388cash388cash

Cerita Sex : Tante Tetangga Mandi


Kisah ini berawal dari nafsuku yang boleh dibilang ugal-ugalan. Bagaimana tidak, disaat usiaku yang mencapai 29 tahun, kini ini inginnya ML (bersetubuh) terus tiap hari dengan istipsu (inginnya 3 kali sehari). Dan para netters duga, tentu seorang istri selain mengharapkan kepuasan seksual setiap waktu, bakal tetapi juga kerja mengurus rumah lah, mengurus anak lah dan lain-lain tidak sedikitnya. Jadi nyaris istipsu juga tidak jarang keberatan kalau tiap malam bersetubuh terus, dan aku juga kasihan padanya. Setiap kali bercinta, istipsu bisa 3 kadang 4 kali orgasme dan aku sendiri kadang tidak ejakulasi sama sekali sebab istipsu keburu lelah duluan. Paling seusai istipsu tertidur pulas kelelahan, aku langsung pindah ke meja kerjaku dan menyalakan PC, lalu memutar Blue Film dan aku lanjutkan dengan self service. Seusai puas, aku baru menyusul istipsu yang tertidur, dan apabila tengah malam aku terjaga dan kudapati “pusakaku” berdiri, aku ulangi lagi hingga aku sangatlah lelah dan tertidur.

Aku sendiri sangat bergairah apabila menonton tante-tante yang umumnya mereka lebih dewasa, lebih pintar dan terlambaten dalam urusan ranjang. Bahkan aku dalam meperbuat onani tidak jarang membayangkan dengan tante-tante tetanggaku yang umumnya genit-genit. Begitu hingga sebuahsaat, aku mendapat pengalaman bercinta yang amat berkesan dalam sejarah kenasiban seksualku.Ceritanya berawal pada saat kawanku mengundang karaoke di kawasan wisata prigen dan sebelumnya aku belum sempat masuk ke kawasan seperti itu. Kami bertiga pesan ruang mutlak yang memiliki pintu sendiri dan ruangan itu terpisah dengan yang lainnya selagi tiga jam penuh.
“Eh, Eko emangnya Elo udah booking cewek untuk nemenin Kita..?” tanyaku pada Eko, salah seorang dari kawanku.

“Sabaarrr Boss, entar Adi juga bawain tuh cewek..” tukasnya.
Sepuluh menit kemudian, saat aku bakal menyulut Djarum 76-ku, merapatlah sebuah Kijang dan Civic Wonder berjejeran ke hadapanku dan Eko. Kalau Kijang itu aku kenal, itu merupakan Kijang-nya si Adi dan keluar dua orang ABG yang berdandan Ahooyy. Berdesir darah lelakiku menonton dua orang ABG itu. Bagaimana tidak, pakainnya super ketat dan sangat menonjolkan bukit-bukit indah di dada dan pantatnya. Bakal tetapi, aku tidak kenal dengan Civic itu. Aku menonton di dalamnya ada seorang cewek ABG dan seorang lagi wanita kurang lebih 35 tahun (menurut taksiranku dari raut wajahnya).
Eko yang rupanya kenal baik dengan kedua wanita itu langsung menyambut dan membukakan pintu, lantas menawarkannya kepadaku.
“Lisa..” seru tante itu disambut uluran tangannya padaku.
“Inneke..” sahut gadis manis disampingnya.

Singkat cerita, kami telah mulai bernyanyi, berjoget dan minum-minum bersama, entah telah berapa keping VCD Blue Dangdut yang kami putar. Aku menonton Eko dan Adi mulai mendekati aspek ruangan, dan entah telah berapa lama ceweknya orgasme sebab oral yang mereka perbuat. Sementara aku sendiri agak kaku dengan Lisa dan Inneke. Kami pun tetap bernyanyi-nyanyi, meskipun syairnya awur-awuran sebab desakan birahi dampak pertunjukan BF di depan kami.
Aku sendiri duduk di dekat Lisa, sementara Inneke serius menyanyikan lagu-lagu itu. Tante Lisa sendiri telah habis satu pak A-mild-nya, sementara aku menonton wajah Inneke yang merah padam dan kadang nafasnya terengah pelan sebab menahan gejolak yang ia saksikan di layar 29 inch itu. Tiba giliranku untuk mengambil mike dari Inneke, aku bangkit mengambil mike itu dari tangan Inneke dan mengambil duduk di antara Inneke dan Lisa. Pengaruh minumanku dan XTC yang mereka telan membikin kami jatuh dalam alunan suasana birahi itu.
“Boy.., I want your sperm tonight Honey…” bisik Lisa lirih di telingaku, sementara tangan kirinya meraba selangkanganku.

Inneke yang telah meletakkan pet aqua-nya mengambil sikap yang sama padaku. Dirinya malah mulai memainkan ujung lidahnya di telinga. Hangat nafas dan harum kedua wanita itu membikinku terbuai dalam alunan melodi birahi yang telah aku rasakan menjalar menelusuri selangkanganku. Perlahan tetapi pasti, kejantananku menegak dan kencang, jadi Lee Cooper-ku rasanya tidak muat lagi, apalagi saat meneganggnya salah jalur dan sedikit melenceng.
“Lho kok.. bengkok punyamu Say..?” tanya Lisa padaku pura-pura seperti seorang amatiran saja.
Belum sempat aku menjawab, buru-buru Inneke membuka zipper dan CD-ku, lantas mengeluarkan isinya.

“Gini lho Tan… mintanya dilurusin, Mas Boy ini..” kata Inneke diikuti penundukkan kepalanya ke arah selangkanganku.
“Aaakkhhh…” pekikku tertahan saat Inneke spontan mulai mengulum kepala penisku ke dalam mulutnya dikombinaksikan dengan sedotan dan jilatan melingkar lidah.
Spotan kedua kakiku menegang dan membuka lebih lebar lagi untuk mempermudah oral Ineke.
“Ooookh My Godd… ssshhh… aakkk…” desahku.
Seluruh tubuhku bergetar dan terasa disedot seluruh sumsun tulangku lewat celah penisku. Permainan Inneke betul-betul professional, hingga-sampai dentuman musik itu sepertinya tidak kudengar lagi, sebab telingaku juga berdesir kencang. Ujung penisku betul-betul ngilu, hangat, geli dan perasaan birahi bercampur jadi satu disana. Lisa lantas membuka kancing kemeja Hawai-ku dan mundaratkan mulut indahnya di puting susu kiriku, sementara puting kanan dimainkan oleh telunjuk dan jempol kirinya.
“Aaakkk… mmmhhh…” desahku tidak menentu.
Aku betul-betul tidak tahan menikmati sensasi ini.
“Gila.., inilah penyelewenganku yang pertama dan dimanja oleh dua orang wanita sekaligus…” bisikku dalam hati.
Aku terus tidak tahan saja, lalu kurengkuh leher Lisa dan kudekatkan bibirku, kujulurkan lidahku menyapu seluruh rongga mulutnya dan sesekali kuhisap dalam-dalam bibir bawahnya yang sangaat menawan itu. Ini sebab jujur saja, aku lebih bergairah dengan Tante Lisa, meskipun telah hampir mencapai kepala 4 itu (dalam percakapan kami, akhirnya aku tahu juga umur Lisa, meskipun tidak tentu segitu bahkan bisa lebih).
Badanku lantas kumiringkan dan bersandar pada sofa.
Bukit indah Tante Lisa merupakan tujuanku dan benar saja, berapa saat kemudian, “Oookkkhhh… Nimaaatthh… Sayyy… seddooottthhh… terrruuusshhh…” desah Lisa terengah-engah.
Sedotanku kukombinasikan dengan pelintiran jempol dan telunjuk kiriku, sesekali kuputar-putar putingnya dengan telapak tanganku.
“Ssshhh… terussshhh… Sayyy…” Lisa mendesis seperti ular.
Tiba-tiba, “Teeettt..,” suara bel mengejutkan kami, pertanda sepuluh menit lagi bakal beres.
Aku menonton Adi dan Eko tersandar kelelahan, dan kulihat ada sisa sperma menentes dari ujung penis-nya yang mulai mengkerut.
“Udahan dulu ya Tante.., In..,” pintaku pada mereka.
“Emmhhh… Oke…” jawab mereka dengan nada sedikit keberatan.
Kami pun turun, aku berpisah dengan Adi dan Eko, entah kemana mereka melanjutkan petualangan birahinya. Dan kami pun telah masuk ke Civic Lisa.
“Kemana Kami nich..?” tanyaku sok bloon seraya mengnasibkan mesin.
“Kita lanjutin di hotel yuk Ke..!” ajak Tanta Lisa terhadap Inneke.
“Baik Tan… Kami ke hotel **** (edited) yang punya whirpool di kamarnya.” sahut Inneke.
Rupanya Tante Lisa merupakan seorang eksekutif, sebab itu ia pesan salah satu President Suit Room yang mana seumur-umur aku baru mesuk ke dalamnya. Kamarnya luas, tidak lebih lebih 6 x 8 meter, beralaskan permadani coklat muda kembang-kembang dan dibekali whirpool yang menghadap ke arah kehijauan lembah. Kamar itu juga memiliki sofa panjang di sebelah whirpool.
Begitu masuk, Tante Lisa lalu mengunci pintu, aku dan Inneke mengambil tempat duduk di sofa sebelah whirpool. Aku melingkarkan lenganku ke pundak Inneke, alunan musik malam pun terus meningkatkan romantis suasana.
“Innn…” bisikku mesra terhadap Inneke mengawali percumbuanku.
Inneke yang telah on berat itu langsung menyambut kecupanku, nafasnya terengah-engah, menandakan bahwa dirinya sangat mengharapkan kehangatan, kenikmatan dan mengisi kekosongan ruang vaginanya yang terasa menggelitik dan lembab. Dengan sedikit tergesa, aku melepas CD-nya, lalu kurebahkan kepalanya di sandaran segi sofa dan keletakkan pinggulnya cocok diselangkanganku.
“Sreett…” penisku mulai bereaksi saat pantatnya yang dingin menyentuh Lee Cooper-ku dan kulihat Inneke terpejam, sementara tangannya membetulkan rambutnya yang tergerai di sofa.
Aku mulai memainkan jari telunjukku di bibir luar vaginanya yang telah mulai melelehkan cairan bening dari hulunya. Tidak ketinggalan, bibirku menghisap dalam-dalam dan sesekali kujepit putingnya dengan kedua bibirku lalu kutarik-tarik, sesekali kupilin-pilin dengan kedua bibirku.
“Wuuuaahhh… ssshhh… terussshhh… nikkkmatthhh…” desah Inneke keras-keras saat kuperperbuat seperti itu.
Tubuhnya kejang panas dan seluruh ajaran darahnya saat ini memuncak. Sengaja aku tidak memasukkan telunjukku, sebab untuk menstimulasi lebih intens lagi. Kami bercumbu dan telah tidak ingat lagi apa yang diperbuat Lisa di kamar mandi yang begitu lama.
“Bentar Inn.., Aku pispot dulu yach..?” kataku sambil melepaskan cumbuanku.
“Emmhhh…” desah Inneke sedikit kesal.
Akan tetapi, aku menonton Inneke melanjutkan birahinya dengan dua jari. Aku sendiri berlari kecil menuju ke kamar kecil dan sesampai di pintu, aku kaget sebab mendapati Tante Lisa lagi meregang orgasmenya.
“Aaakkkhhh… ssshhh… ssshhh…” desah Tante Lisa, matanya mendelik merem melek.
Tampaknya vibrator mutiara itu tetap bekerja, jadi saat aku kencing, Lisa pun tidak menontonku.
“Boyyy…” sebuah panggilan lembut mengagetkan aku saat hendak meninggalkan kamar mandi itu.
“I… iii.. yaaa… Tan..?” sahutku agak kaget.
“Sini dooonggg..! Hangatin vagina Lisa dengan penis Kalian yang.., ookkhhh…” Tante Lisa terpekik saat vibrator itu ia cabut dari liang vaginanya.
Aku hampiri Tante Lisa di Bath tub itu dan aku baringkan tubuhku disana.
“Oh.., nikmat sekali mandi air hangat dikelonin tante seksi ini.” bisikku dalam hati.
Aku rengkuh lehernya dan kuberbagi french kiss yang begitu mesra dan Tante Lisa pun membalas dengan ganas seluruh rongga mulutku, leher dan kadang puting susuku di hisapnya. Penisku yang terendam kehangatan air itu terus maksimal saja. Selagi tiga menit kami bercumbu, Tante Lisa nampaknya tidak bisa mengendalikan nafsunya.
“Mmmppphhh… oookkkhhh… setubuhi aku Boy..! Cepeeetthh..!” pinta Tante lisa sambil menggeliat seperti cacing kepanasan.
“Baik.. Lisss… Terima penisku yang panjaaanggg…” bisikku sambil memasukkan seluruh batang penisku pelan sekali.
“Oohhh… mmmppphhh… nikmatthh…” gumannya saat batang kejantananku mili per mili mulai menjejali rongga rahimnya.
“Kocokkhh.. yaacchhh… terussshhh… aaakhh… nimat bangeettthh..!” serunya ketika aku mulai mengosok-gosok pelan penisku.
Aku keluarkan kira-kira empat senti, lalu kukocok lima alias enam kali dengan cepat dan kusodokkan dalam-dalam pada kocokan ke tujuh. Rupanya usahaku tidak sia-sia untuk menstimulasi G-spot-nya.
“Aaakkkhhh… ooohhh… nimatthhnyaa… oookkkhhh Godd..!” teriaknya mengawali detik-detik orgasmenya.
Sepuluh detik kemudian, “Nnggghhh… aaakkkhhh… sshhhfff… ookkkhhh… Boyy… kocokk… lebih intens lagi Yannk..!” jerit Tante Lisa diiringi geliat liar tubuh indahnya.
Payudaranya diremas-remasnya sendiri, sementara aku tetap berpegangan pada segi bathtub sambil mengocok lembut vaginanya.
“Akkhh…” teriakku pelan saat Tante Lisa menggigit pundakku sebab aku tetap saja mengocok penisku di vaginanya.
Rupanya Lisa telah mulai ngilu.
Aku memeras tegang otot lenganku dan Tante Lisa sepertinya minta time out untuk mengatur nafas dan menghapus kengiluan di liang sengamanya. Aku meraih lehernya, lalu aku berdiri pada dua lututku dan Tante Lisa diam mengikuti apa yang bakal kuperbuat. Aku memondong Lisa dan tetap menjaga penisku tertanam dalam-dalam di vagina Tante Lisa yang mengapit kedua tungakainya ke pinggangku. Kami menghampiri Inneke yang juga lagi meregang orgasmenya dan Inneke tampaknya lebih liar dari pada Lisa, mungkin sebab pengaruh XTC dan suasana yang penuh hawa birahi itu.
“Aaaoookkkhhh… ssshhh… aaakkkhhh… aaakkkhhh…” jerit Inneke keras sambil menghujam-hujamkan kedua jari kanannya.
Sementara tangan kirinya meremas dan memilin payudaranya dan sesekali ditekan dan diputar. Aku terkesima sejenak dengan pemandangan yang diciptakan Inneke itu dan aku mebayangkan bakal lebih histeris lagi tentu apabila yang keluar masuk itu merupakan 15 cm penis kebanggaanku.
“Booyy… ayyyoook terusinn..!” pinta Tante Lisa diiringi goyangan lembut pinggulnya.
Ia tampaknya mulai bergairah kembali seusai menonton Inneke yang begitu histeris dan aku pun demikian ketika penisku hampir mengendor di Vagina Lisa. Aku maju selangkah dan mendudukkan Tante Lisa dari arah belakang sofa. Aku sendiri mengambil posisi berdiri untuk mempermudah eksplorasiku. Di lain pihak, Inneke yang telah mengakhiri masturbasinya itu mengenal kehadirna kami dan mengambil tempat di belakang Tante Lisa.
“Ookkhhh… Terusin Keee..!” pinta Tante Lisa saat Inneke menyibakkan rambutnya dan mulai mencumbui leher Tante Lisa.
Tidak ketinggalan, kedua telapak tangan Inneke menggoyang, memutar puting dan kadang-kadang dipilin lembut. Aku sepertinya merasakan apa yang Tante Lisa rasakan, darahnya mulai hangat, birahinya telah memanas. Tubuh lisa bagai daging burger di antara aku dan Inneke, pinggulnya tetap aktif menggoyang-goyang, kadang menghentak-hentak lembut.
“Oooaaakkkhhh… nngghhh… ohhhh… nngghhh… Kocok terushh… yaaa… iyaa… terusss..!” desah Tante Lisa keras saat aku cocok menstimulasi G-Spot-nya.
Nafasnya tersengal-sengal disela-sela lenguhan-lenguhan panjangnya, tubuh Tante Lisa menggeliat-geliat liar.
Inneke tetap aktif menolong Tante Lisa menggapai surgawinya, kecupan-kecupan di belakang tubuh, leher, pinggang dan tiba-tiba Tante Lisa melenguh panjang diiringi akselerasi hentakan pinggulnya. Aku terus penasaran saja apakah yang diperbuat Inneke hingga Tante Lisa tampak lebih histeris lagi dari yang tadi. Kuraba raba punggung Lisa sambil kukulum mesra bibirnya, tanganku mulai turun ke arah pantatnya, kutekan kedua segi bokongnya yang padat itu dan kuulir-ulir. Berawal dari situlah aku tahu rupanya telunjuk dan bibir Inneke memainkan peran di celah anus Tante Lisa, telunjuknya yang berlumur vaselin itu keluar masuk lembut di vagina Tante Lisa.
“Oookkhhghh… Goddhh… Ke… truuusss… Yanng… oookkhhh, kontholll… akkhhh… sshhh…” ceracau Tante Lisa tidak beraturan, menjemput ambang orgasmenya.
Kedua celah Tante Lisa terasa pejal dan hangat. Aku malah terus terangsang oleh imajinasiku sendiri, aku lantas memeluk erat-erat Tante Lisa saat ia mulai mengencangkan lingkaran tangannya di tubuhku. Darahku juga mulai bergerak cepat menuju ke ujung syaraf di kepalaku, kupingku tidak lagi menghiraukan lenguhan dan desahan-desahan Tante Lisa.
“Oookkkhhh… Lissshhh… nikmathhh… vaginamu… Akkhhh..!” desahku saat birahiku kurasakan menjalar di seluruh tubuhku.
“Booyyy… Akuuu… mmmhhh… mauuu…” seru Tante Lisa menyambut orgasmenya.
Tubuhnya menegang, wajahnya merah merona, meningkatkan cantiknya Tante kesepian ini, sementara bibirnya terkatup rapat.
“Sssebentar… Lissss… Kami keluar bareng…” bisikku yang kuiringi tempo kocokanku dengan cara maksimal, yaitu kukeluarkan hampir sepanjang batangnya dan kubenamkan dalam-dalam di rahimnya.
Rupanya darahku tidak berawet di syaraf-syarafku, hingga berdesir kencang meluncur melewati seluruh nadiku dan bermuara pada sebuah daging pejal di selangkanganku.
“Lisss… Aku nyammmppaaiii… uuaaakkkhhh… aaakkhhh.., aakhhh..,” desahku sambi memutar-mutar penisku yang tertanam maksimal di vagina Tante Lisa, jadi rambut-rambutku yang disana juga menggelitik klitoris Tante Lisa.
“Sseerrr… serrr…” kurasakan cairan Tante Lisa mendahului orgasmeku, dan seditik kemudian, aku dan Lisa meregang nikmat.
Kami menjerit-jerit sensasional dan tidak khawatir orang lain mendengarnya. Tante Lisa histeris seperti orang kesetanan ketika telunjuk Inneke juga mempercepat kocokan di anusnya.
“Aaakkkhhhggh…” desah kami bersamaan mengakhiri nikmat yang tiada tara tadi dan juga baru kurasakan seumur nasibku.
Maniku meleleh di sela-sela pejalnya bnatang kejantananku yang tetap manancap dalam di rahim Tante Lisa. Inneke tampaknya puas dengan hasil kerjanya, lalu ia memeluk Tante Lisa erat dan berbisik, “Enak khan Tannn..?”
Tante Lisa sendiri telah lemas dan terkulai di atara aku dan Inneke, aku mengecup mesra Tante Lisa dan beralih terhadap Inneke untuk memberbagi stimulan birahi dalam dirinya yang juga mulai mendidih.
Kedua wanita itu terbukti hebat, yang tua histeris dan sanggup menguasai diri dan yang muda histeris juga dan menuruti jiwa mudanya yang bergejolak. Tante Lisa tampaknya tidak bisa menahan rasa di tubuhnya, jadi lunglai lemas tidak bertenaga. Inneke lantas membimbingnya melepas gigitan vaginanya dari penisku yang mulai mengendor ke arah ujung sofa untuk beristirahat. Kulihat wajah Tante Lisa amat puas bercampur dengan letih, bakal tetapi semua beban birahinya yang tertahan selagi dua minggu meledak lah telah.
“Ooookkkhh… sssshh…” desis Tante Lisa saat penisku kutarik pelan dari gigitan vaginanya.
Aku melangkahi sofa dan duduk di sandarannya, lalu kubuka kedua pahaku. Tampaklah oleh Inneke sebuah meriam yang berlumur sperma tetap setengah tegak.
“Oookkkhhh… gellliii… ssshhh… terusssss… Keee..!” pintaku pada Inneke saat ia mulai mengulum penisku dan hampir semuanya terkulum di mulutnya yang sedikit lebar tetapi seksi.
“Oaaakhhh…. aaakkkhh… sshhhssshshh…” desisku saat aku mulai merasakan lagi denyutan penisku di mulutnya.
Inneke tetap menghisap habis seluruh sperma yang tersisa dan kocokkannya terus cepat, hingga kedua kakiku bergetar menahan ngilu bercampur nikmat.
“Oookkkhhh… terusss… hisappphh Sayy..!” pintaku sambil mendorong kepala Inneke untuk meperbuat lebih dalam lagi.
“Oooouakghh.. Plop…” tiba-tiba mulut Inneke melepas kulumannya dan langsung berdiri menjilat leher dan kedua telingaku bergantian.
“Aku ingin di whirpool Sayy..!” bisik Inneke.
Whirpool itu sendiri telah dibekali seperti sofa untuk berbaring, jadi apabila berbaring di situ, maka mulai dada hingga kaki bakal terendam air hangat bercampur semburan air di sisi-sisi kolamnya. Aku merebahkan Inneke disana dan mengawali percumbuan kami, tubuh kami terasa hangat dan seperti di pijat-pijat, jadi penisku yang sempat layu mulai menegang kembali. Inneke tampak menikmati sensasi ini dan aku tahu bahwa Inneke bakal mengharapkan melodi yang tidak sama dengan Lisa.
“Masss… sshh… oookkkkhh… masukin Aku… oookkhhh… mmmppphh…” pinta Inneke sambil membuka pahanya lebar-lebar.
Sejenak aku memainkan kehangatan air, kuayun-ayun tanganku di dalam air ke arah vagina Inneke yang membikinnya segera hebat tubuhku untuk menaikinya. Kami terbukti telah diselimuti nafsu jadi rasanya pemanasan Inneke menonton orgasme dari Tante Lisa telah lebih dari cukup. Tubuh kami hangat oleh air dan kehangatan dari pasangan kami dan semburan-semburan air dari sela-sela kolam membikin kami terus terbuai jauh ke awang-awang.
“Blesss…” 10 cm dari penisku mulai menjejali vagina Ineke diiringi desahan, “Aaakkkkhhh… mmmppph…” guman Inneke yang membikin Tante Lisa terbangun dan menyusul kami di kolam.
Kuhentakkan pelan, jadi seluruh penisku mendesak dinding-dinding vaginanya yang terasa lebih perat dan berdenyut. Lisa mengambil posisi terbuktiku kepala Inneke di paha kanannya dan membelai lembut kening Inneke.
“Aaawww… oookkkhhh… gelli… Masssh…” teriak Inneke saat aku memainkan otot lelakiku di leher rahimnya.
“Masss… dikocok pelaannn… yacch..!” pintanya sambil membelai rambutku, membikinku jadi teringat saat-saat romantis dengan pacar-pacarku dulu.
Aku mengangguk dan kuikuti apa yang Inneke mau, lalu kukocok perlahan dengan tutorial sepuluh senti aku kocok lima alias enam kali dan kubenamkan dalam-dalam, lalu kuputar pada kocokan ke-7. Tutorial ini manjur untuk menstimulasi G-Spot seorang wanita. Tidak lebih lebih lima menit kemudian, Inneke membawa kepalanya dan mendaratkan ciuman bertubi-tubi di mulut dan leherku bergantian. Tubuhnya sedikit menegang dan lebih hangat kurasa, lalu aku memberi isyarat Tante Lisa untuk menyingkir ke arah tahap belakang kami.
“Ooookhhh… Massshh.. aaakuuu… hammmppirr..!” bisik Inneke saat aku mulai menaikkan ritme kocokanku.
“Tahan Ke..!” pintaku, lalu aku memberi isyarat terhadap Tante Lisa lagi.
“Akkkhhhgghhh… ssshhh… mmmpppphh…” desahku dan Inneke bersamaan saat telunjuk Tante Lisa mulai memasuki celah pantatku dan anusnya Inneke.
Rasanya hangat mengelitik, apalagi apabila di kocokkan di kedalaman anusku dan aku bisa membayangkan sensasi yang dialami Inneke. Tentu bakal terasa pejal dan nikmat dan sensasional pada kedua celahnya.
“Oookkkhhh… Taaan… aaaakk.. kuuu tidak kuuu..atthh…” teriak Inneke mulai mengawali detik-detik orgasmenya.
Para netters yang budiman, telah bisa diduga, kami pun terbuai dengan alunan sensai jari Tante Lisa dan hisapan vagina Inneke bersamaan. Demikian pula Inneke. Panasnya penisku dan gelitik telunjuk Tante Lisa membikinnya lupa daratan.
“Aaaggghhh… oookkkhhh… oookkkhhh… aaakkkhhhg… mmmm.. ssshshhh.. awww… ssshhh…” ceracauku dan Inneke tidak beraturan.
Dan tidak lebih lebih sepuluh detik kemudian, aku dan Inneke meregang birahi yang dikenal dengan nama orgasmus dengan cara bersamaan. Aku memancarkan spermaku. Terasa lebih tidak sedikit dari pada dengan Tante Lisa dan aku juga merasakan ajaran mani Inneke dari rahimnya. Aku menghempaskan tubuhku ke samping Inneke dan Tante Lisa mengambil tempat di segi lainnya. Hangat tubuh mereka dan kami becumbu seolah tiada hari esok. Kami lanjutkan tidur mesra diapit dua tubuh sintal nan hangat berselimutkan sutra lembut. Dan saat salah satu dari kami terjaga, kami mengulanginya lagi hingga spermaku betul-betul terasa kering.
Minggu siang, kami baru terbangun, lantas kami mandi bersama dan kemudian sarapan pagi. Kami meluncur ke Surabaya dan janji bakal kencan lagi entah dengan Tante Lisa ataupun Inneke alias kadang mereka minta barengan lagi. Aku akhirnya terlibat kisah asmara yang penuh birahi, tetapi aku puas sebab bisa melampiaskan nafsuku yang meletup-letup itu. Berbagai kali aku ditawari dan berkencan dengan kawan Tante Lisa dan kadang ada yang aku tolak, sebab prinsipku bukan jual cinta seperti gigolo, bakal tetapi sebuah prinsip petualangan.
Share: