388cash388cash

Cerita Sex : Rintihan Kalbu


Suara gemuruh dari TV yang telah habis menayangkan programnya membikinku terjaga dari tidur di sofa. ku lirik jam di dinding telah menunjukkan hampir puku l 2 dini hari. ku tarik nafas panjang untuk menghapus rasa sesak di dada, 2 bulan telah berlalu sejak kepergiaan istipsu .

ku padamkan lampu-lampu yang tidak butuh lalu perlahan ku buka pintu kamar anak-anakku tercinta, nampak mereka telah tertidur serta ku lihat Lily juga tertidur di samping anak-anakku. Perlahan ku bangunkan dia, “Ly.., Ly..,” panggilku perlahan untuk tidak membikinnya terkejut.
“Hghh..,” sahutnya perlahan seraya membuka matanya yang tetap mengantuk.
“Pindah ke kamar depan dech, suamimu mungkin tidak menjemput malam ini,” ujarku berbisik.
“Oh..,” sahutnya sejurus kemudian serta keluar dari balik selimut.

Tampak Lily telah mengenakan daster yang cuku p tipis jadi nampak leku kan tubuhnya yang seksi, belahan buah dadanya juga putingnya oleh sebab dirinya tidak memakai bra, serta celana dalamnya berwarna pink dengan foto doraemon di tahap pantatnya, yang sempat ku lihat sebelum ia menghilang di balik pintu. ku kecup pipi kedua anakku sendiri sebelum ku rapatkan kembali pintunya serta berangkat ke kamarku sendiri untuk beristirahat serta kerja kembali esok hari sebab cuku p tidak sedikit juga pekerjaan yang tertinggal selagi ini.

Subuh ku tersadar oleh deringan jam meja yang telah ku persiapkan malam sebelumnya, mandi pagi dengan air dingin membikinku segar serta siap untuk bekerja.
“Bagaimana? Telah kau pikirkan?” tanya suara lembut itu yang sangat ku kenal.
“Bu..,” sahut Lily putus di tengah jalan
“Yach.. Mas Elmo tetap muda, mungkin sebuahsaat dirinya bakal mencari pengganti Linda almarhum kakakmu itu, kalau telah begitu apakah Bunda tetap diijinkan tinggal di sini?” keluh Bunda sejurus kemudian

“Tapi Bu,” Lily berusaha membantah perkataan Ibu
“Yach.. Bunda pikir daripada kalian di sana di sia-sia lebih baik lepaskan Mas Indramu itu, mungkin Mas Elmo bakal ijinkan Bunda tinggal di sini, tapi apakah calonnya bakal mengijinkan juga?” tetap tetap dengan suara lembut yang membujuk.
“Bagaimana dengan Ricky Bu?” tanya Lily lirih.

“Anakmu itu telah cacat, kalian ya wajib berpikir untuk kebaikannya bukan untuk dirimu sendiri, Bunda rasa mungkin dirinya bakal lebih bertersanjung bilamana di tempatkan di panti asuhan oleh sebab dapat bermain dengan kawan-kawan sehidupnya. Justru dirinya bakal menderita kalau kalian paksa untuk berteman dengan anak-anak normal lainnya,” saran Bunda melanjutkan
Hening kemudian hanya denting piring yang beradu dengan sendok yang sedang dipersiapkan oleh Bunda mertuaku serta Lily putri bungsunya.
“Seandainya kau dapat mempunyai Mas Elmo, kami tetap dapat tinggal di sini bila tidak Bunda tidak tahu kami wajib kemana lagi?” keluh Ibu.
“Bu..,” hanya itu ucapan Lily terputus ketika tiba-tiba..
“Good morning, Pa,” teriak Shanti anakku yang paling kecil dari atas tangga menyapaku yang sedang terdiam di tangga mendengarkan perbincangan tadi yang berasal dari ruang makan.
“Good morning honey,” sapaku pula seraya melanjutkan langkahku menuruni tangga.
“Hi.. Shanti,” sapa Lily seraya menunjukkan wajahnya dari pintu ruang makan.
“Hi.. aku mandinya kelak yach,” ujarnya seraya kembali ke kamarnya terburu-buru.
“Eehh.. kakak mana?” Lily bertanya dengan nada yang cuku p keras.
“Masih bobo..,” terdengar balasan dari balik pintu kamar tidur.
“Pagi Mas,” sapa Lily sambil tersenyum manis.
“Pagi juga,”
“Pagi Bu,” sapaku melanjutkan seusai berjumpa dengan Bunda di ruang makan itu.
“Pagi,.. ini nasi goreng buatan Lyly nich,” promosi Bunda melanjutkan.
“Wah.. terima kasih nich telah merepotkan,” ujarku sedikit berbasa basi.
“Telah buruan makan.. kelak keburu dingin jadi nggak enak, biar Bunda bangunkan anak-anak dulu,” tukas Ibu.
Dengan cekatan Lily melayaniku dengan mengambilkan nasi goreng tersebut sementara aku sendiri menyeruput secangkir teh manis sebagaimana kebiasaanku sejak dulu. Di kantor pikiranku juga tetap berkutat dengan pembicaraan Bunda tadi pagi, jadi sebetulnya tidak seluruh pikiranku terkonsentrasi untuk pekerjaan. Tetap terngiang-ngiang kemungkinan aku untuk memperistri Lily.. mungkinkah?
Sore hari saat pulang kerja..
Sementara Lily berlutut untuk mencapai rak lemari yang paling bawah, sedangkan aku berdiri di samping sambil memperhatikannya. Tanpa sadar pandanganku tertuju pada buah dadanya yang nampak indah dipandang dari atas tersebut. Nampak jelas lekukan buah dadanya oleh sebab dirinya memakai kaos yang longgar jadi tahap depannya agak terbuka saat dirinya dalam posisi yang sedikit membungkuk tersebut. Menonton pemandangan yang demikian mempesona, penisku terus saja menegang jadi menunjukan tonjolannya di balik handuk yang kukenakan tersebut.
“Nach ini kaos..,” suaranya terputus di tengah jalan ketika dalam posisi berlutut semacam itu menyerahkan kaos yang kuminta padaku oleh sebab pandangannya terpaku pada batanganku yang mengeras di balik handuk. Kusadari waktu 2 bulan telah berlalu tanpa hubungan sex pastinya susah bagiku, tetapi tertutup oleh kesibukanku. Sedangkan baginya.. dimana Mas Indra, suaminya, yang sejak semalam berjanji untuk menjemputnya, seusai selagi ini Lily menolong rumah tanggaku yang porak poranda sejak ditinggal kepergian almarhum Linda, istipsu yang juga kakak dari Lily, mengurus anak-anakku, rumah tangga serta sebagainya.
Lily terdiam serta tertunduk malu yang bagiku itu merupakan isyarat bahwa dirinya tidak menolakku, jadi kuberanikan diriku untuk membuka handuk tersebut jadi kini tersembullah batangku yang telah tegak menantang dengan tubuh telanjang semacam ini, dimana tetap ada tetesan air yang tetap belum mengering, kuyakin meningkatkan sexy penampilanku malam itu.
Perlahan kubangunkan Lily serta segera kukecup keningnya perlahan turun ke arah pipi serta menelusuri lehernya. Dengusan nafas yang memburu membikin adrenalinku terus meningkat, kuusap lembut pundaknya, telinganya, disertai dengan kecupan hangat yang kulaku kan dengan sepenuh hati.
“Mas El.. jangan,” pintanya sesaat sebelum kucoba untuk melepaskan kaosnya.
“Lily,” gumamku dengan pandangan mata memohon jadi kuyakin susah baginya untuk menolakku terlebih deru birahinya juga terus merayap keatas ubun-ubun.
Kukulum putingnya yang tetap kecil bak anak gadis, membikinku gemas.
“Mas.. ergh,” rintihnya perlahan.
Belaian hangat jariku terus mengusap seluruh permukaan kulitnya yang putih mulus halus terawat disertai dengan jilatan serta pijatan ringan. Perlahan kudorong Lily jadi rebah di kasurku.
“Mas janji jangan dimasukkan yach.., aku tetap milik Indra,” rintihnya kembali ketika kucoba mencopot celana pendeknya. Nyatanya Lily tidak mengenakan celana dalam di balik celana pendeknya tersebut jadi segera nampak rerumputan hitam dengan panjang yang seragam serta terawat dengan rapih.
“Iya aku janji,” sahutku tanpa berhenti melepaskan celana pendeknya tersebut.
Harum aroma tubuhnya terus memompa birahiku tetapi perlakuanku tetap saja lembut serta tidak terburu -buru untuk membawa Lily menikmati belaian asmara ini. Jilatan mandi kucing yang kulancarkan ini membikin Lily terus terlena serta pasrah. Jilatan demi jilatan yang menyusuri setiap inci permukaan kulit dadanya, turun ke lembah buah dadanya, terus turun menelurusi garis tengah untuk mencapai kubangan di tengah pusaran perut, membikin otot perutnya berminat tertahan menahan geli nikmat yang tidak terkira.
Kulewatkan tahap padang ilalang hitam di sana, tetapi kumulai dari lipatan paha tahap dalam kanan serta kiri yang terus menuruni jenjang kakinya dari tahap dalam hingga mencapai punggung kakinya serta beres dengan teriakan tertahan yang disertai hentakan kakinya, “Akhh..”
Kubalikan tubuhnya serta saat ini jilatannya merayap naik dari tahap tumitnya menelusuri betis indahnya sedikit ke tahap dalam, tidak kupaksa untuk membuka lipatannya tetapi terus naik hingga ke punggung serta beres di kurang lebih tengkuknya yang mulus, disertai dengan bulu kuduknya yang telah berdiri membikinku terus gemas, jadi gigitan sedikit keras kuberbagi padanya yang meningkatkan sensasi nikmat, disertai dengan remasan jemari lentiknya pada bantal yang sempat diraihnya untuk share kenikmatan.
Puas bermain di punggungnya kembali kubalikkan tubuhnya, sesaat mata kami sempat beradu pandang, terkesan sayu tertutup perlahan serta menggodaku untuk mengecup lembut bibirnya. Kulumanku mendapat balasan yang malu-malu serta segera kuterobos dengan lidahku untuk mengait lidahnya jadi pagutan lidahku bagai ajaran listips untuk mencetuskan butiran keringat halus bagai tetesan embun di dahinya.
Perlahan tetapi pasti sambil berpagutan tersebut kunaiki tubuh mungilnya serta Lily sempat melirik ke kaca yang ada di lemari pakaian serta jelas nampak tubuh mungilnya kini berada dibawah tubuhku yang tinggi besar, sensasi tersendiri menonton tubuhku menindih tubuh mungilnya dimana baru hari ini dialaminya bahwa seorang pria yang bukan suaminya tengah menindihnya dalam keadaan tubuh yang bugil, telanjang bulat.
Batanganku yang telah mengeras cocok berada di atas perutnya serta ketika seluruh berat tubuhku telah menindihnya jelas sekali kurasakan getaran tubuhnya laksana menggigil dampak menahan birahi. Kulumanku belum kulepaskan serta lidahku terus bermain dengan lidahnya dengan respon yang terus menggila disertai lenguhan birahi.
Ketika kulepaskan pagutan liar itu, segera ku buka lebar pahanya jadi jelas terkesan ilalang hitam di tahap bawah telah lepek serta tanpa rasa malu-malu lagi Lily jelas membentangkan kakinya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk. Tetapi tidak kuperbuat itu, sebaliknya perlahan kubuka lipatan bibirnya jadi nampak lubang memanjang bagai irisan roti serta diikuti dengan mengalirnya dengan cara perlahan cairan kental mirip lem anak SD.
Seusai kujilat 1-2 kali sapuan, segera kuhisap kuat di antara lubang yang terbuka itu serta segera kurasakan berbagai cc cairan kental bening itu bagai benang yang ditarik dari sumur paling dalam dibetot keluar, dampaknya..
“Mas..,” lengkingan tinggi Lily disertai dengan hentakan berulang kali dari pinggulnya yang berminat ke atas serta kemudian beres dengan kekakuan pada tungkai kakinya selagi berbagai saat serta beres dengan beresnya hisapanku pada lubang vaginanya.
Kubiarkan Lily yang telah mencapai orgasme pertamanya, matanya tetap tertutup rapat tidak bergerak menikmati gulungan birahi yang mulai mereda menyisakan kelelahan yang teramat sangat. Sesaat kemudian belaian jari lentiknya yang mengusap wajahku menyadarkanku dari lamunanku.
“Thanks yach.., Mas belum yach?” tanyanya sendu merasa bersalah.
Segera kukembangan senyum manisku yang menusuk kalbu, “Enak..,” tanyaku sebuahpertanyaan bego yang sewajibnya tidak butuh kutanyakan.
Anggukan halus dari Lily membenarkan pertanyaanku serta segera kulanjutkan “Pernah diberbagi oleh Mas Indra?” selidikku untuk membandingkan performaku.
Lily meraih penisku serta mengocoknya perlahan. “Mas Indra tidak sempat membelai, dirinya lebih suka tembak langsung serta itu juga nggak lama, sebentar juga keluar seusai itu tertidur tapi..,” sahutnya memutus di tengah jalan.
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Kalo besar sich lebih besar Mas Indra, jadi tiap kali sakit setelahnya. Mungkin tidak lebih foreplay kali yach,” sahutnya untuk memberbagi alasan.
“Oh..,” sahutku yang yakin bahwa apa yang kuberbagi pasti lebih berkesan dibandingkan dengan Indra suaminya.
Buliran keringat halus di keningnya serta sepanjang lehernya menggodaku untuk kembali menjilatnya serta hari ini Lily mengelinjang geli. Tetapi tidak kuperdulikan. Kujilat habis seluruh buliran keringat di dahi serta sepanjang lehernya menelusuri uratnya kanan serta kiri yang berkilau tertimpa sinar lampu serta tanpa terasa tubuhku yang besar kembali menindihnya serta sempat terdiam tatkala kurasakan batanganku terjepit di atas perutnya. Senyum penuh rasa malu berkembang di bibir Lily tatkala kedutan penis kuberbagi padanya jadi jelas terasa di atas perutnya. Pagutan lidahku kembali menghisap bibirnya disertai pilinan jari jemariku yang lincah bermain di antara kedua putingnya.
“Mas.. jangan,” pekiknya terkejut ketika kucoba untuk memasukkan penisku ke vaginanya.
“Iya dach.. aku bermain di depan aja yach,” janjiku menenangkannya.
“Aku kocok saja yach,” pintanya tergetar menahan birahi yang berusaha menerjang masuk oleh sebab ujung kepala penisku telah sukses membuka bibir kemaluannya serta bergesek di muara vaginanya. Aku menggeleng tanda tidak setuju.
“Tapi jangan dimasukkan yach.. aku ngga mau merusak perkawinanku dengan Mas Indra, aku tetap miliknya,” rintihnya tertahan antara sadar serta nafsu.
“Aku janji dech,” sahutku sekenanya oleh sebab gesekan kepala penisku terus memberbagi sensasi nikmat yang tiada taranya.
Hisapanku pada kedua putingnya, memaksa puting itu telah membesar kurang lebih 2 kali lipat dari semula, antara bengkak serta juga rangsangan yang ada aku tidak mempedulikan itu, tetapi permainan lidahku di putingnya membawa kenikmatan tersendiri jadi tanpa ada penolakan lagi yang kuterima tahu-tahu seluruh batang penisku telah tertanam di rongga vaginanya serta ketika Lily tersadar..
“Mas, kok dimasukkan, tadi janjinya nggak masuk,” protesnya dengan nada pasrah.
“Tanggung Li.., aku bener-bener nggak tahan,” kataku seraya mulai memompa.
Busyet bener dach otot-otot vagina Lily, tetap sangat kencang mesikipun dirinya sempat melahirkan, ototnya tetap kencang sekali dampaknya pasti nikmat yang kurasakan ini bak bermain dengan anak ABG saja. Faktor sama juga dirasakan Lily bahwa dinding vaginanya tetap ketat jadi ketika aku memompa, dirinya juga mengimbangi dengan goyangan pinggulnya untuk menekan ke atas, saat kutusukan masuk sedalam-dalamnya, serta itu juga dikombinasikan dengan kontraksi otot kegelnya yang sangat baik, jadi yang kurasakan serta kunikmati merupakan empotan vagina yang menarik.
Irama genjotanku terus kuat serta menemukan iramanya dengan goyangan pinggul Lily, yang dengan cara mencuri juga memandang di dinding kaca jadi saat ini jelas nampak tubuh mungilnya muncul tenggelam di kasur busa mengikuti hentakan tubuhku. Buliran keringat sebesar jagung telah membasahi tubuhku serta tubuh Lily yang menetes ke kasur busa serta bantal, seiring dengan dengus nafasku yang terus berpacu ditimpali oleh lenguhan serta rintihan Lily yang berkejaran.
Terus lama kurasakan terus sempit liang vagina Lily, jadi gesekan yang terjadi terus mantap serta ketika kulirik jelas terkesan lipatan bibir vagina Lily saat ini mengikuti gerakan penisku, yang jelas menonjolkan urat darahnya berwarna kebiru-biruan keluar masuk laksana mengurut batang penisku.
Secara refleks kini Lily telah membawa dengan cara maksimal kedua tungkainya ke atas untuk memaksimalkan nikmat dunia yang kuberbagi serta kubantu dengan membawa kakinya lebih tinggi lagi serta meletakkannya dipundakku.
“Hhh.. hh..,” desisku seraya menghunjam-hunjamkan penisku ke dalam liang vaginanya sedalam mungkin.
“Aak..,” desisan halusnya juga tidak kalah gencarnya mengiringi tingkatan birahi yang terus mendaki untuk mencapai kepuasan paling atas. Tidak lama kemudian kurasakan rasa penuh, gatal serta kurasakan adanya desakan dari dalam yang bakal segera memuntahkan lahar sperma.
“Ugh.. ahh..,” pekik Lily tidak tertahankan disertai dengan kejangnya ke dua tungkai kakinya serta pasti saja jepitan vagina itu menjadi maksimal jadi akupun tidak tahan.
“Lily.. aku.. hingga,” teriakku tanpa tertahankan disertai dengan hentakan kuat menghantam vaginanya.
Crot.. crot.., bendungan lahar spermaku tidak tertahankan lagi menyembur dengan dahsyatnya menghantam dinding mulut rahim Lily. Luluh lantak rasanya tulang belulang di tubuh, jadi tubuh besarku bagai tidak bertenaga roboh menindih tubuh mungil Lily. Campuran keringat kami berdua di atas permukaan kulit memberbagi sensasi tersendiri, sementara kesadaran kami juga hilang untuk sesaat.
Antara sadar serta tidak sadar sempat kulihat bayangan Bunda diuar pintu kamar sesaat sebelum terdengar pintu yang ditutup, terbukti tadi pintu itu tidak tertutup rapat sich.
“Ibu yach?” tanya Lily memandangku terkejut.
Aku tersenyum serta mengecup keningnya serta membiarkan penisku untuk tetap berada di vagina Lily, sebaliknya Lilypun membiarkan vaginanya untuk tetap menampung penisku serta kamipun tertidur pulas sebab kelelahan.
Share: