua minta keringanan aja dari kampus” ujarku dgn nada lemas. “Elu sendiri, dari mana.? Tumben mampir ke sini?” tambahku sambil melihat ke arah jam tanganku, saat itu telah hampir jam sepuluh malam, tdk biasanya Rosa berani keluar malam-malam, pikirku heran. “Gua abis dari mall di depan, ngecek ATM, barangkali kiriman gua udah hingga, buat nalangin bayaran elu, tp nyatanya belum hingga..” ujar Rosa dgn nada rugi. “Thanks banget untuk usaha lu Ros.” ujarku sambil mengajaknya pulang. Kami berdua berlangsung melalui ruangan billiard. Saat itu di sana tetap ada empat orang tamu yg sedang bermain dikawani oleh manajerku, mereka merupakan kawan-kawan dari pemilik club tersebut, jadi mesikipun club tersebut telah tutup, mereka tetap bisa leluasa bermain. Aku sempat berpamitan dgn mereka sebelum aku kembali berlangsung menuju pintu keluar saat tiba-tiba salah seorang dari mereka terbuktigilku.. “Is.., Temenin kami main dong..!” serunya. “Kita taruhan. Berani nggak?” tambah kawannya sambil mengayunkan tangannya ke arahku. Aku tertegun sejenak sambil menatap bengong ke arah mereka. Rupanya mereka sedang berjudi, serta mereka mengajakku untuk bergabung. Wah, boleh juga nih. Barangkali menang.., pikirku. “Taruhannya apa? Saya lagi tdk bawa uang tidak sedikit..!” seruku, sementara kulihat Pak Hendra manajerku, berlangsung menghampiriku. “Gampang.., kalau kalian bisa menang, satu game kami membayar lima ratus ribu, tp kalau kalian kalah, nggak butuh bayar, kalian cuma wajib buka baju aja, kami main sepuluh game.. Setuju?” seru salah seorang dari mereka. Aku terkesiap mendengar tantangannya, kulirik Rosa yg saat itu telah berada di depan pintu keluar, dirinya tampak menggelengkan kepalanya, sambil memberi tanda kepadaku, supaya aku cepat-cepat meninggalkan club tersebut. “Brengsek! Nggak mau..!” ujarku sambil membalikkan tubuhku. Bisa-bisa aku telanjang kalau dalam sepuluh game itu aku kalah terus, pikirku dgn sebal. Tp tiba-tiba langkahku terhenti saat tangan manajerku menahan pundakku. “Terima aja Is, kalian kan lagi butuh uang, lagipula mereka nggak begitu jago kok..!” ujar manajerku berusaha membujuk. “Tp Pak..!” jawabku dgn nada bingung, sebetulnya aku mulai tertarik untuk memenuhi tantangan mereka, dgn andalan aku bisa memenangkan seluruh game, lagipula aku benar benar membutuhkan uang tersebut. “Telahlah.! Kalau kalian bersedia kelak saya kasih tambahan uang, lagipula nggak enak menolak tamu-tamu bos..” ujarnya sambil terus membujukku. “Oke.. Tp kalau saya kalah terus gimana?” tanyaku terhadap mereka. “Tenang aja, kalian hanya lepas baju aja kok! Kami janji nggak bakal berbuat macam macam..!” seru orang yg berada paling dekat dgnku. “Baik.. Tp janji.. Tdk bakal macam macam!” jawabku memastikan perkataan mereka, sementara Rosa langsung berlangsung menghampiriku. “Lu udah gila apa Is..! Gua ngga setuju!” serunya dgn nada marah. “Tenang aja Ros, elu duduk aja di sana, nungguin gua..! Oke?” ujarku sambil menunjuk ke arah sofa yg berada di pojok ruangan. “Tp Is?” ujar Rosa dgn wajah ketakutan. “Udah, nggak apa-apa, elu nggak butuh takut..” sanggahku sambil tersenyum menenangkan hatinya, akhirnya Rosa pun berlangsung serta duduk di sofa tersebut. Telah lima game berlangsung, aku menang dua kali serta kalah tiga kali, membikin aku wajib menanggalkan jaket, blouse serta celana panjang yg kukenakan hingga saat itu hanya tersisa bra serta CD saja yg tetap melekat di tubuhku. Jangan hingga kalah lagi, ujarku dalam hati, dua kali lagi aku kalah, maka aku bakal sangatlah Bugil. Pikiranku mulai panik, sementara di pojok ruangan, Rosa telah tampak mulai resah melihat kondisiku. Tp naas. Udara dingin dari AC di ruangan tersebut membikin aku susah untuk berkonsentrasi jadi aku kembali kalah pada game keenam, membikin mereka langsung bersorak riuh, memintaku untuk segera menanggalkan bra yg kukenakan. Aku telah hampir menangis saat itu, tp mereka terus memaksaku, maka dgn perasaan berat serta malu, akhirnya kulepaskan juga bra yg melekat di tubuhku, membikin toketku langsung mencuat serta terbuka di hadapan mata mereka yg tampak melotot saat memandang tubuh telanjangku. “Telah.. Telah, kami berhenti saja, saya menyerah!” seruku memelas sambil berusaha menutupi tubuh tahap atasku, saat itu aku telah merasa sangat malu serta tdk lagi tertarik untuk meneruskan taruhan itu. “Nggak bisa..! Perjanjiannya kan hingga kalian telanjang, baru permainannya beres..!” protes lawan mainku, akhirnya aku hanya bisa menuruti kemauannya. “Buka.. Buka..!” sorak mereka saat pada game berikutnya aku kembali kalah serta wajib melepas CDku. “Telah.. Kami batalkan saja taruhannya..!” jeritku sambil meraih pakaianku serta berlari menjauhi mereka, tp salah seorang dari mereka dgn sigap menubrukku dari belakang, membikinku terhempas di atas meja billiard dgn posisi menelungkup serta laki-laki itu menindihku dari atas. “Lepaskan..!” teriakku kaget sambil meronta dgn sekuat tenaga, tp laki laki itu terus menindihku dgn kuat, membikin aku benar benar tdk bisa bergerak sama sekali, akhirnya aku terkulai lemah tidak berdaya sambil terus menangis. “Pak Hendra..! Tolong saya Pak..!” jeritku sambil menyapukan pandangan mencari manajerku. Betapa terkejutnya aku saat kulihat Pak Hendra sedang mendekap tubuh Rosa sambil tangannya berusaha melucuti pakaian yg melekat di tubuhnya dibantu oleh tiga orang kawannya. Bersamaan dgn itu kurasakan sesuatu mendesak masuk ke dalam liang kemaluanku. Rupanya saat itu laki-laki yg berada di atas tubuhku, telah bakal memperkosaku. Dirinya menyelipkan batang k0ntolnya dari sela-sela CD yg kukenakan serta terus menekannya dgn keras, membikin batang k0ntolnya makin terhunjam masuk melalui bibir memekku. “Jangan.. Ouh..!!” jeritku sambil berusaha menahan pahanya dgn kedua tanganku, tp batang k0ntolnya terus melesak masuk, jadi akhirnya sangatlah terbenam seluruhnya di dalam liang memekku. “Jangan keluar di dalam, Pak..!” gumamku pelan sambil menahan tubuhku yg berguncang saat laki-laki itu mulai memompaku. “Oke.. Uh.. Ssh.. Kalian cantik Isma..!” ceracau laki laki itu saat mulai bergerak di dalam tubuhku. “Ouh.. Hh..!” desahku lirih. Aku memejamkan mataku, merasakan getaran yg mulai menjalari seluruh tubuhku, saat pemerkosaku menghentakkan tubuhnya dgn makin cepat, membikin aku mulai terangsang saat itu, serta tanpa sadar aku pun ikut menggerakkan pinggulku, berusaha mengimbangi gerakannya. Aku terbukti telah tidak jarang meperbuat hubungan badan dgn pacarku sejak aku tetap duduk di bangku SMU, malah kegadisanku telah terenggut oleh pacarku saat aku tetap di kelas satu SMA, serta sejak saat itu kami rutin meperbuat aktifitas seks, hingga akhirnya aku pergi melanjutkan studi di Bandung, serta kini aku kembali merasakan kenikmatan itu seusai selagi satu tahun aku tdk sempat lagi bersetubuh. “aaahhhhh.. eemmhhh. Ah.” desahku sambil terus menggoyangkan pinggulku. Sementara di pojok ruangan, kulihat Rosa sedang berjuang dgn sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari keempat orang yg sedang menggumulinya. Saat itu keadaan Rosa benar benar telah sangat berantakan, kemeja lengan panjang yg di kenakannya telah terbuka lebar serta hampir lepas dari tubuhnya, sementara bra yg dikenakannya telah tampak setengah terbuka hingga membikin satu toketnya menyembul keluar. “Jangan.. Jangan.. Lepaskan.. Tolong..!” jeritnya keras sambil berusaha meronta serta melawan dgn gigih saat seseorang dari mereka mulai membawa rok panjang yg dikenakan oleh Rosa. “Jangan..! Toloong..!” jerit Rosa makin keras sambil menendang-nendangkan kedua belah kakinya saat mereka mulai menggeraygi tubuh tahap bawahnya dgn buas. “Hentikann..! Hentikan.!” teriak Rosa putus asa sambil menangis sejadi-jadinya sementara tangannya berusaha menggapai ke arah bawah, mencoba menahan tangan-tangan yg sedang melolosi CDnya, tp gerakannya tertahan oleh tangan Pak Hendra yg saat itu terus mendekap tubuh Rosa dari belakang. Manajerku itu terus memaksanya untuk tetap berada di dalam pangkuannya, sambil sesekali meremas serta mempermainkan puting toket Rosa. Berbagai saat kemudian, dua orang dari mereka membawa tubuh Rosa sambil merenggangkan kedua belah kakinya, sementara Pak Hendra tetap mendekap tubuh Rosa sambil mulai mengarahkan batang k0ntolnya ke sela-sela bibir kemaluan kawanku itu. Saat itu keadaan Rosa sungguh sangat mengenaskan, pakaian tahap atasnya telah terbuka dgn lebar, sementara roknya pun telah tersingkap hingga sebatas perutnya, serta aku bisa melihat jelas, saat tubuh Rosa tampak menggeliat luar biasa ketika kedua orang yg membawa tubuhnya itu mulai menurunkannya dgn perlahan, membikin batang k0ntol Pak Hendra melesak masuk ke dalam liang memeknya. “Ough..! Jangaan..!” jerit Rosa parau sambil meringis kesakitan ketika memeknya mulai dijejali oleh kemaluan Pak Hendra. Perlahan, kulihat batang k0ntol itu terus melesak masuk hingga akhirnya lenyap serta terbenam seluruhnya di dalam liang rahim Rosa, saat itu tubuh Rosa sangatlah telah menyatu dgn tubuh Pak Hendra. Serta Rosa tampak mengerang kesakitan sambil menggeliatkan tubuhnya. “Arghh.. Sakitt.., perihh, lepaskan itu dari tubuhku..!” jerit Rosa dgn nafas yg tersengal-sengal, dirinya tetap berusaha meronta, ketika Pak Hendra mulai bergerak di dalam tubuhnya, membikin Rosa makin menjerit-jerit kesakitan, hingga akhirnya tubuhnya terkulai lemas tidak sadarkan diri di dalam dekapan Pak Hendra. Pak Hendra tetap terus memompa tubuh Rosa yg pingsan itu dgn kasar, begitu kasarnya hingga membikin tubuh kawanku itu ikut berguncang dgn hebat. Toketnya yg besar tampak menggeletar serta terlempar kesana kemari saat tubuhnya bergerak naik turun, sementara saat itu aku pun tetap terus digarap oleh laki-laki yg sedang memperkosaku, hingga akhirnya tubuhku menegang dgn keras. “Ohh..!” aku mendesah keras saat telah mencapai orgasme, seluruh sumsum di tulangku serasa ditarik keluar ketika aku sangatlah telah mencapai puncak kenikmatan, tp tiba-tiba aku menjadi panik luar biasa saat kurasakan k0ntol laki-laki itu berdenyut keras di dalam liang rahimku. “Jangan.. Jangan di dalam..! Lepaskan.. Bajingan..!” jeritku putus asa saat kurasakan cairan hangat membanjiri rongga kemaluanku. Laki-laki itu telah menyemburkan cairan spermanya di dalam liang rahimku. Sesaat kemudian posisinya telah digantikan oleh kawannya, serta aku kembali diperkosa. Sementara di pojok ruangan, Rosa pun tetap terus digarap oleh mereka, kulihat darah keperawanannya meleleh keluar dari sela-sela bibir memeknya, bercampur dgn cairan sperma, saat seorang dari mereka mulai kembali melesakkan liang memek Rosa dgn batang k0ntolnya. Malam itu, Aku serta Rosa menjadi piala bergilir, tubuh kami berdua dikerjai serta diperkosa habis-habisan oleh mereka. Siksaan itu baru beres saat waktu telah menunjukkan jam empat subuh. Kulihat di depanku tertumpuk sejumlah uang pecahan seratus ribu. Kuraih uang tersebut sambil berusaha bangkit serta mengenakan seluruh pakaianku, seusai itu aku berlangsung mendekati tubuh Rosa yg tetap meringkuk di aspek ruangan. Saat itu dirinya telah siuman dari pingsannya, dirinya mengerang kesakitan sambil menangis meratp kegadisannya yg telah terenggut paksa pada malam itu. Tidak lebihkul tubuhnya serta menolongnya berlangsung pulang.. Sebelum sepuluh tahun yg lalu aku hanyalah anak laki-laki biasa yg bahagia bermain bola di lapangan yg becek sisa hujan semalam alias berlari-larian mengejar laygan putus hingga ke kebun orang serta dimarahi sang pemilik kebun. Tp kemudian.. “Kak, mandi dulu baru makan!” teriak ibuku dari dapur. “Ntar ah, lapar nih, Bu!” balasku juga berteriak. “Kamu sih, main dari mulai pulang sekolah, baru pulang sore-sore begini.” Ibuku mengomel. Habis mau bagaimana lagi aku suka sekali bermain laygan, apalagi kini sedang musimnya, jadi tidak sedikit sekali layg-layg yg berterbangan di atas langit sana mengajakku bermain kejar-kejaran dengannya. “Ntar Mas Tio mau ke sini lho!” ujar ibuku. “Iya, udah tahu!” balasku. Mas Tio, pamanku, merupakan anak dari kakak perempuan ayahku yg tinggal di suatu kota di Jawa Tengah yg populer dgn candi Borobudurnya, serta di situ pulalah Mas Tio bekerja sebagai seorang tentara berpangkat sersan dua. Tp mesikipun tempat tinggal kami berjauhan, keluarga kami serta paman telah sangat dekat. Dua alias tiga minggu sekali Mas Tio datang berkunjung ke rumah kami di Bandung. Apabila paman datang aku tentu merasa sangat bahagia. Mengapa? Sebab paman sangat baik, ia rutin mengajakku pergi berbelanja ke supermarket, dirinya membelikan tidak sedikit sekali barang yg kuminta. Ia sangat suka dgn anak kecil. Tidak hanya itu Mas Tio belum menikah padahal umurnya telah hampir kepala tiga. Ia bilang pada ayahku bahwa ia belum siap untuk berumah tangga. “Joni sini, ada Mas Tio.” panggil ibuku dari ruang tamu. “Bentar Bu, lagi mandi.” teriakku dari dalam kamar mandi. Kupercepat mandiku, kubilas seluruh busa-busa sabun yg menempel di badan hingga bersih, kemudian kuambil handuk serta kukeringkan di tubuhku. Lalu aku bergegas masuk kamar. Saat pintu kamar kubuka, nyatanya Mas Tio telah ada di dalam kamar. “Udah mandinya?” tanyanya. “Udah, seger banget Mas!” jawabku. “Sini dibajuin sama Mas Tio.” “Lepasin dulu handuknya, Jon!” Kulepaskan handuk dari tubuhku. Paman menatapku dgn pandangan aneh, lurus serta tajam ke arahku, cocoknya tubuhku. “Mas Tio! Mas Tio!” kupanggil namanya berbagai kali. Dan semacam bangun dari mimpinya, dgn sedikit terhentak Mas Tio tersadar kembali. “Oh, mm, kalian ambil bajunya terus bawa ke sini, biar Mas Tio yg pakein.” Kupilih salah satu t-shirt di dalam lemari, juga kaus dalam, CD, serta celana pendeknya, serta kemudian memberbaginya pada Mas Tio. Mas Tio menerimanya serta meletakkan semuanya di atas kasur. Kemudian ia meraih bedak powder di atas meja di samping ranjang. “Mas itu mah bedaknya ade. Aku kan udah gede udah nggak pake bedak lagi” ucapku saat itu juga. “Ah, nggak apa-apa kok biar wangi.” jawabnya. Mas Tio mulai menaburkan bedak serta menggosokkannya dgn rata ke seluruh tubuhku, tergolong pantatku, serta.. k0ntolku. “Badan kalian keren, udah besar mau jadi apa? Mau nggak jadi tentara?” tanya pamanku tetap sambil menggosok-gosokan bedak di tubuhku. “Nggak tau ah, gimana entar aja.” jawabku sambil agak ketawa, habis geli banget diraba-raba sama Mas Tio. “Sebentar yah!” Mas Tio beranjak dari ranjang menuju pintu kamar kemudian menguncinya. “Kalo kalian jadi tentara kelak badan kalian bakal kebentuk semacam paman. Nih Mas Tio tunjukin badan Mas Tio.” Paman mulai membuka pakaiannya helai demi helai. Diawali dgn kemeja biru langitnya, lalu kaus singletnya. Wah, badan Mas Tio terbukti keren banget, dadanya keren, mesikipun tdk begitu besar tp berisi. Perutnya, wah kalau kini nih orang bilang six-packs. Lalu Mas Tio mulai membuka celana panjangnya. Di dalamnya terkesan CD-nya yg berwarna putih. Kemudian ia lanjutkan helai terbaru serta, wah.. besar sekali, di sekelilingnya juga ada hamparan bulu-bulu halus yg rapi terpotong pendek. “Sini coba kalian pegang badan Mas Tio.” pintanya. “Nah, kalau kalian mau jadi tentara kalian wajib tidak sedikit olahraga dari sekarang, jadi badan kalian bakal terbentuk semacam badan Mas Tio.” Dijelaskannya bagaimana ia bisa mempunyai tubuh yg dibanggakannya sambil menuntun tanganku di kurang lebih dada serta perutnya. “Ini kalian juga bakal ikut besar.” ucapnya sambil memegang k0ntolku. “Joni ! Turun dulu!” Mas Tio spontan melepaskan tangannya dari k0ntolku serta kembali menggunakan pakaian yg tadi dilepasnya saat mendengar teriakan Ibuku dari bawah. “Iya!” teriakku sambil menggunakan pakaian yg dari tadi menantikan untuk kukenakan. Saat malam sambil melihat televisi di ruang keluarga, paman menghampiri serta menaikkanku dalam pangkuannya. “Kok nggak belajar?” tanyanya mengawali percakapan. “Nggak ada PR” jawabku singkat. “Belajar kan nggak wajib pas ada PR.” ucapnya menasehati. Aku diam saja, tidak membalas. Masih dalam pangkuan Mas Tio, waktu berlalu tanpa mengatakan hingga mataku akhirnya terpejam kelelahan, terlelap dalam pangkuannya. Tp dalam hening malam itu, aku terusik oleh sesuatu. Tp apa? Aku merasa ada seseorang yg meraba-raba tubuhku. Aku merasa begitu geli. Tp kemudian rabaan-rabaan itu berhenti. Aku ingin membuka mataku. Sedikit demi sedikit mataku terbuka. Dimana ini? Oh ini kan kamar tamu, tentu tadi Mas Tio menggotongku ke kamarnya sebab aku ketiduran. Bola mataku bergerak ke arah kanan serta kulihat samar Mas Tio berdiri di samping ranjang sedang membuka helai demi helai pakaiannya. Seusai semua pakaiannya tanggal dari tubuhnya kemudian ia mengambil sesuatu di dalam tas ransel yg dibawanya. Kemudian paman duduk di ranjang, cocok di sampingku. Segera aku kembali memejamkan mataku, berpura-pura tidur. Tp kemudian.. “Joni.. Joni..!” terdengar paman berbisik di telingaku, membangunkanku. Kubuka mataku pelan-pelan. “A-apa?” tanyaku berdebar-debar. “Mas Tio pegal-pegal nih, kalian pijitin sebentar yah!” pintanya. “Kamu nggak kepanasan? Sini Mas Tio bukain bajunya.” Tanpa mendengar jawabanku, paman langsung melucuti pakaianku satu persatu hingga telanjang sama semacamnya. Kemudian paman merebahkan tubuhnya, tengkurap di ranjang. “Kamu pijitin Mas Tio, yah! Kalian duduk di punggung Mas Tio aja biar gampang.” ucapnya. Kuturuti sarannya serta lalu kemudian mulai menggerak-gerakkan jariku di pundaknya. “Iya di situ Jon, duh enak banget!” ucapnya puas. Iya Mas Tio enak, nah aku, orang lagi mengantuk malah disuruh mijit. Tidak pelak hampir tiap menitnya aku menguap sebab mengantuk. Tp kemudian.. “Pantat Mas Tio juga pegel nih, pijit yah!” pintanya lagi. “Iya.” jawabku singkat. Aku bergeser mundur hingga kudapat posisi paling baik untuk memijat. Serta kembalilah jari-jariku bekerja. Memijat pantatnya yg padat berisi. “Kok nggak kerasa yah, digigit aja deh!” pintanya. “Digigit?” tanyaku spontan. “Iya digigit, tp jangan keras-keras!” jelasnya. Untuk sejenak aku terdiam. Apa? Aku wajib memijat pantat Mas Tio dgn gigiku. Pantat yg berwarna lebih terang dari tahap tubuhnya yg lain itu, dgn mulutku. Tetapi kemudian aku tersadar kembali oleh suara Mas Tio. “Ayo dong Jon!” pintanya. “I-iya.” jawabku. Kubuka mulutku agak lebar, mendekatkan wajahku hingga akhirnya mendarat di permukaannya. Serta selanjutnya semua berlangsung sesuai instruksi. “Sambil dijilat Jon biar licin!” “Ah..” “Disedot juga dong!” “Nah.. Iya gitu!” “Terus.. Terus Jon..” ucapnya. Berbagai saat kemudian aku terhentak ketika dengan cara tiba-tiba Mas Tio membalikkan tubuhnya. “Sekarang yg ini!” katanya sambil menunjuk k0ntolnya. Sebab aku ingin ini segera beres, tanpa tidak sedikit bertanya langsung saja kuperbuat perintahnya. Serta instruksi-instruksi itu pun berlanjut. Aku bisa merasakan k0ntol itu terus lama terus membesar. Warnanya pun yg tadinya putih saat ini memerah. Hingga akhirnya mulutku hanya bisa dimasuki tahap kepalanya saja. Sementara aku yg terus mengantuk, mendengar suara desahan-desahan Mas Tio yg kian menderu. Hingga saat dimana kurasakan k0ntolnya menyodok-nyodok masuk ke mulutku serta membanjiri isinya dgn cairan sperma Mas Tio yg hangat. Kemudian Mas Tio luar biasaku ke dalam dekapannya. Memelukku erat, mencium bibirku hingga lidahnya masuk serta merebut sebagian sperma yg tadi ia berbagi padaku. Lalu diciuminya leherku, dielusnya tubuhku, sementara aku telah terlelap serta membisu. Lima tahun kemudian, lima tahun sebelum hari ini Mas Tio yg telah empat tahun tidak sempat lagi berkunjung sebab ditugaskan di luar kota, sore itu di hari Sabtu yg agak abu-abu ia datang dgn seragam lengkapnya. Tp hari ini ia datang tdk sendirian, ia datang bersama seorang wanita yg ia akui sebagai istrinya yg baru dinikahinya kurang lebih satu tahun yg lalu. Aku yg saat itu tetap baru mengerti bahwa kejadian di malam dulu itu bukanlah hanya pijat-memijat biasa, merasa tdk percaya. Mungkinkah Mas Tio tdk semacam yg kupikirkan selagi ini. Tp.. aku.. aku telah telanjur ’sakit’.. Kuambil kursi itu dari tempatnya semula. Kemudian kuletakkan cocok di depan pintu. Pintu kamar dimana Mas Tio serta istrinya tidur. Sengaja aku tidak tidur hingga lewat tengah malam begini hanya untuk membuktikan sesuatu. Kulihat dari lubang udara yg sempit itu serta, kulihat Mas Tio di sana cocok sedang menindih tubuh istrinya. Mas Tio menggerak-gerakkan k0ntolnya keluar masuk memek istrinya sambil tangannya mengelus-elus kedua toket istrinya. Sementara bibirnya sedang menggeraygi tahap leher. Istri Mas Tio terkesan sangat menikmatinya, terkesan dari erangan-erangannya. Tp tidak lama kemudian semua beres, Mas Tio telah berada di puncak serta melepaskan semua spermanya masuk ke dalam memek istrinya. Kuletakkan kembali kursi kembali ke tempatnya. Lalu aku beranjak ke ruang keluarga serta menyalakan TV. Sendiri dalam temaram hanya ada cahaya televisi aku berniat untuk begadang hingga pagi serta mencoba untuk melupakan apa yg baru saja terjadi. Sebab jawaban dari pertanyaanku semacamnya telah terjawab langsung di mataku. Mungkin terbukti aku yg berasumsi salah.. “Kok belum tidur?” Tiba-tiba saja kudengar suara Mas Tio di sampingku mengagetkanku. Tp aku diam tdk bisa menjawab. Mas Tio yg datang bertelanjang dada serta hanya mengenakan celana singkat itu membikinku menjadi gagu. “Tolong pijitin Mas Tio, dong!” Tiba-tiba kalimat itu terdengar lagi seusai sekian lama. Tp aku tetap diam. “Ayo dong, sebentar aja kok!” lanjutnya. Kemudian pelan-pelan mulai kuangkat tanganku ke atas pundaknya, lalu menyentuhnya. Tp kemudian aku teringat bakal kejadian yg baru saja kulihat. Hari ini dgn cepat kuangkat kembali tanganku dari pundaknya. “Mas Tio, maaf Joni ngantuk, mau tidur.” ucapku sambil berlalu. Keesokkan malamnya aku tersadar sebab tidak kuasa menahan rasa untuk buang air kecil. Lalu dgn sedikit berlari, aku bergegas ke kamar mandi. Kubuka pintunya serta kuperosotkan celana dgn cepat lalu CD serta, ahh.. lega sekali, semacam melepaskan beban. Seusai tetes terbaru kusiram k0ntol serta lubang WC dgn air. Saat aku balikkan badan, kulihat Mas Tio telah barada cocok di depan pintu. Langsung kutarik naik CD serta celanaku cepat lalu beranjak pergi. Aku baru hingga di depan pintu kamarku ketika kurasa tangan itu menahanku dari belakang. Lalu membalikkan tubuhku. Aku tertunduk bisu. Lalu tiba-tiba ia membawa tubuhku, menggendongku masuk ke dalam kamarku. Seusai mengunci pintu, diturunkannya aku di tepi ranjang. Kemudian ia membawa wajahku yg tertunduk serta mendaratkan bibirnya cocok di bibirku. Ciuman itu begitu lembut, perlahan tp bisa kurasakan getarannya. Tanpa sadar tubuhku terjatuh di atas ranjang sambil terus berciuman. Lidah kami saling berjumpa. Kemudian ia melepaskan pakaianku sambil menikmati ciumanku di bibirnya. Lalu ia mulai menjelajah daerah leherku, dijilatnya leher serta telingaku hingga memerah. Lalu ia bangkit serta membuka T-shirt yg digunakannya. Seusai bajunya terlepas kuambil inisiatif untuk membuka sendiri celana yg dikenakannya juga CD-nya. Serta terkesan jelas saat ini apa yg telah empat tahun tidak sempat lagi kulihat. Tubuh itu tetap tampak kekar. Suatu k0ntol berkapasitas besar yg teracung berwarna kemerahan serta di kurang lebihnya nampak bulu-bulu halus saat ini terpampang di depanku. Kujilati k0ntol itu dgn lidahku dari buahnya hingga kepala k0ntolnya. Lalu kulahap masuk ke dalam mulutku. Kugerakkan keluar masuk sambil kumainkan lidahku. “Oh.. terus ‘Jon!” ucapnya lembut. Kemudian ia memintaku berhenti serta melepaskan celana serta CD-ku. “Nyatanya kalian udah besar, yah!” ucapnya sambil tersenyum. Lalu dikulumnya k0ntolku hingga memerah. “Sekarang kalian masukin punya kalian ke sini, yah!” ucapnya sambil bergaya doggy style serta menunjuk lubang analnya. Kumasukkan k0ntolku perlahan, pertama terasa susah, tp kemudian.. “Ah.. Ah.. Ah! Mas Aku mau keluar, nih!” ucapku dalam gairah. Mas Tio kemudian bangkit serta mengulum k0ntolku hingga.. “Ah..!” erangku. Spermaku masuk ke dalam mulutnya terus ke tenggorokannya. Tdk berhenti hingga di situ, kemudian ia baringkan tubuh lemasku di atas tubuhnya jadi pantatku cocok berada di atas k0ntolnya. Kemudian ia masukkan k0ntolnya ke dalam lubangku dgn tangannya. Nikmat sekali. Hingga akhirnya Mas Tio bangkit menyemburkan semuanya di atas wajahku. Dalam lelah serta kantuk, dgn mata sedikit terbuka kulihat Mas Tio berpakaian serta pergi meninggalkan kamarku, meninggalkan aku dalam dasar jurang yg gelap hingga hari ini..
Share: