388cash388cash

Cerita Sex Hubungan Terpendam Siswi SMP


Windi menghempaskan pantatnya di sofa lalu duduk bersila sambil menenggak air putih dari gelasnya.
“Udah selesai belum?” tanyanya pada Jeni yg duduk di lantai mengerjakan soal-soal latihan Mati-matika di meja ruang tamu rumah Windi.

“Dikit lagi kok,” jawab Jeni tanpa mengangkat wajah dari buku-buku di depannya.
Windi mengamati wajah Jeni yg serius menyelesaikan tugasnya. Walaupun berambut pendek cepak seperti lelaki, namun Jeni tetap tak bisa menyembunyikan kecantikan wajahnya, yg ditunjang oleh tubuhnya yg langsing dengan sepasang buah dada yg cukup besar, berkembang lebih cepat daripada para gadis kelas 1 SMP sebayanya.

Windi memang punya alasan tersendiri bersedia mengajari Jeni matematika di rumahnya menjelang ulangan umum ini. Walaupun menjadi incaran banyak cowok di sekolahnya, tak satu pun mendapat sambutan dari Windi. Pasalnya gadis cantik berambut panjang yg baru saja berkembang remaja dan mulai mempunyai hasrat seksual ini ternyata tak tertarik kepada lawan jenis, ia lebih menyukai berdekatan dan bersentuhan dengan sesama gadis.

Saat Jeni, adik kelas yg memang sudah lama ia sukai ini meminta Windi yg memang terkenal paling pintar di antara murid-murid kelas 2 untuk mengajarinya matematika, Windi tak menyia-nyiakan kesempatan Jenis ini.
“Udah nih!” tukas Jeni mendadak, menyentakkan Windi dari lamunannya.

Windi menatap Jeni yg mengacungkan buku di depannya sambil tersenyum, lesung pipitnya tercetak begitu dalam di pipinya yg putih mulus itu, membuat wajahnya menjadi semakin menggemaskan. Sambil menyambar buku itu, Windi membuang jauh-jauh pikirannya yg melayg ke mana-mana,
“Sini gue periksa!” tukasnya.

ampir selesai Windi memeriksa pekerjaan “muridnya” ini ketika mendadak ibunya muncul di ruang tamu menjelaskan bahwa ia akan menyusul ayah Windi ke kantor sambil membawa adik Windi yg masih kecil, lalu dari sana langsung pergi ke Sukabumi karena ada saudara mereka yg sakit keras.
Windi diminta menjaga rumah baik-baik bersama Iroh, sang pembantu rumah tangga. Telah terdidik mandiri sejak kecil, Windi tak merasa berat dengan keadaan ini. Tak lama, ibu dan adiknya pergi naik taksi dan Windi pun menyelesaikan memeriksa latihan Jeni.
“Lumayan, cuma satu yg salah. Lu cepet ngerti juga ya, Jen?” kata Windi.
Jeni tersenyum malu-malu mendengar pujian ini, lalu pamit untuk pulang karena hari sudah menjelang malam.
“Eh, jangan dulu dong! emang yg salah ini nggak mau dikoreksi dulu? Sekalian deh gue jelasin kesalahannya, biar lu ngerti,” kata Windi.
“Tapi entar gue pulang kemaleman, Win,” jawab Jeni bingung.
“Gini aja. Lu telepon aja nyokap lu. Bilang lu nginep di sini malem ini. Sekalian nemenin gue,” balas Windi.
Walaupun nada bicaranya biasa saja, dalam hati Windi sangat berharap Jeni menyambut usulnya ini.
“Kalo dikasih, ye?” jawab Jeni membuat Windi girang.
Jeni yg mengagumi kakak kelasnya yg cantik dan pintar ini sebenarnya memang senang diajak menginap. Maka ia pun menelepon ke rumahnya dan ternyata diizinkan untuk menginap. Dengan gembira, Windi merangkul leher Jeni, dan mengajaknya ke meja makan untuk makan malam. Lengannya jatuh dengan santai di dada Jeni selagi mereka berjalan.
Walau tampak santai, sebenarnya Windi sangat berdebar-debar merasakan buah dada lembut adik kelasnya ini bergesek-gesek dengan tangannya. Tapi apa lacur, jarak tak jauh membuat Windi terpaksa melepas rangkulannya. Selesai makan, mereka pun melanjutkan pelajaran dengan serius, hingga Windi pun melupakan sensasi gairah singkat yg sempat ia rasakan.
“Udeh dulu ye, Win?” pinta Jeni setelah sekitar 1,5 jam belajar,
“Otak gue udeh butek nih!” lanjutnya setengah memohon.
“Iya deh. Gue juga udah capek,” jawab Windi,
“Yuk ah!” katanya sambil berdiri membereskan buku-buku di meja makan.
Mereka beranjak ke kamar Windi dan Jeni langsung menghenyakkan tubuhnya di ranjang sementara Windi sendiri duduk di kursi meja belajarnya. Mereka mengobrol tak tentu arah beberapa saat ketika akhirnya arah obrolan entah kenapa mulai menyinggung ke arah yg sensitif.
“Ooh, jadi lu udah mens?” kata Windi, lalu dilanjutkan,
“Jadi udah doyan cowok dong?” “Tapi gue masih males cari pacar.
Cowok-cowok pada kasar sih! Nggak demen gue!” balas Jeni. Windi yg merasa mendapat angin langsung mengarahkan pembicaraan.
“Lha, gue kirain toket lu gede karena sering dipegang-pegang ama pacar lu.”
“Enggak lagi. Ini memang dari sononya begini,” jawab Jeni sambil menatap buah dadanya,
“Kayaknya sih memang keturunan, keluarga gue yg cewek toketnya memang gede-gede.”
Windi yg mulai berdebar-debar dengan arah pembicaraan ini merasa mendapat jalan dan terus menekan. Ia membuka kaosnya, menampilkan mini set menutupi buah dadanya yg kecil, walaupun tampak mulai tumbuh.
“Kayaknya toket gue nggak gede-gede deh,” ujarnya sambil meloloskan mini set dari dadanya, menampilkan putingnya yg berwarna coklat muda,
“Gue pengen segede punya lu, Jen.” Jeni terhenyak melihat kakak kelasnya dengan santai bertelanjang dada di depannya.
Seumur hidup ia belum pernah melihat wanita telanjang, bahkan ibunya sendiri.Windi melanjutkan serangannya.
“Coba deh lihat toket lu.” Jeni semakin terbelalak.
“Ah, malu ah gue!”
“Idih, ngapain malu lagi! Kan nggak ada cowok,” tukas Windi,
“Ayo buka aja.” Agak bingung namun bangga dengan perhatian sang kakak kelas, Jeni pun akhirnya meloloskan kaos dari tubuhnya, menampilkan BH putih yg menyembunyikan buah dadanya.
Windi beranjak ke ranjang dan duduk di belakang Jeni, langsung meraih dan melepaskan kait BH Jeni. Wajah Jeni bersemu merah, apalagi saat Windi melepas BH-nya lalu menarik lengannya, membalikkan badannya hingga kini mereka duduk berhadapan di ranjang, sama-sama bertelanjang dada. Jeni tertunduk sementara Windi merasakan darahnya berdesir menyaksikan pemandangan indah sepasang buah dada berukuran 32 di hadapannya ini.
Windi menelan ludah berusaha mengendalikan pengalaman seksual pertamanya ini. Ia melihat wajah Jeni yg menghindari kontak mata dengannya.
“Jen, lu kok malu sih? Toket lu bagus lagi.” Jeni melirik Windi,
“Segini sih kecil, Win. Kakak gue pake BH nomor 36B.”
“Ya dia kan udah kuliah,” tukas Windi,
“Untuk usia lu, toket lu tuh udah gede.” Wajah Jeni semakin memerah dengan perasaan malu bercampur bangga akan pujian kakak kelasnya yg cantik ini.
Sementara di lain pihak, Windi sendiri semakin berdebar-debar dan memberanikan diri melanjutkan eksperimen seksualnya.
“Gue pegang, ya?” pinta Windi sambil menatap Jeni.
Gadis manis berambut cepak ini ternyata masih belum berani menatap Windi dan tak memberi jawaban apa-apa.
Windi menganggap Jeni tak menolak dan segera meraih dada adik kelasnya ini. Jeni menggigit bibir.
“Hi hi hi hi hi..” Jeni terkikik saat Windi mengelus-elus buah dadanya dengan jantung berdebar-debar,
“Geli, Win!” lanjut Jeni lagi.
“Gue mau ngerasain juga dong!” tukas Windi sambil meraih tangan Jeni dan menuntunnya ke arah dadanya.
Jeni kembali menggigit bibir, namun tak memberikan perlawanan. Tangannya menyentuh puting Windi dan ia pun menggerakkan tangannya berputar-putar meraba buah dada Windi. Jeni terpesona saat ia melirik wajah kakak kelasnya ini dan tampak Windi memejamkan mata sambil menggigit bibir. Tampak sekali bahwa Windi sangat menikmati sentuhannya.
“Enak ya, Win?” tanya Jeni setengah bingung, Windi hanya menganggukkan kepala tanpa membuka mata,
“Coba lu raba gue lagi dong,” pinta Jeni penasaran.
Kedua gadis itu pun saling meraba buah dada masing-masing beberapa saat. Tampak Windi sangat menikmati sensasi seksual pertamanya ini. Kulit telanjang mereka sama-sama tampak merinding. Windi melepaskan tangannya dari dada Jeni, lalu menghela napas panjang, menikmati dengan sepenuh hati rangsangan gairah pertamanya ini, sementara Jeni kembali terkikik geli. baca cerita sex terbaru lainya di seksigo.com
Windi bangkit dan menarik lengan Jeni agar mengikutinya berdiri.
“Lu mau tahu nggak rasanya kalo pacaran ama cowok?” tanya Windi yg membuat Jeni bingung tak mengerti.
Windi melanjutkan,
“Gue juga belom pernah. Kita cobain yuk?!” Jeni semakin tak paham maksud Windi, namun diam saja saat Windi membungkukkan badannya dan langsung mengulum puting Jeni dengan lembut.
Jeni tersentak dan sontak mundur sambil mendorong kepala Windi,
“Gila lu, Win! Geli lagi! Lihat tuh gue sampe merinding!” tukas Jeni menunjukkan seluruh kulit tubuhnya yg memang berbintik-bintik merinding. Tetap dalam posisi membungkuk, Windi melirik sang adik kelas sambil berkata,
“Namanya juga baru nyobain. Lu rasain aja dulu. Kata orang-orang enak.”
Windi merengkuh pinggang Jeni dan menariknya mendekat, sementara Jeni yg kebingungan dengan pengalaman pertama yg baginya sangat aneh ini tak kuasa melawan. Dengan jantung berdebar penuh perasaan yg tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, Windi kembali menempelkan bibir mungilnya yg basah itu pada puting Jeni dan dengan lembut memasukan puting berwarna gelap itu ke dalam mulutnya.
Ia mengulum puting Jeni dengan lembut sementara Jeni menggigit bibir menahan rasa geli hebat yg kembali membuat seluruh tubuhnya merinding. Tak lama hingga Jeni merasakan rasa geli berubah menjadi perasaan berdesir yg tak ia pahami dan tak bisa ia jelaskan. Setiap hisapan Windi memberikan semacam perasaan tersetrum ringan yg nikmat dan lenguhan kecil terlepas dari bibirnya tanpa terkendali,
“Uhh..” Terkesiap mendengar ini, Windi menghentikan hisapannya dan bangkit menatap Jeni,
“Enak ya, Em?” tanyanya dengan polos dan tulus.
Jeni tak bisa menjawab, hanya menganggukkan kepalanya.
“Terus terang, gue juga suka banget ngisepin pentil lu,” lanjut Windi lagi,
“Gue nggak bisa jelasin perasaan gue, tapi pokoknya enak banget deh, terangsang banget.” Jeni kembali hanya mengangguk tanpa bisa bicara.
Kini Windi menarik lengan Jeni dan mendudukkannya di pinggir ranjang, sementara ia sendiri berlutut di lantai,
“Gue terusin ya?” katanya lembut.
Tanpa menunggu jawaban dari Jeni, Windi langsung kembali mendaratkan bibirnya di puting adik kelasnya yg kebingungan itu dan kembali mengulumnya, kali ini dengan gairah yg semakin bergelora dalam dadanya sendiri. Dengan refleks, Windi mulai memainkan lidahnya pada puting Jeni, membuat Jeni terpekik tertahan sambil mendadak kedua tangannya mencengkeram kepala Windi. Namun kali ini Jeni tak mendorong Windi. Sebaliknya ia malah seperti menarik kepala Windi agar menghisap dan menjilati putingnya semakin keras.
Windi sendiri sangat menikmati gairah yg semakin meledak-ledak dalam dirinya, ditambah reaksi Jeni yg membuatnya semakin terangsang, hingga lidah dan bibirnya semakin liar menjilati dan menghisapi puting Jeni.
“Ohh..” Jeni mendesah tanpa ia sadari.
Windi pun melepas mulutnya dari buah dada Jeni, membuat kekecewaan dan rasa terkejut terbersit di wajah Jeni.
“Gantian dong, Em,” kata Windi,
“Kayaknya lu nikmatin banget. Gue kan juga mau ngerasain,” lanjutnya dengan perasaan penuh pengharapan dan antisipasi.
Jeni tentunya memahami ini walaupun merasa sangat aneh harus menghisap buah dada sesama wanita, namun setelah ia merasakan kenikmatan dan rangsangan gairah yg baru kali ini ia rasakan, ia tahu Windi pasti akan merasakan kenikmatan yg sama. Maka kini Windi duduk di pinggir ranjang dan Jeni, masih tetap duduk di pinggir ranjang, membungkukkan badan dan mulai mengulum dan menghisap puting Windi.
“Ngghh..” lenguhan Windi langsung meledak begitu bibir basah Jeni menghisap putingnya yg kecil dan segar itu.
Mata Windi terpejam rapat sementara darahnya menggelegak oleh rangsangan dan kenikmatan hebat yg baru kali ini ia rasakan. Tahu kakak kelasnya menikmati ini, Jeni semakin rileks dan melanjutkan hisapan dan jilatannya pada puting Windi, bahkan nikin lama semakin liar dan ganas, membuat Windi terpaksa mencengkeram kepala Jeni dan merintih-rintih menahan gairah,
“Aaahh.. ahh.. Emm.. Enak Emm..” Jeni sendiri tak menygka akan menikmati pengalaman ini, memeluk tubuh Windi dan semakin menjadi-jadi menghisapi puting Windi.
“Ohh.. ohh.. ohh.. stop.. stop.. stop dulu Em.. ohh.. Emm..” desah Windi.
Bingung dan takut tindakannya salah hingga Windi tak lagi menikmati ini, Jeni berhenti menjilati puting Windi dan menatap kakak kelasnya yg terengah-engah dengan wajah merah padam penuh birahi ini,
“Kenapa, Win? Nggak enak, ya?” tanya Jeni bingung.
“Gila lu! Nikmat banget lagi,” balas Windi,
“Cuma gue berasa aneh nih, Em. Kayaknya celana dalem gue makin basah deh.” Jeni terbeliak semakin bingung mendengar itu.
“Mungkin saking nikmatnya gue kencing dikit di celana kali,” lanjut Windi sama-sama tak mengerti.
Windi langsung bangkit berdiri dan melepas celana pendeknya, lalu meraba celana dalamnya,
“Tuh kan! Bener basah!” tukasnya lalu ia mencium tangannya yg baru ia pakai meraba selangkangannya itu,
“Tapi bukan kencing nih, Em. Nggak pesing tuh!” ujar Windi yg dilanjutkannya dengan meloloskan celana dalamnya hingga kini ia benar-benar telanjang bulat berdiri di depan Jeni.
Windi memeriksa celana dalamnya dan mendapatkan sedikit lendir bening melekat di celana dalamnya.
“Ih, bener, bukan kencing, Em. Lendir nih!” tukas Windi sambil menengok ke arah Jeni dan terkejut melihat Jeni tampak duduk dengan gelisah sambil menggerak-gerakkan pahanya dengan mata tampak menerawang.
“Naah, lu juga basah ya, Em?” sentak Windi mengejutkan Jeni!
Serta merta Windi menarik lengan Jeni hingga adik kelasnya ini berdiri di depannya, lalu dengan cepat Windi melorotkan celana pendek sekaligus celana dalam Jeni yg masih terlalu kebingungan hingga tak melakukan perlawanan. Windi menarik celana Jeni lepas dari pergelangan kakinya lalu kembali berdiri dan menunjukkan lendir bening yg juga terdapat di bagian dalam celana dalam adik kelasnya yg cantik itu.
“Tuh lihat, lu juga keluar lendirnya, Em.” Jeni hanya bengong sementara Windi semakin bergairah pada permainan seksual mereka yg ternyata berkembang jauh melebihi perkiraannya.
Dengan tinggi kurang lebih 160-an cm dan berat sekitar 45 kg, Windi dan Jeni benar-benar tampak seperti sepasang gadis cilik, sama-sama telanjang bulat, berdiri berhadapan, menjelajahi pengalaman seksual pertama mereka yg membingungkan, namun menggairahkan sekaligus memberi kenikmatan hebat. Windi melempar kedua celana dalam ke lantai sambil mengulurkan tangannya ke selangkangan Jeni.
“Ngghh..” Jeni melenguh panjang selagi setruman gairah hebat meledak dalam dirinya saat jari Windi menyentuh bibir memeknya yg basah itu.
Lututnya sontak terasa lemas dan kepalanya terasa ringan melayg.
Melihat temannya limbung, Windi langsung merangkulnya dan menuntunnya kembali duduk di ranjang. Windi sendiri duduk di samping Jeni, merangkul pundak Jeni dengan sebelah tangan lalu tangan satunya kembali melanjutkan meraba memek Jeni. Diiringi desah gairah Jeni yg begitu merangsang di telinga sang kakak kelas, Windi menggosok-gosokkan jarinya dengan lembut di sepanjang bibir memek Jeni yg semakin lama tampak semakin merekah, menampilkan daging merah muda segar dan basah sang perawan cilik.
“Hhh.. Win.. ohh.. ngghh.. mmhh..”Windi semakin terangsang dan semakin berani.
Ujung jari tengahnya ia masukkan ke dalam memek Jeni dan ia gerakkan menggesek daging segar memek Jeni yg semakin lama semakin banyak mengeluarkan lendir bening itu dari bawah ke atas, hingga menyentuh klitoris Jeni yg mulai mencuat.
“Ngk! Ahh..” Jeni terpekik menggairahkan saat jari Windi mencapai klitorisnya.
Windi terkejut namun semakin terangsang melihat reaksi nikmat sang adik kelas. Wajah menggemaskan Jeni tampak semakin menggairahkan dengan mata terpejam menikmati sentuhan lembut Windi. Mempertahankan kelembutan tekanannya, jari Windi semakin cepat menggesek memek dan klitoris Jeni, membuat Jeni mendesah dan merintih tak terkendali.
“Hhh.. hh.. ngh.. nghh.. mm.. mm.. ohh..” Sementara memek Windi sendiri semakin basah oleh lendir gairah,
Windi semakin terangsang melihat kenikmatan yg jelas-jelas ditunjukkan Jeni di wajahnya, ia pun semakin bergelora dan membungkukkan badannya dan kembali menjilati dan menghisap puting Jeni dengan liar dan bernafsu.
“Ohh.. ohh.. ohh.. Winn.. gillaa.. ohh.. ennak Win.. mmhh..”
“Sllrrp.. sllrrpp.. klcp.. klcp.. sllrrpp.. klcp.. mm.. klcp.. klcp..”
“Mmm.. mm.. mm.. nghh.. nghh.. Wiinnn.. Wiinnn.. Winn.. oh.. oh.. oh.. oh..” Desahan dan rintihan Jeni yg dipenuhi kenikmatan semakin terdengar liar dan tak terkendali, sementara Windi yg semakin terangsang menggesekkan jarinya semakin liar di memek perawan Jeni dan lidah dan bibirnya melahap puting Jeni dengan semakin bernafsu.
Jeni sendiri merasa gelombang kenikmatan memuncak dalam dirinya dan suatu perasaan seperti kesemutan merebak perlahan-lahan ke seluruh tubuhnya. Dengan nafas tersengal-sengal, Jeni mencengkeram erat kepala Windi dan menekannya keras ke buah dadanya, lalu dalam suatu ledakan kenikmatan yg terasa bagaikan tak berujung, Jeni memekik tertahan saat perasaan kesemutan dalam tubuhnya meledak menjadi setruman kenikmatan puncak yg membuat cairan kental tumpah deras dari dalam memeknya, membasahi jari Windi yg masih liar menggesek-gesek memeknya.
“Aaakk!” pekik Jeni sambil dengan refleks menjepit tangan Windi dengan kedua pahanya, sementara tangannya mencengkeram kepala Windi semakin keras dan kepalanya terdongak ke belakang dengan bola mata terputar ke belakang penuh kenikmatan.
Windi yg berusaha menarik tangannya membuat jarinya kembali menggesek memek Jeni dari bawah ke atas dengan gerakan sangat pelan, membuat Jeni kembali menikmati ledakan-ledakan kenikmatan yg terasa tak kunjung habis, memaksanya menggigit bibirnya. Akhirnya tangan Windi lepas dari jepitan paha Jeni disertai lenguhan panjang Jeni yg mengakhiri kenikmatan puncak orgasme pertamanya,
“Ohh..” Windi menatap penuh rasa terpesona dan bergairah saat Jeni ambruk terlentang di kasur dengan mata terpejam dan nafas terengah-engah.
Ia menyusul berbaring di samping Jeni dan memeluk tubuh sang adik kelas, langsung dibalas pelukan erat Jeni yg sangat menikmati pengalaman seksual indah ini. Keduanya berpelukan erat, saling menikmati kenyamanan kehangatan tubuh yg lain.
Setelah beberapa saat, akhirnya mereka saling melepas pelukan dan Jeni tersenyum menatap mata Windi. Rasa cinta dan kasih sayang mendalam tersorot jelas dari mata Jeni. Windi memahami perasaan ini dan mengecup bibir Jeni dengan lembut. Mereka lalu terkikik geli bersama-sama, lalu kembali saling berpelukan erat dan Jeni berbisik di telinga Windi,
“Win, gue nggak ngerti perasaan gue saat ini. Tapi rasanya gue nggak mau pisah dari elu. Gue rasanya sayaang banget ama elu.” Windi tersenyum dan membalas bisikan sang adik kelas,
“Gue juga sayang banget ama elu, Em. Lu jadi pacar gue aja, ya?” Walaupun tak pernah terpikir akan berpacaran dengan sesama wanita, namun Jeni tak bisa memungkiri perasaannya saat ini,
“Iya, Win. Gue mau jadi pacar elu. Gue cinta ama elu.”
Mereka melanjutkan berpelukan erat dan hangat selama beberapa saat, lalu Jeni melepas pelukannya dan berkata pada Windi.
“Gila, Win. Lu bikin gue nikmat banget. Sekarang gantian ya, gue yg raba elu?”
“Iya dong, gue juga mau ngerasain kayak elu. Tapi jari lu jangan dimasukin ya? Kayak gue aja tadi, digesek-gesek aja. Gue takut keperawanan gue sobek,” balas Windi.
Jeni hanya mengangguk dan tetap dalam posisi rebahan, ia membuka paha Windi hingga mengangkang lebar, membuka memek mudanya yg segar merekah, lalu mulai meraba-rabanya dengan jari tengahnya.
Tak memakan waktu lama bagi memek Windi untuk kembali basah penuh lendir gairah, apalagi saat Jeni mendaratkan bibir dan lidahnya, mempermainkan puting Windi yg mungil itu. Desahan dan rintihan Windi pun akhirnya meledak menjadi pekikan penuh kenikmatan saat orgasme yg liar dan lama, seperti yg dinikmati Jeni, bergejolak dalam tubuh mungil Windi. Dalam keadaan sama-sama telanjang bulat, Windi dan Jeni berpelukan mesra dan penuh kasih sayang, hingga akhirnya mereka tertidur pulas hingga pagi.
Share: