388cash388cash

Cerita Sex: Dua Suster Kesayanganku


 Momen ini terjadi awal April 1990 yang lalu pada waktu penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sedang mewabah. Nah, waktu itu aku juga terkena penyakit DBD tersebut.

Pagi itu, seusai bangun tidur, aku merasa pusing sekali, suhu tubuh tinggi dan pegal-pegal di sekujur tubuh. Padahal kemarin siangnya, aku tetap dapat mengemudikan mobilku seperti biasa, tanpa ada gangguan apa-apa. Keesokan sorenya, sebab kondisi tubuhku terus memkurang baik, akhirnya aku berangkat ke UGD sebuah rumah sakit populer di Jakarta.

Ketika aku periksa darah di laboratorium klinik di rumah sakit tersebut, nyatanya hasilnya trombosit-ku turun jauh menjadi hampir separuh trombosit yang normal. Akhirnya sebab aku tidak mau menanggung resiko, sore itu juga aku terpaksa wajib rawat inap atau diopname di rumah sakit tersebut.

Aku mendapatkan kamar di kelas 1. Itu pun satu-satunya kamar yang tetap terdapat di rumah sakit tersebut. Kamar-kamar lainnya telah penuh terisi pasien, yang sebagian besar di antaranya juga menderita DBD sepertiku. Di kamar itu, ada 2 tempat tidur, satu milikku dan satunya lagi untuk seorang pasien lagi, pasti saja cowok juga dong. Kalau cewek sih bakal jadi huru-hara tuh! Dari hasil ngobrol-ngobrol aku dengannya, ketahuan bahwa dirinya sakit gejala tifus.

Akhirnya, aku menghabiskan malam itu berbaring di rumah sakit. Perasaanku bosan sekali. Padahal aku baru berbagai jam saja di situ. Tapi untung saja, kawan sekamarku bahagia sekali mengobrol. Jadi tidak terasa, tahu-tahu jam telah menunjukkan pukul sebelas malam. Di samping mata telah mengantuk, juga kita berdua ditegur oleh seorang suster dan dinasehati agar istirahat. Aku dan kawan baruku itu tidur.

Saking nyenyaknya aku tidur, aku terkejut pada saat dibangunkan oleh seorang suster. Gila! Suster yang satu ini cantik sekali, sekalipun tubuhnya sedikit gempal tapi kencang. Aku tidak percaya kalau yang di depanku itu suster. Aku langsung mengucek-ngucek mataku. Ih, benar! aku tidak bermimpi! aku sempat membaca name tag di dadanya yang sayangnya tidak begitu membusung, namanya Gina (bukan nama sebetulnya).
“Mas, telah pagi. Telah waktunya bangun” kata Suster Gina.
“Nggg…”dengan sedikit rasa segan akhirnya aku bangun juga sekalipun mata tetap terasa berat.
“Sekarang telah tiba saatnya mandi, Mas” kata Suster Gina lagi.
“Oh ya. Suster, saya pinjam handuknya deh. Saya mau mandi di kamar mandi”
“Lho, kan Mas sementara belum boleh bangun dulu dari tempat tidur sama dokter”
“Jadi?”
“Jadi Mas saya yang mandiin”
Dimandiin? Wah, asyik juga kayaknya sih. Terbaru aku dimandikan waktu aku tetap kecil oleh mamaku.
Seusai menutup tirai putih yang mengelilingi tempat tidurku, Suster Gina menyiapkan dua buah baskom plastik berisi air hangat. Kemudian ada lagi gelas plastik berisi air hangat pula untuk gosok gigi dan sebuah mangkok plastik kecil sebagai tempat pembuangannya. Pertama-tama kali, suster yang cantik itu memintaku gosok gigi terlebih dahulu.
“Oke, kini Mas buka kaosnya dan berbaring deh” kata Suster Gina lagi sambil menolongku melepaskan kaos yang kupakai tanpa mengganggu selang infus yang dihubungkan ke pergelangan tanganku.
Lalu aku berbaring di tempat tidur. Suster Gina menggelar selembar handuk di atas pahaku.
Dengan seperti sarung tangan yang terbuat dari bahan handuk, Suster Gina mulai menyabuni tubuhku dengan sabun yang kubawa dari rumah. Ah, terasa sebuahperasaan aneh menjalari tubuhku saat tangannya yang lembut tengah menyabuni dadaku. Ketika tangan Suster Gina mulai turun ke perutku, aku merasakan gerakan di selangkanganku. Astaga! Nyatanya batang kemaluanku menegang! Aku telah takut saja kalau-kalau Suster Gina menonton faktor ini. Uh, untung saja, tampaknya dirinya tidak mengenalnya.
Rupanya aku mulai terangsang sebab sapuan tangan Suster Gina yang tetap menyabuni perutku. Kemudian aku dimintanya berbalik badan, lalu Suster Gina mulai menyabuni punggungku, membikin kemaluanku terus mengeras. Akhirnya, siksaan (atau kenikmatan) itu pun usai telah. Suster Gina mengeringkan tubuhku dengan handuk seusai sebelumnya membersihkan sabun yang menyelimuti tubuhku itu dengan air hangat.
“Nah, kini coba Mas buka celananya. Saya mau mandiin kaki Mas”
“Tapi, Suster…”aku mencoba membantahnya.
“Celaka” pikirku.
Kalau hingga celanaku dibuka terus Suster Gina menonton tegangnya batang kemaluanku, mau ditaruh di mana wajahku ini.
“Nggak apa-apa kok, Mas. Jangan malu-malu. Saya telah biasa mandiin pasien. Nggak laki-laki, nggak perempuan, semuanya”
Akhirnya dengan ditutupi hanya selembar handuk di selangkanganku, aku melepaskan celana singkat dan celana dalamku. Ini membikin batang kemaluanku tampak terus menonjol di balik handuk tersebut. Kacau, aku menonton perubahan di wajah Suster Gina menonton tonjolan itu. Wajahku jadi memerah dibuatnya. Suster Gina kelihatannya sejenak tertegun menyaksikan ketegangan batang kemaluanku yang terus lama terus parah. Aku menjadi bertambah salah tingkah, hingga Suster Gina kembali bakal menyabuni tubuhku tahap bawah.
Suster Gina menelusupkan tangannya yang menggunakan sarung tangan berlumuran sabun ke balik handuk yang menutupi selangkanganku. Mula-mula ia menyabuni tahap bawah perutku dan sekeliling kemaluanku. Tiba-tiba tangannya dengan tidak sengaja menyenggol batang kemaluanku yang langsung saja bertambah berdiri mengeras. Sekonyong-konyong tangan Suster Gina memegang kemaluanku lumayan kencang. Kulihat senyum penuh pengertian di wajahnya.
Aku mulai menggerinjal-gerinjal saat Suster Gina mulai menggesek-gesekkan tangannya yang halus naik turun di sekujur batang kejantananku. Makin lama makin cepat. Sementara mataku membelalak seperti kerasukan setan. Batang kemaluanku yang terbukti berkapasitas lumayan panjang dan lumayan besar diameternya tetap dipermainkan Suster Gina dengan tangannya.
Dampak nafsu yang mulai menggerayangiku, tanganku menggapai-gapai ke arah dada Suster Gina. Seperti mengenal apa maksudku, Suster Gina mendekatkan dadanya ke tanganku. Ouh, terasa nikmatnya tanganku meremas-remas payudara Suster Gina yang lembut dan kenyal itu. Terbukti, payudaranya berkapasitas kecil, kutaksir hanya 32. Tapi terbukti yang namanya payudara wanita, bagaimanapun kecilnya, tetap membangkitkan nafsu birahi siapa saja yang menjamahnya.
Sementara itu Suster Gina dengan tubuh yang sedikit bergetar sebab remasan-remasan tanganku pada payudaranya, tetap asyik mengocok-ngocok kemaluanku. Hingga akhirnya aku merasakan telah hampir mencapai klimaks. Air maniku, kurasakan telah hampir tersembur keluar dari dalam kemaluanku. Tapi dengan sengaja, Suster Gina menghentikan permainannya. Aku hebat nafas, sedikit jengkel dampak klimaksku yang menjadi tertunda. Tetapi Suster Gina malah tersenyum manis. Ini sedikit menghapus kedongkolanku itu.
Tahu-tahu, ditariknya handuk yang menutupi selangkanganku, membikin batang kemaluanku yang telah tinggi menjulang itu terpampang dengan bebasnya tanpa ditutupi oleh selembar benang pun. Tidak lama kemudian, batang kemaluanku mulai dilahap oleh Suster Gina. Mulutnya yang mungil itu seperti karet sanggup mengulum hampir seluruh batang kemaluanku, membikinku seolah-olah terlempar ke langit ketujuh merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Dengan ganasnya, mulut Suster Gina menyedoti kemaluanku, seolah-olah ingin menelan habis seluruh isi kemaluanku tersebut. Tubuhku terguncang-guncang dibuatnya. Dan suster nan rupawan itu tetap menyedot dan menghisap alat vitalku tersebut.
Belum puas di situ, Suster Gina mulai menaik-turunkan kepalanya, membikin kemaluanku hampir keluar setengahnya dari dalam mulutnya, tetapi kemudian masuk lagi. Begitu terus berulang-ulang dan bertambah cepat. Gesekan-gesekan yang terjadi antara permukaan kemaluanku dengan dinding mulut Suster Gina membikinku hampir mencapai klimaks untuk kedua kalinya. Apalagi ditambah dengan permainan mulut Suster Gina yang terus bertambah ganasnya. Berbagai kali aku mendesah-desah. Tetapi sekali lagi, Suster Gina berhenti lagi sambil tersenyum. Aku hanya keheranan, menduga-duga, apa yang bakal diperbuatnya.
Aku terkejut ketika menonton Suster Gina sepertinya bakal berlangsung menjauhi tempat tidurku. Tetapi seperti sedang menggoda, ia menoleh ke arahku. Ia hebat ujung rok perawatnya ke atas lalu melepaskan celana dalam krem yang digunakannya. Menonton kedua gumpalan pantatnya yang tidak begitu besar tetapi membulat mulut dan kencang, membikinku menelan air liur. Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Di bawah perutnya yang kencang, tanpa lipatan-lipatan lemak sedikitpun, mesikipun tubuhnya agak gempal, kulihat liang kemaluannya yang tetap sempit dikelilingi bulu-bulu halus yang lumayan lebat dan tampak menyegarkan.
Tidak kusangka-sangka, tiba-tiba Suster Gina naik ke atas tempat tidur dan berjongkok mengangkangi selangkanganku. Lalu tangannya kembali memegang batang kemaluanku dan membimbingnya ke arah liang kemaluannya. Seusai merasa pas, ia menurunkan pantatnya, jadi batang kemaluanku hanyut hingga pangkal ke dalam liang kemaluannya. Mula-mula sedikit tersendat-sendat sebab begitu sempitnya liang kenikmatan Suster Gina. Tapi seiring dengan cairan bening yang terus tidak sedikit membasahi dinding celah kemaluan tersebut, batang kemaluanku menjadi mudah masuk semua ke dalamnya.
Tanganku mulai membuka kancing baju Suster Gina. Seusai kutanggalkan bra yang dikenakannya, menyembullah keluar payudaranya yang kecil tapi membulat itu dengan puting susunya yang lumayan tinggi dan mengeras. Dengan bahagianya, aku meremas-remas payudaranya yang kenyal. Puting susunya pun tidak ketinggalan kujamah. Suster Gina menggerinjal-gerinjal sebentar-sebentar ketika bunda jari dan jari telunjukku memuntir-muntir dan mencubit-cubit puting susunya yang begitu menggiurkan.
Dibarengi dengan gerakan memutar, Suster Gina menaik-turunkan pantatnya yang ramping itu di atas selangkanganku. Batang kemaluanku masuk keluar dengan nikmatnya di dalam celah kemaluannya yang berdenyut-denyut dan bertambah basah itu. Batang kemaluanku dijepit oleh dinding kemaluan Suster Gina yang terus membiarkan batang kemaluanku dengan tempo yang terus cepat menghujam ke dalamnya. Bertambah cepat bertambah nikmatnya gesekan-gesekan yang terjadi. Akhirnya untuk ketiga kalinya aku telah menuju klimaks sebentar lagi. Aku sedikit khawatir kalau-kalau klimaksku itu tertunda lagi.
Akan tetapi hari ini, kelihatannya Suster Gina tidak mau membikinku sedih. Begitu merasakan kemaluanku mulai berdenyut-denyut kencang, secepat kilat ia melepaskan batang kemaluanku dari dalam celah kemaluannya dan pindah ke dalam mulutnya. Klimaksku bertambah cepat datangnya sebab kuluman-kuluman mulut sang suster cantik yang begitu buasnya. Dan… “Crot… crot… crot…”berbagai kali air maniku muncrat di dalam mulut Suster Gina dan sebagian melelehi buah zakarku. Seperti orang kehausan, Suster Gina menelan hampir semua cairan kenikmatanku, lalu menjilati sisanya yang belepotan di kurang lebih kemaluanku hingga bersih.
Tiba-tiba tirai tersibak. Aku dan Suster Gina menoleh kaget. Suster Dera yang tadi memandikan kawan sekamarku masuk ke dalam. Ia sejenak melongo menonton apa yang kita perbuat berdua. Tetapi sebentar kemudian tampaknya ia menjadi maklum atas apa yang terjadi dan malah menghampiri tempat tidurku. Dengan raut wajah memohon, ia memandangi Suster Gina. Suster Gina paham apa niat Suster Dera. Ia langsung meloncat turun dari atas tempat tidur dan menutup tirai kembali.
Suster Dera yang berwajah manis, meskipun tidak secantik Suster Gina, kini gantian menjilati seluruh permukaan batang kemaluanku. Kemudian, batang kemaluanku yang telah mulai tegang kembali disergap mulutnya. Untuk kedua kalinya, batang kemaluanku yang kelihatan menantang setiap wanita yang menontonnya, menjadi korban lumatan. Hari ini mulut Suster Dera yang tidak kalah ganasnya dengan Suster Gina, mulai menyedot-nyedot kemaluanku. Sementara jari telunjuknya disodokkan satu ruas ke dalam celah anusku. Sedikit sakit terbukti, tapi aduhai nikmatnya.
Merasa puas dengan lahapannya pada kemaluanku. Suster Dera kembali berdiri. Tangannya membukai satu-persatu kancing baju perawat yang dikenakannya, jadi ia tinggal menggunakan bra dan celana dalamnya. Aku tidak menyangka, Suster Dera yang bertubuh ramping itu mempunyai payudara yang jauh lebih besar daripada milik Suster Gina, kurang lebih 36 ukurannya. Payudara yang sedemikian montoknya itu seolah-olah mau melompat keluar dari dalam bra-nya yang bermodel konvensional itu.
Sekalipun bukan tergolong payudara paling besar yang sempat kulihat, tapi payudara Suster Dera itu menurutku tergolong payudara yang paling indah. Menyadari aku yang terus melotot memandangi payudaranya, Suster Dera membuka tali pengikat bra-nya. Benar, payudaranya yang besar menjuntai montok di dadanya yang putih dan mulus. Rasa-rasanya ingin aku menikmati payudara itu.
Tetapi tampaknya keinginan itu tidak terkabul. Seusai melepas celana dalamnya, seperti yang telah diperbuat oleh Suster Gina, Suster Dera, dengan telanjang bulat naik ke atas tempat tidurku lalu mengarahkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya yang sedikit lebih lebar dari Suster Gina tetapi mempunyai bulu-bulu yang tidak begitu lebat. Akhirnya untuk kedua kalinya batang kemaluanku tenggelam ke dalam kemaluan wanita.
Terbukti, batang kemaluanku lebih bebas memasuki liang kemaluan Suster Dera daripada kemaluan Suster Gina tadi. Seperti Suster Gina, Suster Dera juga mulai menaik-turunkan pantatnya dan membikin kemaluanku sempat mencelat keluar dari dalam liang kemaluannya tetapi langsung dimasukkannya lagi.
Tak tahan menganggur, mulut Suster Gina mulai merambah payudara rekan kerjanya. Lidahnya yang menjulur-julur bagaikan lidah ular menjilati kedua puting susu Suster Dera yang mesikipun tinggi mengeras tapi tidak dengan tinggi puting susunya sendiri. Aku menonton, Suster Dera memejamkan matanya, menikmati senggama yang serasa membawanya terbang ke awang-awang. Ia sedang meresapi kenikmatan yang datang dari dua arah. Dari bawah, dari kemaluannya yang terus-menerus tetap dihujam batang kemaluanku, dan dari tahap atas, dari payudaranya yang juga tetap asyik dilumat mulut kawannya.
Tiba-tiba tirai tersibak lagi. Tetapi ketiga makhluk nasib yang sedang terbawa nafsu birahi yang amat membulak-bulak tidak mengindahkannya. Nyatanya yang masuk merupakan kawan sekamarku dengan kondisi bugil. Sebab ia merasa terangsang juga, ia sepertinya melupakan gejala tifus yang dideritanya. Seusai menutup tirai, ia menghampiri Suster Gina dari belakang. Suster Gina sedikit terhenyak ke depan sewaktu kemaluannya yang dari tadi terbuka lebar ditusuk batang kejantanan kawan sekamarku dari belakang, dan ia melepaskan mulutnya dari payudara Suster Dera.
Kemudian dengan entengnya, sambil terus menyetubuhi Suster Gina, kawan sekamarku itu membawa tubuh suster bahenol itu ke luar tirai dan berangkat ke tempat tidurnya sendiri. Sejak saat itu aku tidak mengenal lagi apa yang terjadi antara dirinya dengan Suster Gina. Yang kudengar hanyalah desahan-desahan dan suara nafas yang terengah-engah dari dua insan berlainan tipe dari balik tirai, di sampingku sendiri tetap tenggelam dalam kenikmatan permainan seks-ku dengan Suster Dera.
Batang kemaluanku tetap menjelajahi dengan bebasnya di dalam celah kemaluan Suster Dera yang terus cepat memutar-mutar dan menggerak-gerakan pantatnya ke atas dan ke bawah. Tidak lama kemudian, kita berdua mengejang.
“Suster… Saya mau keluar…”kataku terengah-engah.
“Ah… Keluarin di dalam… saja… Mas…”jawab Suster Dera.
Akhirnya dengan gerinjalan keras, air maniku berpadu dengan cairan kenikmatan Suster Dera di dalam celah kemaluannya. Saking lelahnya, Suster Dera jatuh terduduk di atas selangkanganku dengan batang kemaluanku tetap menancap di dalam celah kemaluannya. Kita sama-sama tertawa puas.
Sementara dari balik tirai tetap terdengar suara kenikmatan sepasang makhluk yang tengah asyik-asyiknya memadu kasih tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Cocok seminggu kemudian, aku telah dinyatakan sembuh dari DBD yang kuderita dan diperbolehkan pulang. Ini membikinku rugi, merasa bakal kehilangan dua orang suster yang telah memberbagi kenikmatan tiada tandingannya kepadaku berbagai kali.
Hari ini aku sedang sendirian di rumah dan sedang asyik membaca majalah Gatra yang baru aku beli di tukang majalah dekat rumah.
“Ting tong…”Bel pintu rumahku dipencet orang.
Aku membuka pintu. Astaga! Nyatanya yang ada di balik pintu merupakan dua orang gadis rupawan yang selagi ini aku idam-idamkan, Suster Gina dan Suster Dera. Kedua makhluk cantik ini sama-sama mengenakan kaos oblong, membikin lekuk-lekuk tubuh mereka berdua yang terbukti indah menjadi bertambah molek lagi dengan payudara mereka yang meskipun beda ukurannya, tetapi sama-sama membulat dan kencang.
Sementara Suster Gina dengan celana jeansnya yang ketat, membikin pantatnya yang montok terus menggairahkan, di samping Suster Dera yang mengenakan rok mini berbagai sentimeter di atas lutut jadi memamerkan pahanya yang putih dan mulus tanpa noda.
Kedua-duanya menjadi pemandangan sedap yang pasti saja menjadi pelepas kerinduanku. Tanpa mau membuang waktu, kuajak mereka berdua ke kamar tidurku. Dan seperti telah kuduga, tanpa basa busuk mereka mau dan mengikutiku. Dan pasti saja, para pembaca semua pasti telah tahu, apa yang bakal terjadi kemudian dengan kita bertiga.
Share: