388cash388cash

Cerita Dewasa Terlena Akan Dukun Durjana


Namaku Safitri. Aku seorang guru berusia 28 tahun. Di kampungku di daerah Sumatera, aku lebih dikenal dgn panggilan Bu Fitri. Aku ingin menceritakan satu pengalaman hDaryo yg terjadi pada diriku sejak 6 bulan yg lalu dan terus berlanjut hingga kini. Ini semua terjadi karena kesalahanku sendiri. Kisahnya begini, kira-kira 6 bulan yg lalu aku mendengar cerita kalau suamiku ada hubungan gelap dgn seorang guru di sekolahnya.

Suamiku juga seorang guru di sekolah menengah di kampungku. Dia lulusan perguruan tinggi lokal sedangkan aku cuma seorang guru pembantu. Tanpa mencek lebih lanjut kebenarannya, aku langsung mempercayai cerita tersebut. Yg terbayangkan saat itu cuma nasib dua anakku yg masih kecil. Secara fisik, sebetulnya aku masih menawan karena kedua anakku menyusu botol. Cuma biasalah yg namanya lelaki, walau secantik apapun isterinya, tetap akan terpikat dgn orang lain, pikirku.

secara Diam-diam aku pergi ke rumah seorang dukun yg pernah kudengar ceritanya dari rekan-rekanku di sekolah. Aku pergi tanpa pengetahuan siapa pun, walau teman karibku sekalipun. Pak Daryo adalah seorang dukun yg tinggal di kampung seberang, jadi tentulah orang-orang kampungku tdk akan tahu rahasia aku berjumpa denganya. Di situlah berawalnya titik hDaryo dalam hidupku hingga hari ini.

Pak Daryo orangnya kurus dan pendek. Tingginya mungkin tak jauh dari 150 cm. Kalau berdiri, ia hanya sedadaku. Usianya kutaksir sekitar 40-an, menjelang setengah abad. Ia mempunyai janggut putih yg cukup panjang. Gigi dan bibirnya menghDaryo karena suka merokok.

Aku masih ingat saat itu Pak Daryo mengatakan bahwa suamiku telah terkena guna-guna orang. Ia lalu membuat suatu ramuan yg katanya air penawar untuk mengelakkan diriku dari terkena santet wanita tersebut dan menyuruhku meminumnya. Setelah kira-kira lima menit meminum air penawar tersebut kepalaku menjadi ringan. Perasaan gairah yg tdk dapat dibendung melanda diriku secara tiba-tiba.

Pak Daryo kemudian menyuruhku berbaring telentang di atas tikar ijuk di ruang tamu rumahnya. Setelah itu ia mulai membacakan sesuatu yg tdk kupahami dan menghembus berulang kali ke seluruh badanku. Saat itu aku masih lengkap berpakaian baju kurung untuk mengajar ke sekolah pada petangnya.

Setelah itu aku merasa agak mengkhayal. Antara terlena dan terjaga aku merasakan tangan Pak Daryo bermain-main di kancing baju kurungku. Aku tdk berdaya berbuat apa-apa melainkan merasakan gairah yg amat sangat dan amat memerlukan belaian lelaki. Kedua buah dadaku terasa amat tegang di bawah braku. Putingku terasa menonjol. Celah kemaluanku terasa hangat dan mulai becek.
Aku dapat merasakan Pak Daryo mengangkat kepalaku ke atas bantal sambil membetulkan tudungku. Selanjutnya ia menanggalkan pakaianku satu-persatu. Setelah aku berbaring tanpa sehelai pakaian pun kecuali tudungku, Pak Daryo mulai menjilat bagian dadaku dahulu dan selanjutnya mengulum puting tetekku dgn rakus. Ketika itu aku terasa amat berat untuk membuka mata.
Setelah aku mendapat sedikit tenaga kembali, aku merasa sangat bergairah. Kemaluanku sdh mulai banjir. Aku berhasil menggerakkan tanganku dan terus menggapai kepala Pak Daryo yg sedang berada di celah selangkanganku. Aku menekan-nekan kepala Pak Daryo dgn agak kuat supaya jilatannya lidahnya masuk lebih dalam lagi. Aku mengerang sambil membuka mataku yg lama terpejam.
Alangkah terkejutnya aku saat aku membuka mataku terlihat dalam samar-samar ada 2 sosok lain sedang duduk bersila menghadapku dan memandangku dgn mata yg tdk berkedip.
“Bu Fitri,” tegur seorang laki-laki yg masih belum kukenali, yg duduk di sebelah kanan badanku yg telanjang bulat.
Setelah kuamat-amati barulah aku bisa mengenalinya.
“Heri,” jeritku dalam hati.
Heri adalah anak Pak Semail tukang kebun sekolahku yg baru saja habis ujian akhirnya. Aku agak kalang kabut dan malu. Aku coba meronta untuk melepaskan diri dari genggaman Pak Daryo. Menyadari bahwa aku telah sadarkan diri, Pak Daryo mengangkat kepalanya dari celah selangkanganku dan bersuara.
“Tak apa Bu, mereka berdua ini anak murid saya,” ujarnya sambil jarinya bermain kembali menggosok-gosok kemaluanku yg basah kuyup.
Sebelah lagi tangannya digunakan untuk mendorong kembali kepalaku ke bantal. Aku seperti orang yg sdh kena sihir terus berbaring kembali dan melebarkan kangkanganku tanpa disuruh. Aku memejamkan mata kembali. Pak Daryo mengangkat kedua kakiku dan diletakkannya ke atas bahunya. Saat dia menegakkan bahunya, punggungku juga ikut terangkat.
Pak Daryo mulai menjilat kembali bibir vaginaku dgn rakus dan terus dijilat hingga ke ruang antara vagina dan duburku. Saat lidahnya yg basah itu tiba di bibir duburku, terasa sesuatu yg menggelikan bergetar-getar di situ.
Aku merasa kegelian serta nikmat yg amat sangat.
“Heri, Kau pergi ambil minyak putih di ujung tempat tidur. Kau Ramli, ambil kemenyan dan bekasnya sekalian di ujung itu,” perintah Pak Daryo kepada kedua anak muridnya.
Aku tersentak dan terus membuka mata.
“Bu ini rawatan pertama, duduk ya,” perintah Pak Daryo kepadaku.
Aku seperti kerbau dicocok hidung langsung mengikuti perintah Pak Daryo. Aku duduk sambil sebelah tangan menutup buah dadaku yg tegang dan sebelah lagi menggapai pakaianku yg berserakan untuk menutup bagian kemaluanku yg terbuka.
Setelah menggapai baju kurungku, kututupi bagian pinggang ke bawah dan kemudian membetulkan tudungku untuk menutupi buah dadaku.
Setelah barang-barang yg diminta tersedia di hadapan Pak Daryo, beliau menerangkan rawatannya. Kedua muridnya malu-malu mencuri pandang ke arah dadaku yg kucoba tutupi dgn tudung tetapi tetap jelas kelihatan kedua payudaraku yg besar dan bulat di bawah tudung tersebut.
“Ini saya beritahu Ibu bahwa ada sihir yg sdh mengenai bagian-bagian tertentu di badan Ibu. Punggung Ibu sdh terkena penutup nafsu dan perlu dibuang.”
Aku cuma mengangguk.
“Sekarang Ibu silakan tengkurep.” Aku memandang tepat ke arah Pak Daryo dan kemudian pandanganku beralih
kepada Heri dan Ramli.
“Nggak apa-apa, Bu… mereka ini sedang belajar, haruslah mereka lihat,” balas Pak Daryo seakan-akan mengerti perasaanku.
Aku pun lalu tengkurep di atas tikar ijuk itu. Pak Daryo menarik kain baju kurungku yg dirasa mengganggunya lalu dilempar ke samping. Perlahan-lahan dia mengurut punggungku yg pejal putih berisi dgn minyak yg tadi diambilkan Heri. Aku merasa berkhayal kembali, punggungku terasa tegang menahan kenikmatan lumuran minyak Pak Daryo.
Kemudian kurasakan tangan Pak Daryo menarik bagian pinggangku ke atas seakan-akan menyuruh aku menungging dalam keadaan tengkurep tersebut. Aku memandang ke arah Pak Daryo yg duduk di sebelah kiri punggungku.
“Ya, angkat punggungnya,” jelasnya seakan memahami keraguanku.
Aku menurut kemauannya. Sekarang aku berada dalam posisi tengkurep, muka dan dada di atas tikar sambil punggungku terangkat ke atas. Pak Daryo mendorong kedua kakiku agar berjauhan dan mulai melumurkan minyak ke celah-celah bagian rekahan punggungku yg terbuka.
Tanpa dapat dikontrol, satu erangan kenikmatan terluncur dari mulutku. Pak Daryo menambahkan lagi minyak di tangannya dan mulai bermain di bibir duburku. Aku meremas bantal karena kenikmatan. Sambil melakukan itu, jarinya berusaha mencolok lubang duburku.
“Jangan tegang, biarkan saja,” terdengar suara Pak Daryo yg agak serak.
Aku coba merilekskan otot duburku dan menakjubkan… jari Pak Daryo yg licin berminyak dgn mudah masuk sehingga ke pangkal. Setelah berhasil memasukkan jarinya, Pak Daryo mulai menggerakkan jarinya keluar masuk lubang duburku.
Aku coba membuka mataku yg kuyu karena kenikmatan untuk melihat Heri dan Ramli yg sedang membetulkan sesuatu di dalam celana mereka. Aku jadi merasakan semacam kenikmatan pula melihat mereka sedang memperhatikan aku diterapi Pak Daryo. Perasaan malu terhadap kedua muridku berubah menjadi gairah tersembunyi yg seolah melompat keluar setelah lama terkekang!
Setelah perjalanan jari Pak Daryo lancar keluar masuk duburku dan duburku mulai beradaptasi, dia mulai berdiri di belakangku sambil jarinya masih terbenam mantap dalam duburku. Aku memandang Pak Daryo yg sekarang menyingkap kain sarungnya ke atas dgn satu tangannya yg masih bebas. Terhunuslah kemaluannya yg panjang dan bengkok ke
atas itu. Tampak sdh sekeras batang kayu!
“Bbbbuat apa ini, Pak….” tanyaku dgn gugup.
“Jangan risau… ini buat buang sihir,” katanya sambil melumur minyak ke batang kemaluannya yg cukup besar bagi seorang yg kurus dan pendek.
Selesai berkata-kata, Pak Daryo menarik jarinya keluar dan sebagai gantinya langsung menusukkan batangnya ke lubang duburku.
“ARRrgggghhggh…” spontan aku terjerit kengiluan sambil mengangkat kepala dan dadaku ke atas. Kaki bawahku pun refleks terangkat ke atas.
“Jangan tegang, lemaskan sedikit!” perintah Pak Daryo sambil merenggangkan daging punggungku. Aku berusaha menuruti perintahnya.
Setelah aku melemaskan sedikit ototku, hampir separuh batang Pak Daryo
terbenam ke dalam duburku.
Aku melihat Heri dan Ramli sedang meremas sesuatu di dalam celana masing-masing. Setelah berhasil memasukkan setengah zakarnya Pak Daryo menariknya keluar kembali dan lalu memasukkannya kembali sehingga semua zakarnya masuk ke dalam rongga duburku. Dia berhenti di situ.
“Sekarang Ibu merangkak mengelilingi bara kemenyan ini tiga kali,” perintahnya sambil zakarnya masih terbenam mantap dalam duburku.
Aku sekarang seakan-akan binatang yg berjalan merangkak sambil zakar Pak Daryo masih tertanam dgn mantapnya di dalam duburku. Pak Daryo bergerak mengikutiku sambil memegangi pinggangku.
“Pelan-pelan saja, Bu,” perintahnya sambil menahan pinggangku supaya tdk bergerak terlalu cepat. Rupanya ia takut penisnya terlepas keluar dari lubang duburku saat aku bergerak. Aku pun mematuhinya dgn bergerak secara perlahan.
Kulihat kedua murid Pak Daryo sekarang telah mengeluarkan zakar masing-masing sambil bermasturbasi dgn melihat tingkahku. Aku merasa sangat malu tetapi di lain pihak terlalu nikmat rasanya. Zakar Pak Daryo terasa berdenyut-denyut di dalam duburku. Aku terbayang wajah suamiku seakan-akan sedang memperhatikan tingkah lakuku yg sama seperti binatang itu.
Sementara aku merangkak sesekali Pak Daryo menyuruhku berhenti sejenak lalu menarik senjatanya keluar dan lalu menusukku kembali dgn ganas sambil mengucapkan mantera-mantera. Setiap kali menerima tusukan Pak Daryo setiap kali itu pula aku mengerang kenikmatan. Lalu Pak Daryo pun akan menyuruhku untuk kembali merangkak maju. Demikian berulang-ulang ritual yg kami lakukan sehingga tiga keliling pun terasa cukup lama.
Setelah selesai tiga keliling, Pak Daryo menyuruhku berhenti dan mulai menyetubuhiku di dubur dgn cepat. Sebelah tangannya memegang pinggangku kuat-kuat dan sebelah lagi menarik tudungku ke belakang seperti peserta rodeo. Aku menurut gerakan Pak Daryo sambil menggoyang-goyangkan punggungku ke atas dan ke bawah.
Tiba-tiba kurasakan sesuatu yg panas mengalir di dalam rongga duburku. Banyak sekali kurasakan cairan tersebut. Aku memainkan kelentitku dgn jariku sendiri sambil Pak Daryo merapatkan badannya memelukku dari belakang. Tiba-tiba sisi kiri pinggangku pun terasa panas dan basah. Heri rupanya baru saja orgasme dan air maninya muncrat membasahi tubuhku.
Lalu giliran Ramli mendekatiku dan merapatkan zakarnya yg berwarna gelap ke sisi buah dadaku. Tak lama kemudian air maninya muncrat membasahi ujung putingku. Aku terus mengemut-ngemut zakar Pak Daryo yg masih tertanam di dalam duburku dan bekerja keras untuk mencapai klimaks.
“Arghhhhhhhrgh…” Aku pun akhirnya klimaks sambil tengkurep di atas tikar ijuk.
“Ya, bagus, Bu…” kata Pak Daryo yg mengetahui kalau aku mengalami orgasme.
“Dgn begitu nanti guna-gunanya akan cepat hilang.” Pak Daryo lalu mencabut zakarnya dan melumurkan semua cairan yg melekat di zakarnya ke atas punggungku sampai batangnya cukup kering.
“Jangan basuh ini sampai waktu magrib ya,” katanya mengingatkanku sambil membetulkan kain sarungnya.
Aku masih lagi tengkurep dgn tudung kepalaku sdh tertarik hingga ke leher. Aku merasakan bibir duburku sdh longgar dan berusaha mengemut untuk menetralkannya kembali. Setelah itu aku bangun dan memunguti pakaianku yg berserakan satu per satu.
Selesai mengenakan pakaian dan bersiap untuk pulang setelah dipermalukan sedemikian rupa, Pak Daryo berpesan.
“Besok pagi datang lagi ya, bawa sedikit beras bakar.” Aku seperti orang bodoh hanya mengangguk dan memungut tas sekolahku lalu terus menuruni tangga rumah Pak Daryo.
Sejak itu sampai hari ini, dua kali seminggu aku rutin mengunjungi Pak Daryo untuk menjalani terapi yg bermacam-macam. Heri dan Ramli yg sedang belajar pada Pak Daryo sedikit demi sedikit juga mulai ditugaskan Pak Daryo untuk ikut menterapiku. Walaupun tdk tahu pasti, aku merasa bahwa suamiku perlahan-lahan mulai meninggalkan affairnya.
Yg pasti, kini sulit rasanya bagiku untuk menyudahi terapiku bersama Pak Daryo dan murid-muridnya. Sepertinya aku sdh kecanduan untuk
menikmati terapi seperti itu.
Share: