388cash388cash

Cerita Sex: Memberi Kenikmatan


 Panggil saja namaku Ranti usiaku sudah 43 tahun dan sudah mempunyai 2 orang anak tapi badanku secara keseluruhan masih kencang dgn berat badanku 57 kg tinggi badan 168 cm dan lingkar pinggang 66 cm , badanku masih sexy apalagi jika memakai pakaian senam dan profesiku sendiri adalah seorang guru SMA di kota Semarang.

Orang-orang bilang tahi lalat di daguku seperti Berliana Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yg tetap kencang di usia yg semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya, tetapi aku memiliki payudara yg lebih besar sehingga terlihat lebih menggairahkan dibanding artis yg kedua. Semua karunia itu kudapat dgn olahraga yg teratur.

Kira-kira 5 tahun yg lalu saat usiaku masih 37 tahun salah seorang sehabatku menitipkan anaknya yg ingin kuliah di tempatku, karena ia teman baikku dan suamiku tdk keberatan akhirnya aku menyetujuinya. Nama pemuda itu Fandi, kulitnya kuning langsat dgn tinggi 173 cm.

Badannya kurus kekar karena Fandi seorang atlit karate di tempatnya. Oh ya, Fandi ini pernah menjadi muridku saat aku masih menjadi guru SD.

Fandi sangat sopan dan tahu diri. Dia banyak membantu pekerjaan rumah dan sering menemani atau mengantar kedua anakku jika ingin bepergian. Dalam waktu sebulan saja dia sudah menyatu dgn keluargaku, bahkan suamiku sering mengajaknya main tenis bersama.

Aku jg menjadi terbiasa dgn kehadirannya, awalnya aku sangat menjaga penampilanku bila di depannya. Aku tdk malu lagi mengenakan baju kaos ketat yg bagian dadanya agak rendah, lagi pula Fandi memperlihatkan sikap yg wajar jika aku mengenakan pakaian yg agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.

Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya, suamiku mendapat tugas sekolah S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku sangat berat melepasnya, karena aku bingung bagaimana menyalurkan kebutuhan sex-ku yg masih menggebu-gebu.
Walau usiaku sudah tdk muda lagi, tapi aku rutin melakukannya dgn suamiku, paling tdk seminggu 5 kali. Mungkin itu karena olahraga yg selalu aku jalankan, sehingga hasrat tubuhku masih seperti anak muda. Dan kini dgn kepergiannya otomatis aku harus menahan diri.
Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan kesepian yg amat sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi uring-uringan dan menjadi malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau jam telah menunjukkan angka 9. Karena kemarin kedua anakku minta diantar bermalam di rumah nenek mereka, sehingga hari ini aku ingin tidur sepuas-puasnya. Setelah makan, aku lalu tidur-tiduran di sofa di depan TV. Tak lama terdengar suara pintu dIbuka dari kamar Fandi.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
“Bu Ranti..?” Suaranya berbisik, aku diam saja. Kupejamkan mataku makin erat.
Setelah beberapa saat lengang, tiba-tiba aku tercekat ketika merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip melalui sudut mataku, ternyata Fandi sudah berdiri di samping ranjangku, dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku, tangannya memegang bagian bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan baju tidur yg tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak karuan, aku terus berpura-pura tertidur.
“Bu Ranti..?” Suara Fandi terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tdk.
Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku tersingkap semua sampai keleher.
Lalu kurasakan Fandi mengelus bibirku, jantungku seperti melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu tdk curiga. Kurasakan lagi tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena tanganku masuk ke dalam bantal otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi, wajah pemuda itu dekat sekali dgn wajahku, tapi aku yakin ia belum tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas selembut mungkin.
Lalu kurasakan tangannya menelusuri leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin tahu apa yg ingin dilakukannya terhadap tubuhku. Tak lama kemuadian aku merasakan tangannya meraba buah dadaku yg masih tertutup BH berwarna hitam
Mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam sambil menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai diremas-remas, aku merasakan seperti ada sesuatu yg sedang bergejolak di dalam tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Sekarang tangan Fandi sedang berusaha membuka kancing BH-ku dari depan, tak lama kemudian kurasakan tangan dingin pemuda itu meremas dan memilin puting susuku. Aku ingin merintih nikmat tapi nanti amalah membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya dalam diam.
Kurasakan tangannya gemetar saat memencet puting susuku, kulirik pelan, kulihat Fandi mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku. Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan kenikmatan isapannya, aku terus bertahan.
Kulirik puting susuku yg berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus menyedot puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. PeraFandiku campur aduk tdk karuan, nikmat sekali.
Tangan kanan Fandi mulai menelusuri selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba memekku yg masih tertutup CD, aku tak tahu apakah memekku sudah basah apa belum. Yg jelas jari-jari Fandi menekan-nekan lubang memekku dari luar CD, lalu kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku.
Jantungku berdetak keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Fandi mencoba memasuki lubang memekku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Fandiwaraku, aku sudah tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Fandi!! Ngapain kamu?”
Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan Fandi menekan pundakku dgn keras. Tiba-tiba Fandi mecium mulutku secepat kilat, aku berusaha memberontak dgn mengerahkan seluruh tenagaku. Tapi Fandi makin keras menekan pundakku, malah sekarang pemuda itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yg besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku, lidahnya masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.
“Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya ingin merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Fandi melepaskan ciumannya lalu memandangku dgn pandangan meminta.
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yg masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dgn Bu Ranti.. Saat SD saya sering mengintip BH yg Ibu gunakan… Saya akan memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Fandi.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tdk tahan ingin dijamah olehnya.
Lalu Fandi melumat bibirku dan pelan-pelan aku meladeni permainan lidahnya. Kedua tangannya meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya semakin membara, aku minta izin ke WC yg ada di dalam kamar tidurku. Di dalam kamar mandi, kubuka semua pakaian yg ada di tubuhku, kupandangi badanku di cermin.
Benarkah pemuda seperti Fandi terangsang melihat tubuhku ini? Perduli amat yg penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dgn remaja yg masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Fandi persis masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yg tdk berpenutup sehelai benangpun.
“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji sembari mengecup putting susuku yg sudah mengeras sedari tadi.
Tubuhku disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku. Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dgn ujung lidah, jg dikenyot-kenyot dgn sangat bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yg hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Fandi yg panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
“Itu karena Ibu teratur olahraga” jawabku sembari meremas tonjolan kemaluannya.
Dgn bergegas kuloloskan celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di pinggir ranjang dgn kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang k0ntolnya, sehingga kini kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Fandi minta gantian, dia ingin mengerjai memekku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain k0ntol kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.
Fandi tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
“Kamu jg sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yg berotot.
Fandi tersenyum lalu menarik tubuhku. Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas ranjang. Ternyata Fandi pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin tinggi dalam waktu yg sangat singkat. Terasa memekku semakin berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tdk sabar menanti terobosan batang kemaluan Fandi yg besar.
Berbeda dgn suamiku, Fandi nampaknya lebih sabar. Dia tdk segera memasukkan batang k0ntolnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku menggelegak-gelegak.
Fandi menyelipkan tangan kirinya ke bawah tubuhku, tubuh kami berimpitan dgn posisi aku membelakangi Fandi, lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya mengusap-usap memekku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup lembut ke dalam liang memekku yg basah merekah.
“Memek Ibu bagus, tebel, pasti enak ‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku.
Suaranya sudah sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dgn aku. Aku tdk bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yg dilakukan Fandi, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.
Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat lagi membuka. Terasa nafas Fandi semakin memburu, sementara ujung lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara yg kanan mengangkat sebelah pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk ke liang memekku dari arah belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan rudalnya…!!!
Sejenak aku tdk dapat bereaksi sama sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi inci batang kemaluan Fandi memasuki liang memekku. Terasa penuh, nikmat luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara Fandi mulai memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai merintih-rintih tak terkendali.
“Fandi, k0ntolmu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
Fandi tdk menjawab, melainkan terus memaju mundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang k0ntolnya yg besar itu seperti hendak membongkar liang memekku sampai ke dasar.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Fandi malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.
“Aahh, k0ntolmu…, oohh, aarrghh…, k0ntolmuu…, oohh…!!!”
Fandi terus menggecak-gecak. Tenaganya kuat sekali, apalagi dgn batang k0ntol yg luar biasa keras dan kaku. Walaupun kami bersetubuh dgn posisi menyamping, nampaknya Fandi sama sekali tdk kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada memekku. Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.
“Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.
“Yah, yah, yah, aku jg, aku jg! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Fandi menyodok-nyodok semakin kencang.
“Sodok terus, Fandi!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus k0ntolmuuu…!”
“Ohhh, ah, uuugghhh… ”
“Enaaak…, k0ntol kamu enak, k0ntol kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan kananku meraih pantat Fandi, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa memekku berdenyut-denyut kencang sekali. Aku orgasme!
Sesaat aku seperti melayg, tdk ingat apa-apa kecuali nikmat yg tdk terkatakan. Mungkin sudah ada lima tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Fandi mengecup-ngecup pipi serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas, sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata dia belum mencapai orgasme.
Kuturuti permintaan Fandi. Dgn agak lunglai akibat orgasme yg luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga menungging. Fandi mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yg besar dan panjang itu tetap menancap dalam memekku.
Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.
Aku menikmati gerakan maju-mundur k0ntol Fandi dgn diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tdk berapa lama, memekku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku, menoleh ke belakang. Fandi segera menunduk, dikecupnya pipiku.
“Fan.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih ke belakang. Fandi mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.
Fandi melenguh. Diremasnya kedua bongkah pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya yg luar biasa keras menghunjam-hunjam memekku. Aku mulai mengerang-erang lagi.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, k0ntolmu enak bangeett… Fann!!”
Fandi tdk bersuara, melainkan menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi. Kurasakan Fandi pun kali ini segera akan mencapai klimaks.
Maka kuimbangi gerakannya dgn menggoyangkan pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dgn gerakan Fandi. Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.
Tiba-tiba Fandi menyuruhku berbalik. Dicabutnya k0ntolnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu kukangkangkan kedua kakiku dgn setengah mengangkatnya. Fandi langsung menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku menekuk mengangkang. Fandi memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu batang k0ntolnya yg keras menghunjam mulut memekku yg menganga.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Fandi bergumam.
Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tdk bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Fandi. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Fandi
“Ibu jg, Ibu jg, memek Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, memek Ibu enak bangeet… ”
“Ibu jg mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku jg mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak enak, Ibu enak, Fandin…, aku mau keluar, aku mau keluar, memekku keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…, aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
Tubuhku mengejang sesaat sementara otot memekku terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak kuasa menahan nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Fandi menekan kuat-kuat, menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang memekku.
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam memekku. Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu persis bersamaan seperti itu.
Lalu tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Fandi memelukku mesra sekali. Sejenak kami sama-sama sIbuk mengatur nafas.
“Enak banget,” bisik Fandi beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Fandi bergerak-gerak di dalam memekku.
“Memek Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi k0ntol kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Fandi bergerak menciumi aku lagi. Kali ini diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium ketiakku. Aku mengikik kegelian. Fandi menjilati keringat yg membasahi ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku.
Fandi lalu menetek seperti bayi. Aku mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki rambut Fandi karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai menyentak-nyentak lagi. Fandi mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum tipis, lalu berkata,
“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu jg suka kan?”
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup bagi Fandi sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi. Setelah break sejenak di sore hari malamnya Fandi kembali meminta jatah dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yg kami mainkan dgn entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yg jelas, keesokan paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga.
Hampir tdk tidur sama sekali, tapi aku tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman banyak yg mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis bersetubuh sehari semalam dgn bekas muridku yg perkasa.
Sudah seminggu Fandi menjadi” suami”ku. Dan jujur saja aku sangat menikmati kehidupan malamku selama seminggu ini. Fandi benar-benar pemuda yg sangat perkasa, selama seminggu ini liang memekku selalu disiramnya dgn sperma segar. Dan entah berapa kali aku menahan jeritan karena kenikmatan luar biasa yg ia berikan.
Walaupun malam sudah puas menjilat, menghisap, dan mencium sepasang payudaraku. Fandi selalu meremasnya lagi jika ingin berangkat kuliah saat pagi hari, katanya sich buat menambah semangat. Aku tak mau melarang karena aku jg menikmati semua perbuatannya itu, walau akibatnya aku harus merapikann bajuku lagi.
Malam itu sekitar jam setengah 10-an. Setelah menidurkan anakku yg paling bungsu, aku pergi kekamar mandi untuk berganti baju. Fandi meminta aku mengenakan pakaian yg biasa aku pergunakan ke sekolah. Setelah selesai berganti pakaian aku lantas keluar dan berdiri duduk di depan meja rias. Lalu berdandan seperti yg biasa aku lakukan jika ingin berangkat mengajar kesekolah.
Tak lama kudengar suara ketukan, hatiku langsung bersorak gembira tak sabar menanti permainan apa lagi yg akan dilakukan Fandi padaku.
“Masuk.. Nggak dikunci,” panggilku dgn suara halus.
Lalu Fandi masuk dgn menggunakan T-shirt ketat dan celana putih sependek paha.
“Malam ibu… Sudah siap..?” Godanya sambil medekatiku.
“Sudah sayang…” Jawabku sambil berdiri.
Tapi Fandi menahan pundakku lalu memintaku untuk duduk kembali sembil menghadap kecermin meja rias. Lalu ia berbisik ketelingaku dgn suara yg halus.
“Bu.. Ibu mau tahu nggak dari mana biasanya saya mengintip ibu?”
“Memangnya lewat mana..?” Tanyaku sambil membalikkan setengah badan.
Dgn lembut ia menyentuh daguku dan mengarahkan wajahku kemeja rias. Lalu sambil mengecup leherku Fandi berucap.
“Dari sini bu..” Bisiknya.
Dari cermin aku melihat disela-sela kerah baju yg kukenakan agak terbuka sehingga samar-samar terlihat tali BHku yg berwarna hitam. Pantas jika sedang mengajar di depan kelas atau mengobrol dgn guru-guru pria disekolah, terkadang aku merasa pandangan mereka sedang menelanjangi aku. Rupanya pemandangan ini yg mereka saksikan saat itu.
Tapi toh mereka cuma bisa melihat, membayangkan dan ingin menyentuhnya pikirku. Lalu tangan kanan Fandi masuk kecelah itu dan mengelus pundakku. Sementara tangan kirinya pelan-pelan membuka kancing bajuku satu persatu. Setelah terbuka semua Fandi lalu membuka bajuku tanpa melepasnya. Lalu ia meraih kedua payudaraku yg masih tertutup BH.
“Inilah yg membuat saya selalu mengingat ibu sampai sekarang,” Bisiknya ditelingaku sambil meremas kedua susuku yg masih kencang ini.
Lalu tangan Fandi menggapai daguku dan segera menempelkan bibir hangatnya padaku dgn penuh kasih dan emosinya. Aku tdk tinggal diam dan segera menyambut sapuan lidah Fandi dan menyedotnya dgn keras air liur Fandi, kulilitkan lidahku menyambut lidah Fandi dgn penuh getaran birahi. Kemudian tangannya yg keras mengangkat tubuhku dan membaringkannya ditengah ranjang.
Ia lalu memandang tubuh depanku yg terbuka, dari cermin aku bisa melihat BH hitam yg transparan dgn “push up bra style”.
Sehingga memberikan kesan payudaraku hampir tumpah meluap keluar lebih sepertiganya. Untuk lebih membuat Fandi lebih panas, aku lalu mengelus-elus payudaraku yg sebelah kiri yg masih dibalut bra, sementara tangan kiriku membelai pussy yg menyembul mendesak CDku, karena saat itu aku mengenakan celana “mini high cut style”.
Fandi tampak terpesona melihat tingkahku, lalu ia menghampiriku dan menyambar bibirku yg lembut dan hangat dan langsung melumatnya. Sementara tangan kanan Fandi mendarat disembulan payudara sebelah kananku yg segar, dielusnya lembut, diselusupkan tangannya dalam bra yg hanya 2/3 menutupi payudaraku dan dikeluarkannya buah dadaku.
Ditekan dan dicarinya puting susuku, lalu Fandi memilinnya secara halus dan menariknya perlahan. Perlakuannya itu membuatku melepas ciuman Fandi dan mendesah, mendesis, menghempaskan kepalaku kekiri dan kekanan.
Selepas tautan dgn bibir hangatku, Fandi lalu menyapu dagu dan leherku, sehingga aku meracau menerima dera kenikmatan itu.
“Fandi… Fandi… Kenapa kamu yg memberikan kenikmatan ini..”
Fandi lalu menghentikan kegiatan mulutnya. Tangannya segera membuka kaitan bra yg ada di depan, dgn sekali pijitan jari telunjuk dan ibu jari sebelah kanan Fandi, Segera dua buah gunung kembarku yg masih kencang dan terawat menyembul keluar menikmati kebebasan alam yg indah.
Lalu Fandi menempelkan bibir hangatnya pada buah dadaku sebelah kanan, disapu dan dijilatnya sembulan daging segar itu. Secepat itu pula merambatlah lidahnya pada puting coklat muda keras, segar menentang ke atas. Fandi mengulum putingku dgn buas, sesekali digigit halus dan ditariknya dgn gigi.
Aku hanya bisa mengerang dan mengeluh, sambil mengangkat badanku seraya melepaskan baju dan rok kerjaku beserta bra warna hitam yg telah dibuka Fandi dan kulemparkan kekursi rias. Dgn giat penuh nafsu Fandi menyedot buah dadaku yg sebelah kiri, tangan kanannya meraba dan menjalar kebawah sampai dia menyentuh CDku dan berhenti digundukan nikmat yg penuh menentang segar ke atas.
Lalu Fandi merabanya ke arah vertikal, dari atas kebawah. Melihat CDku yg sudah basah lembab, ia langsung menurukannya mendororng dgn kaki kiri dan langsung membuangnya sampai jatuh ke karpet.
Adapun tangan kanan itu segera mengelus dan memberikan sentuhan rangsangan pada memekku, yg dibagian atasnya ditumbuhi bulu halus terawat adapun dibagian belahan memek dan dibagian bawahnya bersih dan mulus tiada berambut. Rangsangan Fandi semakin tajam dan hebat sehingga aku meracau.
“Fannnn.. Sentuh ibu sayang, .. Fandii bikin.. Ibu terbaang.. Pleaase.”
Fandi segera membuka gundukan tebal memek milikku lalu mulutnya segera menjulur kebawah dan lidahnya menjulur masuk untuk menyentuh lebih dalam lagi mencari kloritasku yg semakin membesar dan mengeras. Dia menekan dgn penuh nafsu dan lidahnya bergerak liar ke atas dan kebawah.
Aku menggelinjang dan teriak tak tahan menahan orgasme yg akan semakin mendesak mencuat bagaikan merapi yg ingin memuntahkan isi buminya. Dgn terengah-engah kudorong pantatku naik, seraya tanganku memegang kepala Fandi dan menekannya kebawah sambil mengerang.
“Fandi.. Aarghh..”
Aku tak kuasa menahannya lagi hingga menjerit saat menerima ledakan orgasme yg pertama, magma pun meluap menyemprot ke atas hidung Fandi yg mancung.
“Fandi.. Ibu keluaa.. aar.. Sann..” Memekku berdenyut kencang dan mengejanglah tubuhku sambil tetap meracau.
“Fandi.. Kamu jago sekali memainkan lidahmu dalam memekku sayang.. Cium ibu sayang.”
Fandi segera bangkit mendekap erat diatas dadaku yg dalam keadaan oleng menyambut getaran orgasme. Ia lalu mencium mulutku dgn kuatnya dan aku menyambutnya dgn tautan garang, kuserap lidah Fandi dalam rongga mulutku yg indah.
Tubuhku tergolek tak berdaya sesaat, Fandipun mencumbuku dgn mesra sambil tangannya mengelus-elus seluruh tubuhku yg halus, seraya memberikan kecupan hangat didahi, pipi dan mataku yg terpejam dgn penuh cinta. Dibiarkannya aku menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yg hebat. Jg memberi kesempatan menurunnya nafsu yg kurasakan.
Setelah merasa aku cukup beristirahat Fandi mulai menyentuh dan membelaiku lagi. Aku segera bangkit dan medorong belahan badan Fandi yg berada diatasku. Kudekatkan kepalaku kewajahnya lalu kucium dan kujilati pipinya, kemudian menjalar kekupingnya.
Kumasukkan lidahku ke dalam lubang telinga Fandi, sehingga ia meronta menahan gairahnya. Jilatanku makin turun kebawah sampai keputing susu kiri Fandi yg berambut, Kubelai dada Fandi yg bidang berotot sedang tangan kananku memainkan puting yg sebelah kiri. Mengelinjang Fandi mendapat sentuhan yg menyengat dititik rawannya yg merambat gairahnya itu, Fandipun mengerang dan mendesah.
Kegiatanku semakin memanas dgn menurunkan sapuan lidah sambil tanganku merambat keperut. Lalu kumainkan lubang pusar Fandi ditekan kebawah dfan kesamping terus kulepaskan dan kubelai perut bawah Fandi sampai akhirnya kekemaluan Fandi yg sudah membesar dan mengeras.
Kuelus lembut dgn jemari lentikku batang kemaluan Fandi yg menentang ke atas, berwarna kemerahan kontras dgn kulit Fandi yg putih kepalanya pun telah berbening air birahi.
Melihat keadaan yg sudah menggairahkan tersebut aku menjadi tak sabar dan segera kutempelkan bibir hangatku kekepala kontol Fandi dgn penuh gelor nafsu, kusapu kepala kontol dgn cermat, kuhisap lubang air seninya sehingga membuat Fandi memutar kepalanya kekiri dan kekanan, mendongkak-dongkakkan kepalanya menahan keikmatan yg sangat tiada tara, adapun tangannya menjambak kepalaku.
“Buuu.. Dera nikmat darimu tak tertahankan.. Kuingin memilikimu seutuhnya,” Fandi mengerang.
Aku tdk menjawabnya, hanya lirikan mataku sambil mengedipkannya satu ke arah Fandi yg sedang kelejotan. Sukmanya sedang terbang melayg kealam raya oleh hembusan cinta birahi yg tinggi. Adapun tanganku memijit dan mengocoknya dgn ritme yg pelan dan semakin cepat, sementara lidahku menjilati seluruh permukaan kepala kontol tersebut. Termasuk dibagian urat yg sensitif bagian atas sambil kupijat-pijat dgn penuh nafsu birahi.
Sadar akan keadaan Fandi yg semakin mendaki puncak kenikmatan dan akupun sendiri telah terangsang. Denyutan memekku telah mempengaruhi deburan darah tubuhku, kulepaskan kumulan kontol Fandi dan segera kuposisikan tubuhku diatas tubuh Fandi menghadap kekakinya.
Dan kumasukkan kontol Fandi yg keras dan menengang ke dalam relung nikmatku. Segera kuputar memompanya naik turun sambil menekan dan memijat dgn otot memek sekuat tenaga. Ritme gerakanpun kutambah sampai kecepatan maksimal.
Fandi berteriak, sementara aku pun terfokus menikmati dera kenikmatan gesekan kontol Fandi yg menggesek G-spotku berulang kali sehingga menimbulkan dera kenikmatan yg indah sekali. Tangan Fandipun tak tinggal diam diremasnya pantatku yg bulat montok indah, dan dielus-elusnya anusku, sambil menikmati dera goyanganku pada kontolnya. Dan akhirnya kami berdua berteriak.
“Buu Dennook.. Aku tak kuat lagi.. Berikan kenikmatan lebih lagi bu.. Denyutan diujung kontolku sudah tak tertahankan”
“Ibu pandai… Ibu liaarr… Ibu membuatku melayg.. Aku mau keluarr” .
Lalu Fandi memintaku untuk memutar badan manghadap pada dirinya dan dibalikkannya tubuhku sehingga. Sekarang aku berada dibawah tubuhnya bersandarkan bantal tinggi, lalu Fandi menaikkan kedua kakiku kebahunya kemudian ia bersimpuh di depan memekku. Sambil mengayun dan memompa kontolnya dgn yg cepat dan kuat. Aku bisa melihat bagaimana wajah Fandi yg tak tahan lagi akan denyutan diujung kontol yg semakin mendesak seakan mau meledak.
“Buu… Pleaass.. See.. Aku akaan meleedaaakkh!”
“Tungguu Fandi.. Orgasmeku jg mauu.. Datang ssayaang.. Kita sama-sama yaa..”
Akhirnya… Croottt.. Croottt.. Croottt tak tertahankan lagi bendungan Fandi jebol memuntahkan spermanya di memekku. Secara bersamaan akupun mendengus dan meneriakkan erangan kenikmatan.
Segera kusambar bibir Fandi, kukulum dgn hangat dan kusodorkan lidahku ke dalam rongga mulut Fandi. Kudekap badan Fandi yg sama mengejang, basah badan Fandi dgn peluh menyatu dgn peluhku. Lalu ia terkulai didadaku sambil menikmati denyut memekku yg kencang menyambut orgasme yg nikmat yg selama ini kurindukan.
Lalu Fandi membelai rambutku dgn penuh kasih sayang kemudian mengecup keningku.
“Buu.. terima kasih, i love you so much.. Terus berikan kenikmatan seperti ini untukku ya..” Bisiknya lembut.
Aku hanya mengangguk perlahan, setelah memberikan ciuman selamat tidur aku memeluknya dan langsung terlelap. Karena besok aku harus masuk kerja dan masih banyak lagi petualangan penuh kenikmatan yg akan kami lalui.
Share: