388cash388cash

Cerita Sex: Berteduh Nikmat


Cerita sex terbaru, Aku mendapat tugas ke wilayah utara Karawang. Di sana pada waktu itu penduduknya dilanda kekurangan pangan, sampai banyak yg mengkonsumsi enceng gondok untuk makanan.

Aku belum pernah sama sekali ke daerah ini. Dari Jakarta lumayan jauh jaraknya, mungkin sekitar 100 km. Aku memang senang berpetualang, sehingga mendapat tugas ke daerah yg jauh seperti ini, bagiku menyenangkan.

Dari Jakarta aku mengendarai sepeda motor. Sekitar 2 jam baru aku mencapai Karawang. Menjelang memasuki Karawang, ada persimpangan ke kiri arah Rengkas Dengklok. Sebenarnya aku tdk punya tujuan khusus untuk di datangi, tetapi arahnya adalah Karawang Utara.

Cerita dewasa terbaru, Aku mencoba mengarahkan tujuan ke Rengkas Dengklok. Sampai di kota kecil itu perjalanan lancar-lancar saja dan dari pengamatanku di sepanjang jalan, tdk ada tanda-tanda masyarakatnya sedang dilanda bencana kelaparan. Dari Rengkas Dengklok. hatiku membawa ke arah utara. Aku lalu menyusuri sungai aliran irigasi.

Sudah hampir satu jam aku berjalan, tetapi tdk ada tanda-tanda akan mendekati kampung. Keadaan kiri kanan jalan mulai jarang rumah. Hamparan sawah yg mengering. Saat itu waktu sudah menunjukkan jam 3 sore,.

Meski aku tdk tahu tujuanku, tetapi aku memastikan, suatu saat nanti aku akan bertemu dengan pantai. Rencanaku di sanalah aku akan beristirahat malam. Aku tdk tahu seperti apa situasi kampung di depanku. Namun aku yakin pasti ada desa nelayan, dan di situ pasti ada warung yg buka 24 jam. Di daerah nelayan memang biasa terdapat warung-warung yg buka 24 jam. Paling tdk di situ aku bisa istirahat.
Sambil aku berpikir mengenai tujuan di depanku, tiba-tiba cuaca berubah menjadi mendung berat. Kupercepat laju kendaraan, tetapi hujan sudah mendahului dengan rintik-rintik. Aku mencari tempat berteduh, tetapi di kiri kanan jalan tdk ada warung, bahkan rumah pun tdk ada. Aku melihat di kejauhan ada kerimbunan pohon-pohon yg dapat kupastikan di sana ada rumah penduduk.
Motor kuarahkan keluar dari jalan besar dan masuk ke jalan gang. Sekitar 100 m memang terlihat ada perkampungan. Aku segera mengarahkan motorku ke salah satu rumah yg mempunyai teras agak besar. Rumah ini memang agak terpencil dari lainnya. Aku tdk perduli yg penting aku tdk semakin basah.
Aku buru-buru meninggalkan motor dan segera berteduh. Hujan semakin deras. Pemilik rumah keluar menemuiku. Aku segera mengatakan bahwa aku numpang berteduh. Dia menyalamiku dan mempersilahkan aku masuk ke dalam rumah. Aku menolak, karena terasnya cukup buat aku berteduh. Namun dia tetap menyilahkan aku masuk saja di dalam karena di luar angin sangat kencang dan agak tempias.
Aku akhirnya menuruti kemauannya. Dengan agak segan, aku duduk di ruang tamu rumahnya. Kuperhatikan rumahnya sangat sederhana, dengan lantai diperkeras semen dan dindingnya dari anyaman bambu. Pemilik rumah memperkenalkan diri Karta. Kutaksir usianya sekitar 35 tahun. Dia 14 tahun lebih tua dari aku.
Sedang kami saling mengobrol basa basi, dari dalam keluar seorang wanita sambil membawa minuman, teh hangat dan singkong rebus yg masih mengepul. Aku jadi nggak enak hati. Aku bukan bertamu, hanya numpang berteduh, tetapi diperlakukan sebagai tamu.
Bukan teh hangat dan singkong ngebul yg menarik, tetapi wanita yg membawanya. Seorang wanita yg kutaksir berumur 20 tahun, putih, mukanya cukup manis dan bodynya montok. Pak Karta memperkenalkan aku kepada wanita itu yg ternyata adalah istrinya. Dari matanya aku dapat menangkap, istri Pak Karta , kelihatan genit dan berani.
Bu Karta kemudian ikut nimbrung ngobrol. Dugaanku kelihatannya ada benarnya. Bu Karta memang lebih agresip. Dia tdk seperti ibu rumah tangga umumnya yg kelihatannya selalu dibelakang suami. Ini malah dia seperti memposisikan diri lebih ke depan daripada suaminya.
Dari cerita mereka, Bu Karta dikawin masih muda, mungkin sekitar 13 tahun. Kawin dengan Karta bukan dari gadis, tetapi dia sudah janda ketika berumur 17 tahun.. Mereka sendiri yg buka kartu. Aku tdk mungkin berani lancang mengorek hal-hal pribadi seperti itu.
Hujan makin deras, padahal hari sudah mulai gelap. Aku jadi gelisah, karena tdk mungkin meneruskan perjalanan pada malam hari. Untuk numpang tidur di rumah ini, aku tdk punya keberanian memohonnya.
“Masnya nginap di sini saja, ” kata istri Karta.
Belum sempat aku menjawab, Karta menimpali,
“ Iya temani istri saya, karena saya malam ini dapat giliran ronda.”
Aku bingung dengan tawaran itu. Masak baru kenal diminta menemani istrinya, dan sang suami pergi.
“Terima kasih, saya nanti tidur di depan saja di bale depan rasanya sudah cukup untuk saya tidur,” kata ku dengan nada malu bercampur rikuh.
Karta melarangku tidur diluar, karena dingin dan kalau hujannya deras, tempat itu basah.
“ Di dalam saja, kenapa kok mau tidur diluar, nanti masuk angin,” kata Karta.
“Ya mas nya tidur di dalam saja,” tambah istrinya.
Di ruang tengah yg merangkap ruang tamu ruangnya lapang, karena jadi satu dengan dapur. Selain seperangkat meja kursi tamu dari kayu yg sederhana, juga terdapat dipan bambu.
Rumah Karta belum dialiri listri, sehingga ketika diluar mulai gelap, di rumah ini hanya diterangi oleh lampu minyak yg tdk seberapa cerah cahayanya.
Untuk mengurangi rasa nggak enak hati, aku menarik uang 100 ribu lalu kuberikan kepada istri Karta.
“ Mbak ini untuk beli makanan malam,”
Istri Karta terkejut menerima uang ku. Dia terheran-heran dan mengatakan uang pemberianku itu terlalu banyak Aku memaksanya agar diterima saja, karena aku sudah merasa tertolong diberi penginapan. Pada masa itu uang 100 ribu memang sangat banyak, karena jika aku menginap di hotel kelas melati 3 mungkin tarifnya sekitar itu.
Istrinya dengan muka berseri-seri masuk ke kamarnya. Pak Karta lalu mendekatiku dan membisikkan aku agar tidur di kamar saja, jangan di ruang tamu ini, karena udaranya dingin.
Apakah tawaran Karta itu akibat kekuatan uang 100 ribu. Aku menduga kira-kira begitulah.
Aku terkesiap mendengar tawaran Karta. Aku jadi makin rikuh, Sebelum aku menjawab, Karta bangun dari duduknya lalu jalan kebelakang. Aku tdk jelas bisa melihat apa yg dikerjakannya..
Beberapa saat kemudian dia keluar dan minta izin akan ke warung . Istrinya keluar dari kamar menemaniku. Dia dengan gaya genitnya mengatakan kepadaku agar aku tidur di kamar saja. “ Pak Karta tadi udah bilang ama mas kan,” katanya.
Aku bingung mau jawab apa. Tadi tawaran Karta belum aku jawab, sekarang istrinya pula yg menimpali dengan nada yg sama. Aku terdiam, tdk tahu harus menjawab apa.
“Emang masnya takut ya ama saya, saya nggak gigit kok, “ kata istri Karta dengan nada menggoda.
Aku mencari kejelasan, apakah nanti aku tdk digrebek orang kampung kalau tidur di kamar
“Ah masnya nggak usah takut, di sini mah udah biasa, “ kata istrinya.
Aku membayangkan kejadian yg bakal terjadi nanti malam. Kemaluanku langsung mengembang memikirkan peluang yg ada di depanku. Aku sama sekali tdk keberatan meniduri istri si Karta. Malah jadi kayak pucuk dicinta ulam tiba.
Sama sekali aku tdk menygka begitu bebasnya kehidupan di desa yg jauh dari keramaian kota. Inilah mungkin makna yg terkandung di dalam pameo “goyang Karawang”
Karta masuk membawa tentengan dua kantong plastik, dia lalu ke dapur diikuti istrinya. Tdk jelas kulihat apa saja yg dibelinya. Mereka berdua kelihatan sibuk. Aku bengong sendirian di ruang tamu sambil menghayal.
Aku sempat tertidur di kursi entah berapa lama, sampai Karta menyapaku. Kami menyantap makanan malam dengan lauk, mi instan kuah dengan telur, telur dadar, sambal dan lalap timun. Nasi yg mengepul hangat, meski dengan lauk sederhana di cuaca yg masih hujan, rasanya nikmat . Kami makan bertiga lahap sekali.
Selepas itu aku masih dibuatkan kopi panas. Kami ngobrol sebentar, lalu Karta pamit mau gabung sama teman-temanny di pos ronda. Tinggallah aku berdua dengan istri Karta.
Dia lalu mengunci pintu dan membereskan meja makan. Sementara aku nggak tahu harus ngapain, kecuali duduk sambil ngrokok dan menghirup kopi. Istri Karta yg kemudian kutahu namanya Fitra duduk menemaniku ngopi.
“Mas udah berkeluarga,” tanyanya
“Belum” jawabku.
“Lho udah cukup umur, udah kerja, dan mas kan cukup ganteng, “ katanya rada menggoda.
“ Belum ada yg mau mbak,”
“Ah masak, sayang lho kan udah cukup umur, kalau di kampung mah udah punya anak banyak kali,” katanya.
“ Saya belum berani mbak, takut nggak bisa ngurus,” kata ku berusaha mengelak.
“ Bukannya istri yg ngurus suami, lagian mas nya sayang kan masak udah mateng gitu masih dibuat pipis saja,” katanya genit.
Aku bingung sebentar, menerjemahkan apa yg dimaksud buat pipis. Fitra ini berani amat menyinggung masalah yg pribadi. Aku tdk bisa menjawab, hanya senyum-senyum nggak jelas.
Dia lalu mengalihkan pembicaraan soal perjalananku dan tujuannya. Aku bercerita panjang lebar. Dari dia kudapat banyak informasi mengenai situasi di desa ini. Mereka memang sedang kesulitan pangan, akibat musim kemarau yg panjang dan terbatasnya air irigasi. Fitra mengaku tdk bisa setiap hari makan nasi. Sebagai penggantinya hanya makan singkong. Jadi singkong yg aku santap tadi sore itu sebenarnya adalah makan malam mereka.
“Mas apa nggak cape dari Jakarta naik motor, jauh kan itu,” tanyanya.
“ Ya lumayan sih, pegal juga,”
“ Sini mas saya pijetin, “ kata Fitra sambil berdiri dan mengambil posisi di belakangku. Aku tak mampu menolak, ketika tangannya sudah memijat pundakku.
Nikmat sekali rasanya, entah karena pijatannya enak atau aku yg terlalu lelah seharian dari Jakarta. Aku memuji pijatannya, yg memang kurasa nikmat sekali.
Dia lalu menawariku memijat seluruh badan. Aku dimintanya tidur telungkup di bale-bale di ruang tengah itu. Karena pijatannya nikmat, maka aku segera mengatur posisi tiduran sambil telungkup.
Dia memintaku membuka baju karena akan diurut pakai minyak kelapa. Aku turuti saja kemauannya. Badanku terasa nikmat sekali, diurut Fitra. Dia ternyata pintar memijat dan mengendorkan urat-uratku yg kaku karena terlalu lama naik motor.
Badanku penuh dengan minyak kelapa. Tapi aku merasa lega. Fitra menawarkan untuk sekalian mengurut bagian kakiku. Dia memintaku membuka celana jean. Aku agak jengah juga, sebab dibalik jeans ku hanya ada sepotong celana dalam yg tipis. Namun karena penerangannya yg remang-remang, aku sedikit punya keberanian.
Aku melepas jeans, tinggal celana dalam saja. Urutan kaki memang nikmat, meski di beberapa bagian agak sakit juga. “ Mas ototnya pada kaku nih, udah lama ya nggak dipijet,” tanya Fitra.
“Saya jarang pijet mbak, abis nggak ada yg mijetin sih, “ kata ku menggoda.
“Ala si masnya bisa aja, di Jakarta kan banyak tempat pijet,” katanya.
Dia meminta aku berbalik tidur telentang. Pada posisi inilah aku tdk bisa menyembunyikan gundukan k0ntolku yg sudah mengeras sejak tadi.
Fitra mulanya tenang-tenang saja dan tdk memperhatikan gundukanku. Ketika dia merambah ke bagian paha dia mulai berkomentar.
“Wah burungnya si mas bangun ya, boleh nggak dipijet juga,” tanyanya.
Aku bingung, masak kemaluan bisa dipijet.
“ Emangnya si mbak bisa mijet burung,” tanyaku.
“ Ah ya bisa dong, masak mijet badan bisa mijet gituan yg cuma sedikit nggak bisa,” katanya.
“ Boleh deh coba, pengen tahu, enak nggak mbak,” tanyaku.
“ Ya mesti dicoba baru tahu rasanya, celananya buka aja ya nggak usah malu lah orang nggak ada orang aja kok.,” katanya.
Aku berlagak bodoh dan membiarkan dia melololoskan celana dalamku. Begitu celana terlepas, batang k0ntolku langsung berdiri.
“ Wah lumayan juga burungnya mas, bentuknya bagus ,” katanya sambil meraih k0ntolku.
Awalnya di bekap-bekap dan jarinya mengurut sekitar daerah kemaluanku. Fitra termasuk ahli mengurut bagian ini. Aku terangsang hebat , kepala ku terasa penuh.
“ Aduh mbak saya nggak tahan rasanya.
“ Udah mas dilepas aja kalau mau keluar, jangan ditahan-tahan, “ katanya sambil mengocok batangku.
Dalam waktu singat aku langsung ejakulasi banyak sekali.
“ Mas maninya banyak amat sih, udah lama nih kelihatannya nggak dikeluarin ya,” katanya.
Aku diam saja dan seluruh badanku terasa lemas. Namun badanku terasa risih karena penuh dengan baluran minyak kelapa.
Fitra menawarkan aku mandi di belakang. Aku memang berkeinginan mandi, segera kusambut tawarannya sambil menggoda.
“ Mbak saya dimandiin dong, saya kan tdk bisa nggosok punggung saya,” kataku.
“Ala simasnya genit juga, beres deh ntar Fitra mandiin,”
Dia segera berlalu kebelakang, mungkin mempersiapkan sumur untuk mandi. Agak lama juga dia di belakang sambil membawa penerangan lampu tempel. Dia kemudian memanggilku .
Aku dengan hanya mengenakan celana dalam menuju kamar mandi. Di situ Fitra sudah berganti pakaian, hanya menggunakan kain batik yg dililitkan ke tubuhnya seperti kemben.
Aku disuruh jongkok dan seluruh badanku diguyur air dingin. Tangannya trampil sekali menyabuni seluruh tubuhku. Aku yg dalam keadaan telanjang seperti bayi dimandikan oleh Fitra.
“Mbak ngapain sih pakai kain segala, saya telanjang mbak juga telanjang dong biar imbang. Lagian sayang tuh kain basah nanti.
“ Ih masnya genit nih ,” katanya.
Dia lalu berbalik dan melepas kainnya. Di balik kain itu sudah tdk ada apa-apa lagi, sehingga Fitra juga telanjang bulat, Dari belakang kuperhatikan pantatnya montok sekali bergumpal.
Ketika dia berbalik, sepasang buah dada yg seperti membengkak menggantung kaku di dadanya. Dari putingnya kelihatan Fitra belum pernah punya anak, karena putingnya masih kecil.
Aku tdk bisa menahan nafsu segera kuraih kedua buah dadanya dan kuremas. Fitra diam saja dan dia mendongakkan kepalanya sambil mendesis. Putingnya aku pelintir-pelintir membuat Fitra semakin mendesis. Kupeluk badannya yg montok dan lehernya kuciumi lalu kedua putingnya aku hisap-hisap. Sementera itu k0ntolku sudah bangun kembali menerjang-nerjang bagian kemaluan Fitra..
Tangannya meraih kemaluanku dan dikocoknya pelan-pelan. Aku semakin bernafsu dan ingin segera menyarangkan k0ntolku ke dalam memeknya. Aku merendahkan badanku dan dia kusenderkan dia ke dinding. Kuarahkan k0ntolku ke gerbang memeknya lalu pelan-pelan aku tekan sampai tenggelam seluruhnya ke dalam saluran memeknya. Rasanya nikmat sekali dan Fitra memelukku erat sekali.
Dia mulai merintih, ini membuatku semangat memompa semakin cepat. Fitra mengangkat kaki kirinya dan dilingkarkan ke pinggangku. Pada posisi ini aku makin leluasa memompa memeknya. “ Mas punyanya enak banget mas, ngganjel banget rasanya memekku penuh banget, aduh mas terus mas enak banget,” kata Fitra sambil terus merintih yg kadang-kadang nggak jelas ucapannya.
Aku mampu bertahan lama karena di ronde kedua biasanya aku bisa bertahan agak lama.. Aku terus memompa dan mulutku menciumi leher dan telinganya. Fitra lalu mengerang-negerang dan memelukku erat sekali. Dia mencapai puncak dan kemaluannya terasa berkontraksi. Gerakanku ditahannya dengan dia memelukku erat sekali.
“Aduh mas aku puas panget, aku nggak pernah ngrasain main kayak gini enaknya, mas mainnya pinter, sampai aku bisa lemes banget. “ katanya.
Sementara itu aku sedang tanggung, lalu dia kuminta membungkuk membelakangiku. Pantatnya yg bahenol sunguh sangat mempesona , batang k0ntol ku arahkan masuk ke memeknya dari bagian belakang. Dengan mudah seluruh batang k0ntolku tenggelam. Aku kembali menggenjot dengan menabrak-nabrakkan bongkahan pantatnya yg tebal.
Pemandangan pantat yg bergetar setiap kali kutabrak membuatku makin bernafsu. Aku terus mempercepat pompaan hingga kemaluan kami berbunyi. Fitra kelihatannya naik lagi nafsunya, dia memutar-mutar pantatnya sehingga batang k0ntolku seperti diremas . Aku memperpelan gerakanku menyesuaikan dengan putaran pantatnya yg sangat mengagumkan.
Aku mulai merasa akan mencapai ejakulasi maka hunjamanku kubenamkan dalam dalam dengan gerakan keras. Fitra juga mulai merintih. Dalam waktu tdk berapa lama aku menembakkan spermaku ke dalam rahimnya. Kontraksi k0ntolku nampaknya menambah rangsangan di memek Fitra sehingga dia menggerakkan pantatnya tdk beraturan sampai kemudian tangannya menarik badanku rapat ke tubuhnya. Dia menjerit keras sekali. Memeknya kembali berdenyut dan kali ini lebih lama dari yg pertama tadi.
Fitra kembali memujiku, katanya permainanku sungguh luar biasa, karena dia bisa sampai merasakan kenikmatan dua kali. Yg terakhir kata dia nikmat sekali sampai tubuhnya hampir-hampir tdk kuat berdiri.
Kami mandi bersama dan saling menyabuni. Meski penerangan remang-remang tapi, aku masih bisa melihat cukup jelas tubuh Fitra. Susunya cukup besar, rambut bawahnya masih jarang. Dan yg kurasa agak jarang ditemukan di kampung-kampung adalah bentuk tubuh Fitra yg berpinggang ramping. Padahal tubuhnya termasuk subur, biasanya cewek yg subur badannya perutnya ikut membuncit. Fitra tdk demikian.
Air yg tadi tdk terasa dingin, setelah mengalami ejakulasi, rasanya air dingin sekali. Aku agak menggigil. Setelah mengeringkan badan dan kami berpakaian lagi. Aku kembali ke ruang tengah dan menghisap rokok. Nikmatnya menghisap rokok setelah pertempuran rasanya tdk ada bandingannya.
Setelah sekitar setengah jam, sebatang 234 habis terbakar. Fitra mengajakku masuk ke kamarnya. Aku digandengnya memasuki kamar tidur. Kamarnya tdk luas, Tempat tidur berupa dua kasur yg dihamparkan di lantai.
Aku tdk membawa persedian baju tidur, sehingga aku hanya mengenakan kaus oblong dan celana pendek sebagai pakaian tidurku. Udara di desa setelah hujan cukup dingin, sehingga aku terpaksa mengenakan sarung yg kubawa.
Kami tdk langsung tidur. Fitra banyak bercerita mengenai desanya termasuk hubungannya dengan Karta. Menurut dia, Karta kurang mampu di atas ranjang, karena dia menderita sakit gula.
“ Barangnya kalau berdiri nggak bisa keras, itu pun kalau main cuma sebentar,” kata Fitra buka kartu suaminya.
Dia mengaku bisa berhubungan dengan suaminya sebulan 2 kali sudah cukup bagus, sebab kadang-kadang cuma sekali. Aku jadi penasaran, apakah suaminya memberi kesempatan tidur dengan istrinya karena memang kerelaan suami, atau karena sebab lain. seksigo
“ Di sini mah biasa mas, kalau ada tamu yg rasanya pantas boleh tidur sama istrinya, sama anaknya juga biasa pak,” kata Fitra tenang..
Aku tertarik ingin tahu lebih jauh mengenai kebiasaan orang di kampung ini, tetapi Fitra tdk bisa menceritakan . Ini mungkin karena pendidikannya yg cuma tamat SD.
Fitra tidur memelukku. Tangannya mengelus-elus dadaku dan sesekali menciumi pipiku. Dia memperlakukan ku mesra sekali. Aku jadi sulit tidur, karena terbiasa tidur sendiri, maka jika tidur dipeluk begini rasanya jadi gerah. Tapi aku tdk sampai hati menolak pelukannya, sehingga kubiarkan saja dia memeluk erat tubuhku.
Nafasnya kuperhatikan makin memburu. Aku menduga dia mulai terbakar nafsu birahinya. Tangannya tdk lagi mengelus dadaku, tetapi sudah mulai jahil meremas-remas batang k0ntolku. Batang ku yg tadinya tidur tenang, diremas-remas Fitra jadi bangun lagi dan akhirnya mengeras.
Kepalang tanggung, Fitra kuminta menghisap kemaluanku. Dia menolak, karena belum pernah melakukan seperti itu.
“ Mas masa itunya di masukin mulut, jijik ah,” katanya .
Aku maklum, pengetahuannya mengenai oral, belum pernah dialami. Aku mencumbuinya dan satu persatu ku buka bajunya sampai dia akhirnya telanjang bulat di balik sarung. Kedua payudaranya yg ranum kembali menjadi sasaranku. Dia menggelinjang sambil sesekali mendesis ketika putingnya aku hisap dan jilat.
Kutarik sarungnya ke bawah dan bersamaan dengan itu aku menciumi perutnya terus ke bawah menuju segitiga kemaluannya. Fitra menutup kemaluannya. Malu katanya. Aku menyingkirkan tangannya pelan-pelan.
“ Ah mas jangan diciumi memek Fitra, jijik mas” katanya sambil terengah-engah.
Aku tdk perduli dan sarungnya sudah lepas dari badannya. Badan Fitra telentang bugil. Aku mengatur posisi merangkak di antara kedua kakinya. Aku kembali menyerang dengan ciuman ke arah kemaluannya. Fitra masih menahan kepalaku, tetapi tangannya tdk sungguh-sungguh melarangku. Lidahku berhasil masuk diantara celah kemaluannya dan menemukan clitoris nya.
Dia terkejut dan menggelinjang ketika sapuan lidahku mengenai ujung clitorisnya. Geli katanya. Aku terus berusaha menyapukan lidahku di sekitar clitorisnya. Kemaluan Fitra tdk berbau sama sekali. Ini menandakan dia pandai merawat bagian vitalnya.
Aku merasa cairan memek Fitra sudah mulai melumasi dinding-dinding memeknya yg merupakan tanda siap di terobos. Jilatanku kembali mengarah ke clitorisnya yg sudah mulai muncul dari lipatan kulit penutupnya. Fitra mengerang dan pantatnya bergoyang terus. Aku terpaksa menekan kedua pahanya agar tdk bergerak, sebab gerakannya menyulitkan aku menjilat clitorisnya.
Kepalanya bergerak seperti orang menggelengkan kepala dan kedua tangannya menarik-narik sprei. Dia mengerang dan bergelinjang jika ujung clitorisnya terkena lidahku. Clitorisnya makin menonjol dan sapuan lidahku semakin gencar ke satu titik itu.
“ Aduh enak sekali mas, mas pinter banget sih,” dia terus mendesis sambil bergumam.
Tiba – tiba diam lalu menjerit tertahan. Aku merasa kemaluannya berdenyut. Fitra mencapai orgasme. Aku lalu duduk diantara kedua kakinya dan mencolokkan jari tengah ku ke dalam memeknya. Jariku meraba dinding atas liang memeknya. Ada bagian yg jika tersentuh dia menggelinjang. Aku memusatkan sentuhan ke bagian itu dengan gerakan halus dan pelan sekali. Fitra seperti kesetanan mengingau dan mendesis. Tiba-tiba diraihnya bantal dan tutupkan ke mukanya. Dia menjerit di balik bantal itu bersamaan dengan kontraksi panjang di dalam memeknya.
Kemaluan Fitra banjir, sampai cairannya meleleh keluar. Setelah orgasme dia membuka bantal yg menutuupi mukanya.
“ Aduh mas lemes banget, itu tadi enak banget kayak yg dikamar mandi tadi,” kata Fitra.
Aku pindah duduk di samping Fitra yg masih tergolek, sementara k0ntolku masih terus mengacung. Fitra kuminta kembali mengoralku. Kini dia tdk lagi menolak, hanya dia masih ragu untuk memulainya. Aku katakan, akan mengajari bagaimana cara yg benar menjilat batangku. Di raihnya batangku . Aku tidur telentang dan Fitra merangkak di atas ku. Mula-mula dia hanya menciumi batangku, lalu mulai berani menjilat.
Setelah mulai terbiasa dia pelan-pelan mengulum batangku. Untuk memberinya semangat aku mendesis-desis dan memuji enaknya hisapannya.
Dia terpengaruh dengan eranganku, sehingga makin semangat menghisapnya. Batangku hampir sepenuhnya masuk ke dalam mulutnya dan di hisapnya. Isapannya terlalu kuat sehingga aku merasa-seolah-olah maniku dipaksa keluar. Fitra cepat sekali belajar dan sekarang dia sudah mahir, Dia juga pandai menjilat buah zakarku.
Sekitar 15 menit dia mengeluh mulutnya pegal, dan minta menyudahi oral. Aku mengangkat kepalanya dan meminta dia memasukkan k0ntolku ke memeknya. Fitra menduduki kemaluanku dan tangannya mememandu k0ntolku masuk ke memeknya.
Setelah masuk seluruhnya pinggulnya berputar-putar di atas kemaluanku. Aku merasa k0ntolku seperti dilumat memeknya. Bukan aku saja yg merasakan nikmat, tetapi Fitra juga mulai merasakan enaknya batangku mengaduk-aduk memeknya. Gerakannya makin bersemangat dan dia melakukannya sambil mengerang. Gerakannya jadi makin gak karuan sampai akhirnya dia jatuh menelungkup di atasku. Aku merasa k0ntolku diremas-remas oleh kemaluannya. Dia kembali mencapai orgasme.
Aku mendorongnya ke samping dan mengambil posisi menindihnya.
K0ntolku kembali menerjang masuk ke dalam memeknya dan akau melakukan kocokan pelan sambil mencari posisi yg paling nikmat. Bukan hanya nikmat bagiku, tetapi juga nikmatnya Fitra. Pada satu posisi , Fitra mendesis-desis. Pada posisi itulah aku terus bertahan sampai menjelang ejakulasiku. Aku mempercepat gerakanku dan Fitra makin menggila menggerakkan pinggulnya. Dia menarikku dengan pelukan yg erat sekali dan kakinya merangkul pinggulku. Memeknya berdenyut-denyut. Tapi aku terus berusaha menghunjam-hunjam ke memeknya karena aku juga sudah hampir sampai ke puncak.
Aku tekan dalam-dalam k0ntolku ke memeknya dan menyemburkan sisa sperma yg masih ada ke dalam rahimnya. Badanku terasa lelah sekali. Kuambil sarung dan aku dengan bersarung lalu jatuh tertidur.
Aku terbangun, jam di tanganku menunjukkan jam 6 pagi. Sinar matahari kelihatan menerobos di celah-celah dinding bambu rumah. Kandung kemihku rasanya penuh sehingga dengan menggunakan sarung dan kaus aku bangun menuju kamar mandi. Ketika meliwati ruang tengah kulihat Karta sedang tertidur di bale-bale . Buset aku meniduri istri orang ditunggui suaminya.
Selepas membuang hajat kecil, aku kembali ke kamar untuk mengambil baju ganti. Aku mau mandi . Ketika sedang mencari-cari baju di dalam tas ku Fitra bangun. Dengan hanya berkemben sarung dia tergopoh-gopoh menuju kamar mandi.
Aku berpapasan dengan Fitra di pintu kamar mandi. Aku dengan tenang mulai memompa air ke dalam ember. Setelah ember penuh dan bersiap mandi dengan membuka semua baju, pintu diketok Fitra. Dia katanya mau ikut mandi. Kami akhirnya mandi bersama-sama. Sementara suaminya sedang ngorok di ruang tengah.
Share: