388cash388cash

Cerita Sex: Fitri


Aku dan Fitri sangat dekat bagai saudara kandung. Itu dikarenakan kami tidak jarang main bersama, makan bersama, mandi bersama bahkan tidur siang pun kadang kami bersama. Kamu mungkin susah membayangkan bagaimana anak sekecil kami sdh wajib mengurus diri sendiri. Tp keadaanlah yg memaksa kami demikian.
Cerita sex terakhir, Tahun 1972, aku sekolah di SD Negeri 01 yg letaknya tidak lebih lebih 1 km dari rumah yg kutempuh dgn jalan kaki melalui persawahan dan kuburan. Sekolah dgn telanjang kaki merupakan faktor yg biasa pada saat itu. Begitu pula aku. Setiap hari sepulang sekolah aku ke warung ibuku untuk bantu-bantu, terkadang wajib belanja dagangan ke pasar. Jadi waktu untuk bermain sangat sedikit.
Hubunganku dgn Fitri makin dekat saja sebab kalau siang kami tidak ada kawan bermain. Hanya aku dan Fitri. Kawan sebetulnya sih tidak sedikit, hanya sebab kami dari keluarga miskin, kami agak minder dan kawan-kawan kami pun semacamnya enggan berkawan dgn kami. Tp dlm halpelajaran sekolah, aku sama sekali tdk sempat ketinggalan. Aku rutin bersyukur, mesikipun buku pelajaranku rutin pinjam dari kawan yg satu angkatan diatasku dan belajar dgn lampu teplok, aku bisa sejajar dgn kawanku yg lain. Bahkan aku rutin masuk dlm 10 besar. Faktor itu berjalan terus hingga aku kelas 2 SMP.
Hingga pada sebuahsaat ketika aku berusia 13 tahun. Aku sudah beres berbelanja kebutuhan warung untuk esok hari. Rokok, pisang, ubi, terigu, minyak tanah, minyak goreng dll. Oh ya, ibuku tidak hanya jualan rokok, juga jualan pisang goreng, ubi rebus, kacang goreng, kopi, teh dll.
Saat aku sedang istirahat, sebab siangnya aku wajib sekolah, aku mendengar suara erangan dari kamar sebelah kanan. Semacam orang menangis tp kok intonasinya aneh.
“Kenapa Mbak Indah ya.. apa sedang sakit perut?” pikirku.
Oh ya Mbak Indah kini sdh janda. Suaminya meninggal tertabrak mobil 2 tahun yg lalu saat usia perkimpoian mereka kurang lebih 6 bulan.
Penasaran kuintip lewat lubang-lubang bilik bambu. Aku kaget! Penasaran, pelan-pelan kubesarkan lubang mengintipnya, nah terus jelas. Nyatanya Mbak Indah sedang bersenggama dgn lelaki yg tidak kukenal. Mbak Indah posisinya berada di atas lelaki itu. Kepalanya mengadah ke atas.Sebab posisi mengintipku dari samping, maka yg kelihatan hanyalah toket Mbak Indah saja. Toketnya kurasa lumayan besar dan tetap kencang itu berguncang-guncang. Mungkin sebab Mbak Indah janda yg belum punya anak, jadi toketnya tetap keren. Umur Mbak Indah saat itu kurang lebih 28 tahun.
“Aduuhh.. shh.. sshh.. oohh.. oohh..” rintih Mbak Indah. Lelaki itu memegangi pinggang Mbak Indah, sedangkan pantatnya bergoyang-goyang.
Aku yg baru pertama kali melihat adegan itu dengan cara live (mesikipun cerita mengenai faktor itu tidak jarang kudengar dari kawan-kawan) membikinku makin deg-degan. Aku terus mengintip sementara tanpa kuperintah kemaluanku menegang keras. Kulihat frekuensi naik turun Mbak Indah terus cepat sambil mulutnya bicara yg tdk jelas. Lalu tiba-tiba Mbak Indah mengeram panjang.
“Aaa.. aachchch.. hhuu..” dan terkesan dirinya tergeletak lemas di atas laki-laki itu. Pelan-pelan aku turun dari dipan dgn kaki yg gemetaran.
Siang itu aku di sekolah tidak sedikit bengongnya, jadi kawan-kawanku tidak sedikit yg bertanya kenapa aku ini, kujawab saja aku sedang tdk enak badan. Mungkin masuk angin.
Semenjak saat itu setiap ada suara-suara desahan dan peluang aku rutin mengintip aktifitas Mbak Indah. Mbak Indah liburnya tdk tentu. Terkadang Senin, kadang Selasa alias hari-hari yg lain. Jadwal desahan itu hampir bersamaan yaitu kurang lebih jam 10 pagi hingga jam 12 siang.Yg kuherankan, lelaki pasangannya tidak jarang berganti-ganti. Akhirnya aku tahu kalau Mbak Indah itu biasa tidur dgn lelaki yg mau membayarnya. Layak saja penjaga toko kok punya TV dan perabotannya lengkap dan keren.
Mungkin awalnya Mbak Indah biasa dibawa ke penginapan tp sebab dianggapnya kontrakan sepi, maka Mbak Indah memutuskan main di kontrakan. Sebab sdh beberapa kali aku melihat Mbak Indah meperbuat senggama, akhirnya aku tahu urut-urutannya. Pertama mereka saling cium, saling raba, saling remas, saling hisap lalu meperbuat penetrasi disegala posisi. Aku tahu bentuk dari memek Mbak Indah yg berambut lebat.
Itulah yg membikinku memiliki perasaan lain setiap melihat kawan dekatku, si Fitri. Fitri saat ini umurnya sdh 12 tahun, sdh kelas 1 SMP. Kami sekolah di tempat yg sama. Sama-sama masuk siang. Dirinya kini jauh lebih putih daripada dulu.
Hal-hal yg tadinya tdk begitu kuperhatikan pada Fitri akhirnya kuperhatikan. Wajahnya yg oval, hidungnya yg agak mancung, giginya yg putih, bibirnya yg merah alami, alisnya yg lumayan tebal, rambutnya dipotong singkat nyatanya semuanya bisa kualitas diatas rata-rata. Dadanya keren tdk terlalu besar.
“Kenapa baru kini aku perhatikan ya. Kenapa nggak dari dulu?” pikirku.
Mungkin sebab aku terlalu sibuk dgn urusanku, keluargaku, sekolahku. Padahal aku tidak jarang mengajarkan Matematika dan IPA kepadanya.
Suatu ketika, sewaktu kulihat ada Mbak Indah di rumah sedang menerima tamu, kira-kira jam 10, aku tahu apa yg bakal terjadi. Seusai kira-kira mereka masuk kamar, kupanggil si Fitri. Saat itu dirinya sedang mencuci beras.
“Fit, sini deh. Mau lihat yg keren nggak?” kataku.
“Lihat apa?” dirinya balik tanya.
“Pokoknya keren deehh..” ajakku sambil menggandeng tangannya.
Sementara dirinya sedang jongkok, sekilas terkesanlah CD nya yg berwarna putih di antara pahanya yg mulus. Pikiranku langsung ngeres.
“Semacam apa ya isinya? Apa tetap semacam dulu?”pikirku.
Sebab sejak umur 8 tahun kami tidak sempat mandi bareng lagi. Malu katanya. Saat dirinya bangun, dadanya sempat tersentuh lenganku. Lunak dan lembut. Waahh, makin ngeres aja aku.
Seusai menyimpan bakul beras di rumahnya, dirinya pun masuk ke rumahku lewat pintu belakang.”Ssstt.. jangan berisik ya..” kataku sambil menempelkan telunjukku ke bibirku.
“Kenapa?” tanyanya.
Aku dekatkan bibirku ke telinganya.
“Geser kalendernya, di situ ada lobang. Coba lihat ada apa..” bisikku.
Sementara itu sdh ada suara desahan-desahan halus dari kamar sebelah. Dirinya naik dipan perlahan-lahan.
Digesernya kalender dan mulai mengintip. Reaksinya pertamanya merupakan kaget dgn muka merah menatapku.
“Ada apa?” tanyaku berlagak bego.
“Mereka lagi ngapain?” tanyanya.
“Aduuhh.. Fitri ini belum ngerti alias pura-pura siihh..” batinku.
Aku langsung mengambil kesimpulan sendiri kalau Fitri itu sama semacam aku dulu. Tdk tahu apa-apa mengenai seks.
“Coba kamu lihat terus. Aku nggak ngerti makanya kupanggil kamu. Sebab aku udah sempat liat tp aku nggak tahu..” jawabku pura-pura bodoh.
Akhirnya Fitri mengintip lagi. Selama Fitri mengintip, kuperhatikan dirinya dari belakang agak ke kanan. Dirinya menggunakan daster tipis dgn lubang lengan yg agak lebar. Aku bisa melihat bulatan toketnya yg tertutup kaos dlm agak kendor. Agak mengembung, putih, putingnya agak samar-samar sebab dari samping. Kulihat pinggangnya agak ramping, bongkahan pantatnya yg lumayan besar untuk anak seusianya. Sementara garis CD nya terkesan jelas di balik dasternya yg biru tipis.
Nafas Fitri kudengar makin cepat dan badannya agak gemetar. Lumayan lama kira-kira 20 menit, hingga terdengar erangan panjang dari kamar sebelah. Akhirnya Fitri duduk di dipanku. Wajahnya merah padam. Waahh.. makin cantik aja Fitipsu ini.
“Gimana Fit?” tanyaku.
“Tauk.. ah.. aku mau masak..!” sahutnya sambil berlari keluar.
“Dia kenapa ya..?” batinku.
Seusai itu aku bikin adonan kue, memotong-motong pisang, merebus ubi, lalu pergi mandi. Saat sedang berjalan ke kamar mandi, aku sempat melihat Fitri sedang merenung di depan kompornya. Tentu gara-gara mengintip tadi.
“Ayoo.. ngelamun. Entar kemasukan setan loohh. Mau sekolah nggak?” tanyaku.
Dia rupanya kaget saat kutanya begitu.
“Eh.. oh. Mas Pri aja dulu. Aku lagi nungguin nasi nich.. Kelak gosong..” sahutnya.
Dia rutin memasak sebelum pergi sekolah supaya kalau ibunya pulang keliling menjajakan sayur, makanan sdh ada. Tinggal goreng lauknya saja. Kalau aku, pagi seusai minum teh, kubuka warung dan ibuku memasak seusai itu bunda ke warung, lalu menuliskan apa-apa yg butuh dibeli di pasar. Sepulang dari pasar kupersiapkan bahan-bahan untuk pisang goreng lalu dibawa ke warung. Aku rutin belajar di malam hari. Baik PR maupun belajar untuk esok harinya.
Beres mandi aku ganti baju. Siap-siap mau sekolah. Kupakai sepatuku. Melihat sepatu itu aku tersenyum sendiri. Sepatu itu merupakan hasil jerih payahku mengumpulkan kardus-kardus bekas dan menjualnya ke tukang pemulung yg tidak jauh dari kontrakanku. Seusai beres membungkus yg mau dibawa ke warung, aku teriak pada Fitri.
“Fiittt.. ayo berangkat..! Kelak telat lhoo..” teriakku.
“Sebentaarr.. Fitri lagi pake sepatu..” sahutnya.
Tak lama Fitri keluar. “Kok hari ini tambah cantik ya..” batinku.
Selama dlm perjalanan ke sekolah, Fitri tidak sedikit diamnya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Biasanya dirinya cerita mengenai kondisi pasar Cipete dimana dirinya belanja sayur untuk dipasarkan oleh ibunya (dia pergi jam 4 pagi, pulangnya jam 6 hingga setengah tujuh. Seusai ibunya pergi berkeliling, dirinya tidur sebentar).
“Mungkin sebab pengalaman mengintip tadi..” batinku.
Pulang sekolah pun dirinya tidak sedikit diamnya.
“Kenapa dgn Fitipsu ini..” batinku.
Sementara aku tinggal di warung untuk bantu ibu, dirinya langsung pulang semacam biasanya.
Malam harinya, saat aku sedang belajar, Fitri datang menghampiriku.
“Mas Pri, ajarin Fitri soal yg ini doong..” pintanya sambil membawa buku Matematika-nya.
“Sebentar ya Mas bereskan PR Fisika Mas dulu..” jawabku.
Seusai aku beres, aku tanya apa PR-nya. Ah, nyatanya hanya soal sinus, cosinus dan tangen saja. Itu soal mudah bagiku. Kujelaskan panjang lebar mengenai faktor itu. Dirinya memperhatikan dgn akurat. Terbukti si Fitri itu tergolong anak yg pintar. Dirinya cepat meringkus apa yg kuterangkan. Mungkin guru di sekolah terlalu cepat mengajarnya alias tidak lebih bisa memberi contoh yg bisa dimengerti. Selama aku membahas, Fitri tidak jarang memandangku. Aku bisa melihat jernih bola matanya mesikipun ruangan hanya diterangi dgn lampu minyak.
Seusai jelas dgn keteranganku, dirinya mulai mengerjakan soal-soal PR-nya. Tidak lama kemudian dirinya beres dgn PR-nya dan kuperiksa nyatanya benar semua. Mulailah kami mengobrolmacam-macam. Kami terbukti jarang sekali melihat televisi. Sebab wajib menantikan Mbak Indah pulang kerja kurang lebih jam 9 malam terkadang lebih, alias ke rumah pemilik kontrakan. Ibuku sdh tidur sejak beres sholat Isya.
Begitulah tutorial ibuku untuk menjaga kondisi tubuhnya seusaiseharian bekerja di pinggir jalan. Penyakit ibuku paling-paling hanya masuk angin. Seusai aku kerokin dan pijitin sdh sembuh. Begitu pula dgn bunda si Fitri. Bapak si Fitri saat ini sedang mendapat pekerjaan membangun rumah di Semarang jadi pulangnya 1 bulan sekali. Oh.. bapak si Fitri sumbernya dari Purwokerto, sedang ibunya dari Ciamis. Jadi si Fitri itu Janda(Jawa-Sunda).
Seusai ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya hingga ke topik apa yg kami intip tadi siang. Ditopik ini aku merasakan kont0lku mulai mengeras. Apalagi Fitri tidak jarang memandangku dgn pandangan yg terasa lain dibandingkan kemarin.
Dia bertanya,
“Mas, apa ya.. kira-kira yg dirasakan Mbak Indah tadi siang ya..? semacam kepedesan, semacam nangis.. tp semacamnya Mbak Indah sangat menikmati yaa..”
“Waahh kalau itu Mas nggak tau.. abis Mas belum sempat ya.. mana Mas tau..” jawabku.
“Tp sewaktu Fitri ngintip tadi, kok susu sama tempek Fitri jadi gatel. Mau Fitri garuk malu ada Mas
Pri.. akhirnya Fitri pulang. Terus Fitri pipis, dan sewaktu cebok rasanya enaak banget..” sahutnya.
Si Fitri menyebut kelaminnya dgn sebutan “tempek”.
“Terus Fitri jadi bimbang kenapa Fitri ya.. perasaan itu baru pertama kali Fitri rasakan..” sambungnya.
Terbukti aku sama Fitri kalau ngomong itu sdh nggak pake bates apa-apa. Kami berdua rutin blak-blakan apa adanya. Aku jadi bimbang mau jawab apa. Tiba-tiba Fitri menyandarkan kepalanya ke pundakku. Ini pertama kalinya sebab biasanya hanya tangannya saja yg ke pundakku.
“Kenapa ya.. semacamnya Fitri merasa dekeett banget sama Mas Pri. Padahal Mas Pri kan bukan apa-apaku.”
“Lho.. Fitri kan sdh Mas anggap adik Mas. Jadi pantes dong kalau Fitri deket sama Mas.” sahutku.
“Mas sayang nggak sama Fitri?” tanyanya sambil memandangku.
Wajahnya sangat dekat dgnku. Bisa kurasakan hembusan nafasnya yg wangi. Aku tidak berani menegok ke arahnya.
“Ya.. jelas sayang dong. Sama adiknya kok nggak sayang,” jawabku.
“Mas, Fitri mau tanya ya.. tp Mas nggak boleh marah ya.”
“Tanya apa? Emang Mas sempat marah sama Fitri?” tanyaku.
“Kalau Mas lagi ngintip Mbak Indah, apa yg Mas rasakan?” tanyanya.
Waa.. Pertanyaannya makin menjurus nich.
“Mas juga merasakan singkong Mas mengeras sendiri.” kataku.
Aku menyebut kont0lku dgn “singkong”.
“Maass kalau ngomong liat ke Fitri doongg.. jangan lihat keluar,” katanya sambil hebat lenganku ke dadanya.
Lenganku merasakan daging lunak dan hangat di balik dasternya.
“Apa si Fitri tdk menggunakan kaos dalem ya?” batinku.
Aku menengok ke Fitri sambil memegang dadanya.
“Lho.. kok Fitri nggak pake kaos dalem?” tanyaku.
“Kaos dalem Fitri basah semua Mas.. Kelak kalau Fitri pake takut masuk angin,” sahutnya.
Saat aku menengok ke Fitri, jarak wajahku dan wajahnya sangat dekat sekali. Entah siapa yg meminta alias mengawali, aku mencium pipi kirinya. Wangi. Dirinya mendesah pelan,
“Hmm.. aahh..” Kucium pipi satunya, keningnya, matanya, hidungnya. Desahannya makin keras.
“Hmm.. aahh.. Maass..” desisnya dgn bibir sedikit membuka. Kukecup bibirnya, dirinya diam saja tidak ada reaksi apa-apa.
Lama-lama dirinya pun membalas. Kami hanya berciuman bibir ke bibir saja. Maklum.. tetap pemula sekali. Tanganku tetap memeluk di punggungnya. Belum tahu wajib berbuat apa.
Tiba-tiba dirinya melepaskan pelukannya dgn wajah yg merah padam dan mengatakan, “Maass.. Fitri sayaangg banget sama Mas. Mas sayang nggak sama Fitri?” tanyanya.
“Lho.. tadi kan Mas udah bilang kalau Mas juga sayang sama Fitri,” sahutku.
“Mass.. tadi waktu Mas pegang susuku, rasanya enaak sekali.. habis sewaktu cerita-cerita tadi susu sama tempek Fitri jadi gatel lagi,” sahutnya.
“Singkong Mas kini keras nggak?” sambungnya.
Tiba-tiba tangannya memegang kont0lku dari luar. Terbukti saat itu aku hanya menggunakan celana dlm sama sarung saja. Aku kaget setengah mati. Langsung kutepis tangannya.
“Huuss jangan.. nggak sopan..” kataku.
“Udah kini kamu tidur giihh udah malem. Besok kamu khan wajib ke pasar. Kelak telat..” kataku lagi.
Akhirnya Fitri pulang. Tp sebelum pulang Fitri mencium pipi kananku.
“Fitri sayang Mas,” katanya singkat.
Sepulangnya Fitri, segala macam perasaan berkecamuk di dadaku. Ada perasaan apa antara aku dan Fitri? Apa ini yg dinamakan cinta? Kalau cinta, berarti kami bakal pacaran semacam cerita kawan-kawanku di sekolah? Tanpa kusadari akhirnya aku tertidur dan dibangunkan ibuku keesokan harinya.
Keesokan harinya, sepulang dari pasar, aku bimbang kemana si Fitri ya? Biasanya setiap aku pulang dari pasar, dirinya sedang mencuci baju di sumur. Aku masuk ke rumahnya dari pintu belakang, melalui dapur terus ke kamarnya. Nyatanya dirinya sedang tidur, tetap menggunakan daster yg semalam. Mungkin tetap ngantuk sebab tidurnya telat tadi malam pikirku. Ketika aku bakal meninggalkan kamarnya, dirinya menggeliat. Kaki kanannya menekuk ke samping sedang kaki kirinya lurus. Maka terpampanglah kemaluannya yg tetap terbungkus celana dlm nilon tipis warna cream.
Aku deg-degan melihat faktor itu, kudekati dia. Wajahnya tampak damai sekali. Dadanya yg sedikit membusung itu turun naik dgn teratur. Semacamnya dirinya pulas sekali. Makin ke bawah kulihat pahanya yg putih mulus, makin deg-degan aku. Kuperhatikan dgn akurat memeknya yg sedikit menggembung di selangkangannya. Ada garis samar-samar melintang dari atas ke bawah. Bulu-bulu halus tipis membayang. Kuelus perlahan-lahan. Terasa ada alur melintang. Kugesek-gesek perlahan takut dirinya bangun. Aku dekatkan wajahku ke sana. Ada bau yg khas sekali, kucium perlahan. Baunya tidak bisa aku definisikan tp yg tentu segar sekali.
Kutempelkan hidungku, kutarik nafas dlm-dlm. “Aaahh.. segar sekali..” Berkali-kali kuperbuat itu hingga kudengar dirinya mendesah. “Aaahh..” Kukaget langsung mundur. Tp dianya kok nggak bangun ya.. Aku jadi sedikit mengerti mengapa lelaki yg tidur sama Mbak Indah suka menjilati kelaminnya Mbak Indah. Menjilat? Apa nggak jijik ya. Tidak terasa kont0lku mengeras. Aku betulkan posisi kont0lku sebab miring kanan.
Seusai beberapa hari, aku beralih ke dadanya. Kuperhatikan ada tonjolan samar di puncak bukitnya. Kupegang susunya perlahan-lahan, kubelai-belai, kucium dari luar dasternya. “Aaahh..” baunya pun segar. Kuulangi bergantian kiri dan kanan. Lama-lama kok tonjolannya terus keras? Kenapa? Tiba-tiba dirinya menggeliat. Aku kaget sekali. Refleks kugoyang-goyangkan badannya.
“Fit.. Fit.. banguunn.. udah nyuci beluumm?” kataku supaya dirinya tdk curiga.
Dia bangun sambil mengerjap-ngerjapkan matanya. Dirinya kaget ada aku di sebelahnya.
“Terima kasih Mas, udah mbangunin aku. Aku belum nyuci,” balasnya.
“Udah cepetan bangun. Kelak telat..” kataku.
Dia duduk sebentar lalu bangun dan mengambil cuciannya. Direndam, lalu dirinya mencuci beras. Aku menemaninya sambil memotong-motong pisang, singkong dan ubi. Seusai itu dirinya masak dan keluar lagi untuk mencuci baju. Aku membikin adonan. Aku agak heran dirinya kok jadi pendiam gitu ya. Seusai aku beres, aku langsung mandi dan siap-siap berangkat.
Dlm perjalanan ke sekolah dirinya cerita.
“Mas, waktu aku tidur tadi aku mimpi aneh lho Maass..”
“Mimpi apa?” tanyaku.
“Aku mimpi aku sedang semacam Mbak Indah.”
Aku kaget sekali. Apa sebab kuraba-raba ya.
“Kamu begituan sama siapa?” tanyaku.
“Sama Mas Pri,” sahutnya.
“Aaahh.. kamu siang-siang kok mimpi. Itu namanya mimpi di siang bolong,” kataku.
“Udah jangan dipikirin banget entar di sekolah kamu tidak sedikit bengongnya lho,” sambungku lagi.
Malam itu aku belajar semacam biasa. Dgn celana dlm dan sarung. Kini Fitri datang dgn persoalan Fisika-nya. Persoalan gelombang elektromagnetik. Semacam biasa kujelaskan panjang lebar. Akhirnya dirinya mengerti. Saat dirinya sedang mengerjakan tugas, kuperhatikan seluruh tubuhnya. Dirinya duduk di sebelahku. Kok dirinya tdk menggunakan kaos dlm lagi? Apa tetap basah?Sambil dirinya mengerjakan tugas, kutanya dia,
“Fit, kaos dalemmu tetap basah ya.. kok nggak dipake?” tanyaku.
“Lho Mas Pri kok merhatiin Fitri siihh..”
Aku diam saja. Bimbang mau ngomong apa. Hening sebab masing-masing mengerjakan tugasnya.
Seusai beres semua, Fitri membuka pembicaraan.
“Maass.. Fitri sengaja nggak pake kaos sebab Fitri pengen Mas Pri pegang susu Fitri semacam kemarin.
Abis enak lhoo.. Mas.. Mas mau khaann..” kata Fitri.
“Mas kan sayang aku,” sambungnya.
Kont0lku mengeras dgn perlahan-lahan mendengar permintaan Fitri.
“Eee.. mm gimana yaa..” jawabku bimbang dan bahagia.
“Oke deh Mas mau. Tp Mas mau tutup dulu pintunya. Takut ada yg liat..”
Seusai menutup pintu, aku mengatakan,
“Sekarang Fitri duduknya mepet Mas..”
Dia menggeser duduknya, kurengkuh pundaknya, dirinya menatapku. Kukatakan,
“Mas sayang sama Fitri..” Lalu dgn penuh perasaan kucium pipi, kening, mata, hidung akhirnya bibirnya.
Dia hanya merem saja. Semacam biasa kami hanya berciuman bibir. Tangan kananku memeluknya, tangan kiriku ke dadanya. Kuremas perlahan-lahan kiri dan kanan bergantian.
“Aaacchh.. Enak banget Mass.. aacchh..” desahnya.
Saat dirinya mendesah, tanpa sengaja lidahnya berjumpa dgn lidahku. Aku memainkan lidahnya dgn lidahku. Dan dirinya semacamnya mengerti dan membalas. Lidah kami saling membelit. Senjataku kini sdh keras sekali. Agak sakit sebab posisinya miring. Aku biarkan. Terbayang semua adegan Mbak Indah. Kuturunkan ciumanku ke lehernya. Dirinya makin mendesah-desah.
“Aduuhh.. Maass.. oohh.. oohh..”
Aku ingin memegang susunya langsung tp Fitri marah nggak ya? Kucoba telesupkan tangan kiriku melalui lubang ketiak dasternya. Oh halusnya daging kenyal itu. Besarnya kira-kira sebesar bola tennis. Nyatanya Fitri tdk marah. Malah dadanya makin dibusungkan ke depan. Kurasakan putingnya makin menonjol. Aku sentuh. Dirinya tersentak dan mendesah,
“Ya.. ya.. Mas.. yg sebelah situ enak Mass. Terusin Mass.. aacchh..” Kupuntir putingnya, dirinya makin menggelinjang.
Akhirnya aku tidak tahan lagi. Aku bilang ke Fitri,
“Fit, Mas mau cium susumu boleh khaann?” Fitri diam saja sambil memandangiku tp jawabannya merupakan dirinya melepaskan dasternya.
Aku kaget atas reaksi Fitri. Di hadapanku kini Fitri sdh telanjang dada. Dadanya keren sekali bentuknya. Susunya bulat. Kira-kira sebesar bola tennis. Putingnya merah muda agak ke atas dgn putingnya yg menonjol keluar. Aku terpana.
“Mass.. ayo dong jangan diliatin aja. Katanya mau nyusu..” Aku tersadar dan langsung mencium susunya.
Kulumat putingnya bergantian. Kurebahkan dirinya di bangku. Nafasnya terus memburu. Susunya terus keras.
“Ochh.. Mass. oohh.. aahh.. aduuhh.. aahh Mass nakaall..”Tanganku yg tadinya memeluknya, dengan cara refleks mulai mengusap-usap pahanya.
Dari dengkul hingga selangkangan. Berkali-kali kuperbuat faktor itu. Setiap hingga di selangkangannya, pahanya membuka. Kusentuh memeknya dari luar CD-nya. Dirinya makin menggelinjang dan makin keras pula desahannya. Kok basah? Ah paling-paling keringat. Terbukti saat itu badannya sdh basah dgn keringat.
“Mass.. oohh.. hhaahh.. oohh ahh..”
Takut ibuku bangun, kucium mulutnya. Kami saling melumat lagi. Lumatannya sdh semacam orang yg kesetanan. Tangan kiriku di dadanya, dan tangan kananku di atas memeknya. Tanganku mulai menyelusup ke dlm CD-nya. Terasa olehku bulu-bulu halus. Makin ke bawah kutemukan garis belahan. Kumasukkan jari tengahku ke belahan memeknya. Basah dan licin.
“Ooohh.. nyatanya basahnya dari sini,” pikirku.
Kumainkan jari tengahku. Kutekan dan kugosok dgn pelan, makin lama makin cepat. Pantatnya bergerak-gerak seirama dgn gosokanku. Tidak lama, tiba-tiba dirinya menjerit dan tersentak,
“Maass.. aku pipiiss.. aahh..” Tanganku basah dgn cairan lengket licin.
Dia langsung terlentang lemas dgn nafas yg tersengal-sengal semacam orang yg habis dikejar anjing.
Wajah Fitri merah, berkeringat dan terkesan amat cantik dgn senyumnya yg mengembang.Saat itu aku tdk tahu apa itu orgasme, G-spot, alias istilah seks lainnya.
“Maass.. Fitri lemeess..” katanya.
“Mas.. tangannya ada pipis Fitri tuuhh..” sambungnya lagi.
Kutarik tanganku dari CD nya. Aku bingung. Kok pipisnya lengket begini? kucium. Kok nggak pesing yaa?
Aku teringat lelaki yg bersama Mbak Indah. Dirinya saja mau jilatin punyanya Mbak Indah. Kucoba jilat cairan yg ada di tanganku. Rasanya payau semu manis gurih dan agak sepet. Ini apa ya..? Kucoba jilat lagi. Enak kok.
“Mas Pri jorookk.. pipis Fitri kok dijilat..”
“Fit, pipismu kok lengket begini?” tanyaku pada Fitri sambil kudekatkan tangan kananku ke wajahnya.
Dia perhatikan dgn akurat tanganku.
“Biasanya nggak begini Mass.. biasanya semacam air. Tp yg ini kok lengket ya..?” gumannya dgn bingung.
“Dan waktu Fitri pipis tadi, Fitri rasanya semacam melayg-layg lho Mas. Enaakk banget. Kini Fitri lemes,” sambungnya.
Tiba-tiba dirinya bangkit semacam teringat sesuatu. Padahal tadi dirinya mengaku tetap lemes.
“Singkongnya Mas Pri keras nggak?” tanyanya sambil tangannya masuk ke dlm sarungku.
Aku kaget sebab tiba-tiba Fitri memegangnya, kutepiskan tangannya. Tp semacamnya dirinya tdk rela.
“Tadi Mas Pri megang-megang tempekku, aku diemin. Kini kok aku pegang singkong Mas Pri Masa nggak boleh?” rajuknya.
Aku bingung. Akhirnya kudiamkan, dirinya pegang kont0lku. Aku didorongnya supaya tiduran terlentang.Dia membawa sarungku, dirinya pegang dari luar CD-ku.
“Besar sekali Maass..” katanya.
“Kok celana dalemnya basah? Mas Pri pipis ya?” sambungnya.
Mungkin dirinya membandingkan dgn saat kami mandi bersama dulu. Dulu terbukti kont0lku tdk tegang sebab sdh terbiasa bersama. Dielus-elus kont0lku. Waahh.. rasanya kont0lku jadi tegang lagi seusai agak melunak.
“Waahh.. Mass makin besar tuuhh.. sakit nggak?” katanya sambil terus mengelus.
“Aaahh..” aku mengerang keenakan dielus semacam itu.
Sebab terus tegang, kepala kont0lku akhirnya nongol di atas karet celana dlmku. Kepala kont0lku diusapnya.
“Aaahh..” aku semacam kena setrum listips.
“Air apa ini Mas, kok bening, agak licin?” tanyanya.
“Akuu nggak ttaauu.. oohh..” sahutku keenakan.
Ditariknya celana dlmku jadi kont0lku pun berdiri tegak.
“Maass lucu semacam tiang listips,” katanya.
Lalu kont0lku digenggamnya, diremasnya.
“Aaahh..” aku mendesah-desah keenakan. Didekatkan wajahnya ke kont0lku, diperhatikan dgnakurat.
“Maass.. yg coklat-coklat ini isinya apa?” katanya sambil telunjuk tangan kirinya menusuk-nusuk bijiku. Tangan kanannya tetap menggenggam kont0lku. Lalu digenggamnya bijiku dan diremas-remas.
“Lho.. lho.. kok isinya lari-lari.. lucuu.. Maass..” katanya lagi.
Aku sdh kehabisan kata-kata untuk menimpalinya sebab keenakan.
Mungkin waktu dirinya mengintip, dirinya melihat Mbak Indah mengocok-ngocok kont0l, dirinya bertanya, “Mas, kalau aku giniin sakit nggaakk?” katanya sambil tangannya mengurut kont0lku naik turun.
“Aaahh.. Fiittt nikmat baangeett Fiittt..” kataku sambil mendesah.
“Ya.. ya.. gitu Fitt.. ennaakk Fitt..”
“Dicepetin doonngg Fitt..”
Aku merasakan kont0lku semacam diurut-urut. Sakit sedikit, geli, enak rasanya jadi satu.
Tiba-tiba aku merasakan ada yg mau keluar dari dlm, lalu aku teriak,
“Cepeettiinn.. Fiiittt.. aku.. akuu..” Dan belum beres aku ngomong,
“Creett.. Creett.. Creett..” tiga kali spermaku muncrat ke wajahnya.
Dia kaget, langsung mengelap wajahnya dgn sarungku.
“Mas.. Mas.. kenapa Mas.. sakit ya..” tanyanya sambil menatap wajahku.
“Nggak Fitt.. Enaakk banget Fittt..” kataku sambil terengah-engah.
Lalu dirinya melihat ke kont0lku.
“Lho, Mas kok jadi kecil siich..” tanyanya heran.
“Nggak tau kenapa,” sahutku.
Kemudian tidak lebihkul dirinya dan kupeluk sambil kucium pipinya. Kami tiduran sambil berangkulan.
“Terima kasih Fittt. Tadi itu enaakk sekali. Mas Pri kini lemas.”
“Sekarang Fitri pulang gih.. udah malam. Besok kesiangan..”
Lalu kucium pipinya, keningnya dan bibirnya. Dirinya bangkit dan menggunakan dasternya. Lalu mencium pipiku dan pamit pulang.
“Da..da Maass.. Fitri pulang dulu yaa. Terima kasih Maass..”
Aku bangun menggunakan celana dlmku yg tadi dipelorotkan Fitri, dan tidur sebab kelelahan.
Semacam biasa, seusai aku pulang dari pasar, kucari Fitri.
“Kemana lagi ini anak.. tentu ketiduran lagi,” pikirku.
Aku masuk ke dlm rumahnya. Benar, dirinya lagi tidur menggunakan selimut.
“Ngapain ini orang siang-siang tidurnya kok selimutan? Apa sakit?” batinku.
“Jendelanya juga ditutup?”
Kupegang keningnya,
“Nggak panas kok.. kuperhatikan tubuhnya. Kok putingnya kelihatan menonjol? Dirinya selimutan menggunakan kain jarik tipis. Jadi aku tahu kalau putingnya menonjol. Aku sibakkan selimutnya pelan-pelan.
“Lho.. kok nggak pake baju..?” batinku.
Kutarik selimutnya semua. Melihat tubuh indah terpampang di hadapanku, kont0lku mulai berkedut.
“Kok tangan kanannya ada di dalem celana dalemnya? Abis ngapain dia?” batinku.
Melihat dadanya, kont0lku mulai tegang, kudekatkan wajahku, kucium pipinya, hidungnya, matanya. Eh.. dirinya menggeliat bangun. Mungkin kena angin. Jadi terasa dingin.
Dia kaget melihatku. Langsung hebat selimutnya untuk menutupi tubuhnya.
“Eh.. Mas Pri. Lagi ngapain,” katanya.
“Tadi kamu aku panggil-panggil tp nggak jawab, lalu aku masuk. Aku kaget liat kamu tidur kok telanjang, selimutnya berantakan. Mas mau betulin selimut kamu,” kataku membela diri.
“Jadi Mas udah ngeliatin aku tidur dari tadi?”
“Lhaa.. abis kamu tidur kok nggak pake baju. Salah kamu doong.”
“Lho.. Mas aja yg masuk ke rumah orang nggak permisi..”
“Yaa.. udah Maass pulang. Bangun sana nyuci sama masak.” kataku sambil meninggalkannya.
“Yee.. gitu aja Mas marah. Sini dulu dong Maass..” katanya manja sambil hebat tanganku supaya duduk di dipannya.
“Maass aku kepingin semacam semalem doongg.” katanya sambil menatapku.
“Nggak ah.. masak siang-siang gini. Entar malem aja ya.”
“Nggak.. maunya sekarang..” rengeknya.
Tau-tau dirinya merangkulku dan mencium bibirku. Aku tdk bisa menolaknya, kubales, kumainkanlidahku di mulutnya. Dirinya membalas. Nafasnya mulai tersengal-sengal. Selimutnya kusingkirkan, kuremas-remas susunya. Ciumanku mulai turun ke lehernya, turun lagi ke pundaknya, lalu mulutku melumat puting kanannya. Kepalanya menengadah sambil mendesis-desis. Persis semacam suara Mbak Indah.
“Oohh.. Mas Pri.. enak Maass..”
Lalu kurebahkan dirinya ke dipan. Tangannya mulai masuk ke dlm celanaku. Memegang kont0lku di dlm celana. Mungkin sebab tidak lebih leluasa, Fitri mulai menurunkan celana pendekku dgn CD-nya sekalian. Aku bantu dgn membawa pantatku. Tanganku pun mulai menurunkan CD nya. Akhirnya dirinya bugil di depanku.
“Mas curaang.. kok kaosnya nggak dilepas..”
“Lho.. usaha doong.”
Lalu dirinya melepas kaosku. Kami lalu berguling-guling di dipan sempit tersebut, kutindih badannya. Mulut kami saling mengunci tdk bisa mengatakan apa-apa. Tangannya memegang kont0lku. Agak sakit. Kuraba seluruh badannya tergolong paha, punggung, perut. Setiap kuraba memeknya, pahanya rutin direnggangkan.
Aku lalu teringat Mbak Indah. Dulu si lelaki kok menjilati kelamin Mbak Indah.
“Kucoba ke Fitri aahh..” batinku.
Lalu ciuman kuturunkan ke lehernya, kedua susunya. Jari tengah tangan kananku masuk ke belahan memeknya. Sdh basah.
“Aaahh.. oohh.. sshh.. sshh..” dirinya mendesah agak keras, kudiamkan sebab aku yakin saat kini di sekeliling kontrakanku tentu sepi.
Lalu ciumanku turun ke perutnya. Kujilat-jilat pusarnya. Dirinya makin menggelinjang. Ciumanku terus turun hingga akhirnya wajahku cocok di depan memeknya. Aku tidak peduli gimana rasanya, kucium memeknya. Baunya segar sekali.
Fitri kaget sekali saat kucium kewanitaannya. Dirinya bangun dan melihat saja.
“Mas Pri.. Jorookk.. temppeek Fiittrriii kok dicium..” desahnya tp tdk tampak adanya penolakan.
Saat kumasukkan lidahku, Fitri mendesah,
“Oooohhh.. Maass.. tempek Fittrriii diapainn.. aahh Mass.. jangan.. adduuhh..” Aku terus saja menjilat benjolan kecil di dlm kemaluan Fitri.
Sementara Fitri menggelinjang tdk karuan.
Kira-kira lima menit, tiba-tiba Fitri menekan kepalaku dan membawa pantatnya jadi aku agak susah bernafas. “Maass.. Fitri mau piippiiss..” Menyemburlah cairan hangat semacam tadi malam. Sebab aku sdh tahu rasanya, kujilat semuanya hingga habis. Uh, enak sekali rasanya.Manis, asin, gurih jadi satu. Aku naik ke atas dan memeluknya sambil tiduran.
“Mas.. Fitri capek..” sambil wajahnya ditaruh di dadaku.
“Mas kok nggak jijik sih jilatin tempek Fitri?” tanyanya.
“Mas kan sayang Fitri. Jadi Mas nggak bakal jijik.” sahutku sekenanya.
“Terus, pipis Fitri juga dijilat? emang enak?”
“Enak kok.. kayak tajin.”
Hening sejenak.
“Mas, kalau Mas maunya diapainn,” katanya sambil memegang kont0lku.
“Terserah Fitri aja,” kataku.
“Fitri kocokin semacam semalem yaach.”
Lalu dirinya jongkok, mengocok-ngocok kont0lku yg tegang. Aku mendesah keenakan.
“Oooohhh.. Ooohh.. sshh..” Kont0lku makin tegang saja rasanya.
Tiba-tiba kont0lku terasa geli, basah dan hangat? kutengok ke bawah. Nyatanya Fitri sedang menjilat-jilat kepala kont0lku. Aku tdk tahu belajar darimana dia, yg penting yg kurasakan saat itu nikmat sekali. Mimpi dipegang tititku oleh perempuan saja aku tidak pernah. Apalagi kini dijilat.
“Aduuhh Fiiittt.. aku kamu apaiinn.. aahh..”
Saat sedang enak-enaknya mengerang, tiba-tiba kok hangatnya tdk di kepalanya saja. Kulihat ke bawah,
“Astaga..!” Kont0lku diemut. Belum berfikir yg lain, tiba-tiba ada rasa aneh di kont0lku, nyatanya tidak hanya diemut, Fitri pun menghisapnya.
Tak tahan bakal gelinya, aku terus mengerang.
“Fiittt.. aku kamu apaiinn.. Fiitt.. kamu kok tegaa..” Tidak berapa lama aku kepengin pipis.
“Fiitt.. udaahh.. Mass mau pipiss..” Sebab tdk tahan dan Fitri tdk melepaskannya, akhirnya, “Creett.. creett.. creett..” 4 alias 5 kali kont0lku menembakkan cairannya di mulut Fitri.
Fitri kaget sekali. Sebagian ada yg tertelan dan sebagian lagi meleleh keluar dari bibirnya.
“Mas Pri jahat.. pipis kok di mulut Fitri..” katanya sambil berdiri dan mengelap mulutnya dgn kain jarik. Lalu dirinya minum air putih.
“Fitri juga siihh.. Mas bilang udah.. udah, tp Fitri nggak mau lepasin,” balasku.
“Udah sini tiduran. Mas kelonin,” sambungku.
Sambil kukelonin, kucium pipinya.
“Fitri kok mau ngisep singkongnya Mas? Apa nggak jijik. Khan jorok,” pancingku.
“Lho, kata Mas kalau sayang kan nggak jijik.”
“Tadi pipis Mas gimana rasanya? Enaakk?”
“Enak Mas. Kayak santen tp agak asin.”
“Fitri belajar dari mana?”
“Waktu Fitri ngintip, Fitri liat Mbak Indah ngisep tititnya Oom. Kayaknya Oom itu keenakan. Terus Fitri mau Mas juga keenakan. Ya Fitri ikut-ikutan Mbak Indah.”
“Mas, Fitri malu mau ngomong sama Mas.”
“Ngomong aja. Sama Mas kok malu.”
“Fitri juga punya bacaan. Fitri dapet sewaktu beli koran bekas untuk bungkus. Ada dua Mas. Yg satu Eni Arrow, yg satu Nick Carter.”
“Sewaktu Fitri baca, badan Fitri merinding semua. Terus susu sama tempek Fitri jadi gatel.”
Ooohh pantes dirinya cepet belajar. Dari situ toh sumbernya. Ditambah live show.
Selama kelonan, dadanya menghimpit dadaku. Terasa hangat dan kenyal. Lama-lama kont0lku keras lagi. Kucium pipi dan bibirnya lagi. Dirinya pun menyambutnya dgn mesra. Kami berciuman, bergulingan. Tanganku pun mulai bergerilya lagi. Ke susunya, punggungnya, lehernya, selangkangannya.
Akhirnya tangan kananku berhenti di daging lunak di selangkangannya. Aku mulai mengusap-usap klitorisnya. Dirinya makin mendesah-desah nggak karuan. “Aaahh.. Maass.. Fitri sayang sama Mas Pri.. shh.. aahh.. enak Mass.. teruuss Mass..” Sementara tangannya mulai meremas-remas punyaku. Kont0lku sdh pada puncaknya sekarang.
Tiba-tiba Fitri melepaskan pelukannya.
“Mass.. Fitri mau semacam Mbak Indah.. Mas mau khaann..” katanya sambil menatap mataku.
Ada permintaan tulus di sana, ada gelora di sana, ada sesuatu yg aneh di sana.
“Tp Mas takuutt.. Kelak gimana? Kami khan belum pernah..”
“Tp Fitri mau Mass..” katanya lagi.
Lalu kont0lku diusap-usapkan ke mulut memeknya yg sdh basah.
“Ooohhh.. sshh..” dirinya mendesah.
Mendengar desahannya, aku mulai bertindak. Kukangkangkan pahanya, terkesanlah memeknya yg tembem dgn rambut halus dan jarang, tahap dalamnya yg merah muda dan ada tonjolan daging sebesar kacang kedele. Memeknya nyatanya sdh basah sekali. Merah berkilat-kilat. Kusentuh kacang kedele itu.
“Ooocchhh.. Mass.. sshh..”
Oh, jadi ini toh yg bikin dirinya menggelinjang itu. Kusentuh lagi.
“Aacchh.. Mass.. sshh.. diapain siicchh Mas.. nakal amat siihh..” desahnya.
Kudekatkan wajahku supaya bisa melihat lebih jelas. Bentuknya lucu sekali. Aku coba menjilatnya.
“Aaacchh.. Mass..”
“Ayoo.. doonngg.. Mass.. cepetann..” katanya tidak sabar.
Kuarahkan kepala kont0lku ke mulut memeknya, kutekan sedikit.
“Aaahh..” ada rasa hangat di kepala kont0lku. Kutekan sedikit. Kok mentok? Kutekan lagi. Mentok lagi.
“Fit, lubangnya yg mana?” tanyaku.
“Agak ke bawah sedikit Mass, di bawah yg Mas pegang tadi.”
Kuperhatikan dgn akurat. Oh, itu toh lubangnya. Kok kecil sekali? Apa punyaku bisa masuk?Kuarahkan kont0lku ke sana, kutekan. Kok melesat. Coba lagi. Meleset lagi.
“Fiitt.. bantuin doonngg..”
Fitri memegang kont0lku lalu mengarahkannya.
“Teken Mas.. ya.. ya.. di situ teken Mas.”
Kutekan pelan-pelan. Kok meleset? Tekan lagi meleset lagi. Gimana sich caranya? Kupegang erat-erat kont0lku lalu tekan agak keras. Dan..
“Aaa.. Maass sakiitt. Pelan-pelan doong Maass..”
Terasa kepala kont0lku terjepit sesuatu yg hangat.
“Tahan Mas.. tahan..”
Dia meringis semacamnya menahan sesuatu.
“Ayo teken lagi Mass.. pelan-pelan Mass.. aahh..”
Kutekan perlahan-lahan dgn kekuatan penuh.
“Aaahh..” Kepala kont0lku terasa ngilu. Hangat. Kulihat sdh separuhnya tertancap, Fitri meringis, kutahan sebentar.
Seusai Fitri terkesan tenang, dgn tiba-tiba kutekan kont0lku sekuat tenaga, “Bless.. bret..”
“Aaawww.. sakiitt Mass.. tahan Mass.. diem dulu Mass..” Fitri berteriak.
Lalu kutahan. Ujung kont0lku semacam menyentuh sesuatu yg hangat. Aduh, rasanya seluruh kont0lku semacam terjepit oleh sesuatu yg hangat dan berkedut-kedut. Rasanya linu, sakit, enak, semuanya jadi satu.
“Fitt.. tahan sedikit ya..” kataku.
Lalu aku hebat pantatku dan menekannya dengan cara perlahan-lahan. Berulang kali. Kulihat Fitri meringis-ringis. Begitu juga aku ikut meringis. Tp kami sama-sama tdk mau berhenti.Seusai mungkin ada kurang lebih 15 kali naik turun, memek Fitri mulai agak licin. Dan Fitri pun mulai tdk meringis lagi.
“Ayoo.. Mass.. ayoo Mas.. enak.. aaduuhh enaakk Mass.. aacchh.. sshh..”
Aku pun merasa sdh tidak begitu linu lagi.
“Ayoo Mass.. yg cepet Mass.. yg dalem Mass.. Sshh.. aacch..”
Mendengar desahan itu aku makin cepat memompa kont0lku naik turun. Makin cepat, secepat aku bisa. Fitri kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Tangannya memegang segi dipan. Susunya bergoyang-goyang. Badannya basah oleh keringat begitu juga rambutnya. Pantatnya yg tadi diam, kini mulai bergoyang. Naik, turun, kiri dan kanan. Tidak lama aku merasa kont0lku terus linu dan geli yg tidak tertahan, dan terasa ada sesuatu yg mau keluar. Tp aku merasakan tidak ingin berhenti memompa.
Tiba-tiba Fitri merangkulku dgn keras, menggigit pundakku.
“Aaahh.. Aaauuw.. Aku pipiiss.. Mass..” Aku yg juga merasa mau pipis, kutekan sekuat tenaga kont0lku hingga mentok dan kutahan.
“Samaa.. Mass juga pipiss.. aacchh..” dan,
“Creett.. Creett.. Creett..” 4 kali kont0lku menyembur ke memek Fitri. Aku tergolek lemas di atas tubuh Fitri. Tubuh kami sama-sama banjir oleh keringat. Kami diam beberapa hari. Kont0lku sdh lemas tp tetap tertancap di memeknya.
Seusai mengatur nafas masing-masing, Fitri berbisik, “Terima kasih tidak sedikit Mas.. bukan main.. Mass.. enak banget ya Maass..”
“Eee.. Fiitt.. jangan gerak dulu. Tetap linuu..” desahku.
Sebab tidak tahan kucabut punyaku, dan aku tergolek di sebelahnya.
“Pantesan aja Mbak Indah tidak jarang beginian. Nggak taunya enak banget.” desahku seusai bisa mengendalikan diri.
Tiba-tiba kami sadar bahwa ada tugas yg wajib kukerjakan. Aku langsung bangun. Dan kulihat ada bercak-bercak kemerahan di dipan Fitri dekat selangkangannya.
“Fiitt.. punya kamu berdarah ya.. tetap sakit..?”
“Sedikit Mas.. Linunya ini yg belum hilang.”
“Udaahh bangun aja. Kelak barangkali ilang sendiri.” kataku.
Lalu kubantu dirinya bangun, mengelap dipan dgn kain basah sambil melirik jam beker. Ya ampun 2 jam lebih aku bergelut dgn Fitri. Seusai dirinya berpakaian, kubantu dirinya merendam cucian sementara dirinya mencuci beras. Dirinya mencuci baju, aku memotong-motong ubi dan singkong. Sebab sdh hampir telat, kami mandi bareng berdua. Di dlm kamar mandi itu kami saling ciuman lagi, saling meremas lagi.
Sesampainya di warung, ibuku bertanya, “Fitri Kenapa, kok jalannya agak pincang?”
“Terpeleset waktu nyuci baju Bu..” aku yg yg menyahut.
Terbukti Fitri jalannya agak sedikit pincang. Siang itu kami sekolah bergandgn tangan seakan tidak mau dipisahkan.
Malam harinya saat belajar, Fitri datang lagi. Hari ini sebelum belajar kami bercumbu dulu.
“Fiitt.. maafin Mas ya.. Mas khilaf.. Mas sdh mengambil keperawanan Fitri.”
“Nggak Mass, Fitri dong yg sewajibnya minta maaf. Khan Fitri yg minta. Mas nyesel ya.. perjaka Mas udah ilang?”
“Lho, yg sewajibnya nyesel itu khan yg perempuan bukan laki-laki.”
“Tp Fitri nggak nyesel sama sekali, malah bangga bisa ngasih sama Mas.”
“Sekarang Fitri nggak mau pisah sama Mass.. Fitri mau sama Mas terus.. Dan Fitri janji nggak mau sama yg lain tidak hanya Mas.” sambungnya lagi.
Kok air matanya netes? kucium dirinya dgn lembut.
“Terima kasih Fit.. Mas juga janji. Mas juga nggak mau dgn orang lain selama ada Fitri.”
Dia memelukku lama sekali. Seakan tdk mau dipisahkan.
Aku kini sdh terbiasa kalau sedang mencium, tanganku mengelus-elus punggungnya, lalu meremas-remas dadanya. Eh, dirinya nggak pake kaos lagi.
“Aaahh.. Mass..” dirinya mendesis.
Tanganku mulai turun ke arah bongkahan pantatnya, kuremas-remas. Desahannya terus keras saja. Tangganya pun mulai masuk ke dlm sarung. Mulai memegang sesuatu yg mulai mengeras.
“Mass.. Fitri mau lagi doonng..” Busyet, ini anak semacamnya maniak banget.
Beberapa hari kemudian kulepaskan daster dan CD nya. Dirinya pun menurunkan sarung dan celana dlmku, lalu kaosku. Bugillah kami berdua. Kukecup lehernya sambil kuremas-remas dadanya. Kupuntir putingnya, dirinya mendesah.
“Ssstt.. jangan berisik dong.. kelak Bunda bangun..” dirinya pun mengecilkan suaranya.
Hanya mulutnya yg meringis-ringis saja. Tangannya tdk tinggal diam. Mulai menggenggam kont0lku dan mengocok dgn perlahan.
“Mass.. kuhisap yaa..” katanya.
Lalu dirinya berbalik arah. Mulutnya yg mungil mulai menjilati kepala kont0lku. Semacam ada tegangan tinggi yg mengalir di tubuhku.
“Aaahh.. Fiitt..” desahku perlahan saat dirinya mulai mengulum kepala kont0lku.
Sementara itu memeknya ada di depanku. Posisi 69 kata orang. Kucium aromanya. Aaahh segarnya. Mulailah lidahku menjelajah ke lubang yg merah membasah. Kucari kacang kedelenya dgn lidahku. Setiap kujilat kedelenya, hisapan di kont0lku terhenti. Cairan memeknya makin lama makin tidak sedikit.
Tiba-tiba dirinya berbalik dan terlentang, sambil hebat kont0lku ke memeknya.
“Auwww.. pelan-pelan dong Fiitt.. Sakit khan..” kataku sebab kont0lku ditarik.
“Cepetan doongg.. Mass.”
Kemudian kupegang kont0lku, kuarahkan ke memeknya, kugesek-gesekkan di pintunya.
“Aaahh.. Mass.. jangan nakal doong.. cepetan..”
Kutekan perlahan-lahan. Masuk kepalanya, tetap agak linu rasanya.
“Aahh.. sshh..” dirinya mengerang keenakan.
“Pelan-pelan Mass..”
Kutekan perlahan sekali. Takut dirinya kesakitan semacam tadi siang. Dirinya meringis. Kutahan, tarik sedikit, tekan lagi pelan-pelan, tarik lagi sedikit, tekan pelan-pelan. Mili demi mili kont0lku mulai ditelan oleh memeknya yg amat sempit.
Seusai semuanya masuk, kudiamkan sebentar sambil menikmati sensasi yg ada. Kini seluruh kont0lku semacam dipijat-pijat.
“Fiitt.. Mas sayaang banget sama Fitri..” kubisikkan di telinganya.
“Iii..iiyyaa.. Maass.. aahh.. Mass..” katanya sambil mecium bibirku.
Kami lalu berciuman. Saling memperlawankan lidah.
Lalu kunaik-turunkan pantatku pelahan. Kuresapi setiap garakanku. Tiba-tiba Fitri memelukku. Dirinya berguling jadi posisinya ada di atasku.
“Maass.. Fitri mau di atas..”
“Iiiyaa tp pelan-pelan Fiitt.. kelak Bunda banguunn..”
Rupanya dirinya ingin tahu gimana rasanya di atas. Dirinya jongkok sambil melihat ke selangkangannya, lalu naik turun pelahan-lahan. Wajahnya merah padam.
Lama-lama dirinya terus cepat naik turunnya. Dadanya berguncang-guncang.
“Oooohhh.. oohh.. Maass.. Ooohh..”
“Ayoo.. Fiittri cepetiinn.. ayoo.. sshh..”
Kuremas-remas kedua susunya. Keringatnya sdh di sekujur tubuhnya.
Kira-kira 10 menit kemudian dirinya menjepitkan kedua pahanya. Tangannya menjambak rambutku.
“Maass.. Fiittrrii.. piipiiss..”
Terasa ada cairan hangat menyembur di kepala kont0lku. Bersamaan dgn itu aku merasa ada yg mau keluar dari kont0lku. Kubalikkan dia, lalu kugenjot sekuatku.
“Maass.. udaahh.. gelii.. aduuhh..”
Aku tdk peduli. Kugenjot terus. Hingga akhirnya,
“Fiiitt.. Maass juugaa.. pipiiss..”
Dan,
“Crett.. Crett..” Kusemprotan maniku 3 kali berturut-turut ke memeknya.
“Aaahh..”
Kucabut kont0lku dan aku tergolek lemas di sebelahnya. Bukan main, seusai sensasi dahsyat tadi mereda, kucium dia.
“Terima kasiihh.. yaa Fiitt..”
“Aaahh.. Mass..”
Kami tidur berpelukan berdua hingga kami tersadar sebab badan kami dingin sebab tdk menggunakan selimut. Lalu kami berpakaian, mencium pipiku, kuantar hingga pintu rumahnya.
Ah.. perjakaku hilang diumur 13 tahun.
Sejak saat itu Fitri kalau datang belajar tentu tdk menggunakan kaos dlm alias BH. Sebab Fitri sejak kelas 2 SMP sdh menggunakan BH. Malu sama kawan katanya. Bahkan kalau sdh kepingin dirinya datang tanpa mengenakan celana dlm. Kami meperbuatnya siang dan malam. Kadang di rumahku alias di rumahnya. Paling tidak jarang di rumahnya. Beberapa posisi sdh kami perbuat. Berdiri, sambil duduk (dia kupangku menghadapku), dirinya di atas, model anjing. Kecuali kalau saat dirinya mens, alias saat bapaknya di rumah. Itupun dirinya tetap rela mengemut punyaku.
Ketika terdengar berita bahwa Tapol G30S PKI dibebaskan, aku menemani ibuku mencari bapakku ke kota Bandung. Tdk ketemu. Di Jogya, di rumah keluarganya juga tdk ditemukan. Apa bapakku sdh tiada? Padahal pada daftar orang-orang yg dibebaskan tercantum nama bapakku, dibebaskan di Bandung.
Pada sebuahsore, saat itu ibuku sedang shalat maghrib, ada seseorang dgn pakaian lusuh dan tampang kecewa mampir ke warungku meminum kopi dan makan pisang goreng. Kuperhatikan dirinya tidak jarang melamun dan pandangannya kosong. Kuperhatikan lebih akurat lagi. Semacamnya aku sempat mengetahuinya. Tp dimana?
Tiba-tiba aku dikagetkan oleh teriakan ibuku.
“Maass..” teriak ibuku.
Rupanya ibuku sdh lama memperhatikan pria itu selama minum kopi. Orang itupun kaget. Seusai saling pandang beberapa hari, mereka saling berpelukan erat. Ibuku menangis meraung-raung. Aku bimbang wajib berbuat apa. Aku diam saja.
“Mass itu anakmu yg kukandung dulu saat Mas pergi. Sini Pri kasih salam sama Bapakmu,” kata ibuku.
Kucium tangannya lalu kami bertangisan bertiga. Tangisan bahagia. Aku bahagia sekali. Aku kini dikawani bapakku. Orang yg dulu sangat kudambakan. Tp dampaknya hubungan dgn Fitri jadi tdk sebebas dulu lagi. Kami wajib curi-curi waktu untuk bersama-sama pada saat bapakku mencari kerja sebagai tukang kayu alias saat bapak dan ibuku jaga warung berdua.Akhirnya bapakku memutuskan untuk membesarkan warung saja.
Keadaan itu beres ketika pemilik kontrakan datang dan mengumumkan bahwa kontrakan bakal dipasarkan 3 bulan lagi. Orang tuaku pindah kontrakan tidak jauh dari tempat semula, sedangkan Fitipsu pindah ke Ciamis.
Sebelum perpisahan, Fitri memberiku servise yg tidak terlupakan. Kami bergumul di kebun selama tidak lebih lebih tiga jam. Kenangan yg takkan terlupakan.
Selamat jalan Fitipsu..
Share: