388cash388cash

Cerita Sex: Dua Suster Kesayanganku


Pagi hari, setelah bangun tidur, aku merasa pusing, suhu tubuh tinggi dan pegal-pegal di seluruh tubuh. Padahal kemarin siangnya, aku masih bisa mengemudikan mobilku seperti biasanya, tanpa ada rasa sakit. Keesokan sorenya, karena kondisi tubuhku semakin memburuk, dan akhirnya aku pergi ke runah sakit sebuah rumah sakit terkenal di Jakarta.

Ketika aku periksa darah di laboratorium di rumah sakit tersebut, ternyata hasilnya trombosit-ku turun jauh menjadi hampir separuh trombosit yang normal. Akhirnya karena aku tidak mau menanggung resiko, sore itu juga aku terpaksa harus rawat inap di rumah sakit tersebut.

Aku memperoleh kamar di kelas 1. Itu pun satu-satunya kamar yang masih tersedia di rumah sakit tersebut. Kamar-kamar lainnya sudah penuh terisi pasien, yang sebagian besar di antaranya juga menderita DBD sepertiku. Di kamar itu, ada 2 tempat tidur, satu milikku dan satunya lagi untuk seorang pasien lagi, tentu saja cowok juga dong. Kalau cewek sih bakal jadi huru-hara tuh! Dari hasil ngobrol-ngobrol aku dengannya, ketahuan bahwa dia sakit gejala dbd.

Akhirnya, aku menghabiskan malam itu berbaring di rumah sakit. Perasaanku bosan sekali. Padahal aku baru beberapa jam saja di kamar. Tapi untung saja, teman sekamarku senang mengobrol. Jadi tidak terasa bosan, ternyata jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. mata sudah mengantuk, juga kami berdua ditegur oleh seorang suster dan dinasehati supaya istirahat. Aku dan teman baruku akhirnya  tidur.

Saking nyenyaknya aku tidur, aku terkejut pada saat dibangunkan oleh seorang suster. Gila! Suster yang satu ini cakep sekali, sekalipun tubuhnya sedikit gemuk tapi kencang. Aku tidak percaya kalau yang di depanku itu suster. Aku langsung mengucek-ngucek mataku. Ih, benar! aku tak bermimpi! aku sempat membaca name tag di dadanya yang sayangnya tidak begitu membusung, namanya Gina (bukan nama sebenarnya).


“Mas, sudah pagi. Sudah waktunya bangun” kata Suster Gina.
“Nggg…”dengan sedikit rasa segan akhirnya aku bangun juga sekalipun mata masih terasa berat.
“Sekarang sudah tiba saatnya mandi, Mas” kata Suster Gina lagi.
“Oh ya. Suster, saya pinjam handuknya deh. Saya mau mandi di kamar mandi”
“Lho, kan Mas sementara belum boleh bangun dulu dari tempat tidur sama dokter”
“Jadi?”
“Jadi Mas saya yang mandiin”
Dimandiin? Wah, asyik juga kayaknya sih. Terakhir aku dimandikan waktu aku masih kecil oleh mamaku.
Setelah menutup tirai putih yang mengelilingi tempat tidurku, Suster Gina menyiapkan dua buah baskom plastik berisi air hangat. Kemudian ada lagi gelas plastik berisi air hangat pula untuk gosok gigi dan sebuah mangkok plastik kecil sebagai tempat pembuangannya. Pertama-tama kali, suster yang cantik itu memintaku gosok gigi terlebih dahulu.
“Oke, sekarang Mas buka kaosnya dan berbaring deh” kata Suster Gina lagi sambil membantuku melepaskan kaos yang kupakai tanpa mengganggu selang infus yang dihubungkan ke pergelangan tanganku.
Lalu aku berbaring di tempat tidur. Suster Gina menggelar selembar handuk di atas pahaku.
Dengan semacam sarung tangan yang terbuat dari bahan handuk, Suster Gina mulai menyabuni tubuhku dengan sabun yang kubawa dari rumah. Ah, terasa suatu perasaan aneh menjalari tubuhku saat tangannya yang lembut tengah menyabuni dadaku. Ketika tangan Suster Gina mulai turun ke perutku, aku merasakan gerakan di selangkanganku. Astaga! Ternyata batang kemaluanku menegang! Aku sudah takut saja kalau-kalau Suster Gina melihat hal ini. Uh, untung saja, tampaknya dia tidak mengetahuinya.
Rupanya aku mulai terangsang karena sapuan tangan Suster Gina yang masih menyabuni perutku. Kemudian aku dimintanya berbalik badan, lalu Suster Gina mulai menyabuni punggungku, membuat kemaluanku semakin mengeras. Akhirnya, siksaan (atau kenikmatan) itu pun usai sudah. Suster Gina mengeringkan tubuhku dengan handuk setelah sebelumnya membersihkan sabun yang menyelimuti tubuhku itu dengan air hangat.
“Nah, sekarang coba Mas buka celananya. Saya mau mandiin kaki Mas”
“Tapi, Suster…”aku mencoba membantahnya.
“Celaka” pikirku.
Kalau sampai celanaku dibuka terus Suster Gina melihat tegangnya batang kemaluanku, mau ditaruh di mana wajahku ini.
“Nggak apa-apa kok, Mas. Jangan malu-malu. Saya sudah biasa mandiin pasien. Nggak laki-laki, nggak perempuan, semuanya”
Akhirnya dengan ditutupi hanya selembar handuk di selangkanganku, aku melepaskan celana pendek dan celana dalamku. Ini membuat batang kemaluanku tampak semakin menonjol di balik handuk tersebut. Kacau, aku melihat perubahan di wajah Suster Gina melihat tonjolan itu. Wajahku jadi memerah dibuatnya. Suster Gina kelihatannya sejenak tertegun menyaksikan ketegangan batang kemaluanku yang semakin lama semakin parah. Aku menjadi bertambah salah tingkah, sampai Suster Gina kembali akan menyabuni tubuhku bagian bawah.
Suster Gina menelusupkan tangannya yang memakai sarung tangan berlumuran sabun ke balik handuk yang menutupi selangkanganku. Mula-mula ia menyabuni bagian bawah perutku dan sekeliling kemaluanku. Tiba-tiba tangannya dengan tidak sengaja menyenggol batang kemaluanku yang langsung saja bertambah berdiri mengeras. Sekonyong-konyong tangan Suster Gina memegang kemaluanku cukup kencang. Kulihat senyum penuh arti di wajahnya.
Aku mulai menggerinjal-gerinjal saat Suster Gina mulai menggesek-gesekkan tangannya yang halus naik turun di sekujur batang kejantananku. Makin lama makin cepat. Sementara mataku membelalak seperti kerasukan setan. Batang kemaluanku yang memang berukuran cukup panjang dan cukup besar diameternya masih dipermainkan Suster Gina dengan tangannya.
Akibat nafsu yang mulai menggerayangiku, tanganku menggapai-gapai ke arah dada Suster Gina. Seperti mengetahui apa maksudku, Suster Gina mendekatkan dadanya ke tanganku. Ouh, terasa nikmatnya tanganku meremas-remas payudara Suster Gina yang lembut dan kenyal itu. Memang, payudaranya berukuran kecil, kutaksir hanya 32. Tapi memang yang namanya payudara wanita, bagaimanapun kecilnya, tetap membangkitkan nafsu birahi siapa saja yang menjamahnya.
Sementara itu Suster Gina dengan tubuh yang sedikit bergetar karena remasan-remasan tanganku pada payudaranya, masih asyik mengocok-ngocok kemaluanku. Sampai akhirnya aku merasakan sudah hampir mencapai klimaks. Air maniku, kurasakan sudah hampir tersembur keluar dari dalam kemaluanku. Tapi dengan sengaja, Suster Gina menghentikan permainannya. Aku menarik nafas, sedikit jengkel akibat klimaksku yang menjadi tertunda. Namun Suster Gina malah tersenyum manis. Ini sedikit menghilangkan kedongkolanku itu.
Tahu-tahu, ditariknya handuk yang menutupi selangkanganku, membuat batang kemaluanku yang sudah tinggi menjulang itu terpampang dengan bebasnya tanpa ditutupi oleh selembar benang pun. Tak lama kemudian, batang kemaluanku mulai dilahap oleh Suster Gina. Mulutnya yang mungil itu seperti karet mampu mengulum hampir seluruh batang kemaluanku, membuatku seakan-akan terlempar ke langit ketujuh merasakan kenikmatan yang tiada taranya. Dengan ganasnya, mulut Suster Gina menyedoti kemaluanku, seakan-akan ingin menelan habis seluruh isi kemaluanku tersebut. Tubuhku terguncang-guncang dibuatnya. Dan suster nan rupawan itu masih menyedot dan menghisap alat vitalku tersebut.
Belum puas di situ, Suster Gina mulai menaik-turunkan kepalanya, membuat kemaluanku hampir keluar setengahnya dari dalam mulutnya, tetapi kemudian masuk lagi. Begitu terus berulang-ulang dan bertambah cepat. Gesekan-gesekan yang terjadi antara permukaan kemaluanku dengan dinding mulut Suster Gina membuatku hampir mencapai klimaks untuk kedua kalinya. Apalagi ditambah dengan permainan mulut Suster Gina yang semakin bertambah ganasnya. Beberapa kali aku mendesah-desah. Namun sekali lagi, Suster Gina berhenti lagi sambil tersenyum. Aku hanya keheranan, menduga-duga, apa yang akan dilakukannya.
Aku terkejut ketika melihat Suster Gina sepertinya akan berjalan menjauhi tempat tidurku. Tetapi seperti sedang menggoda, ia menoleh ke arahku. Ia menarik ujung rok perawatnya ke atas lalu melepaskan celana dalam krem yang dipakainya. Melihat kedua gumpalan pantatnya yang tidak begitu besar namun membulat mulut dan kencang, membuatku menelan air liur. Kemudian ia membalikkan tubuhnya menghadapku. Di bawah perutnya yang kencang, tanpa lipatan-lipatan lemak sedikitpun, walaupun tubuhnya agak gempal, kulihat liang kemaluannya yang masih sempit dikelilingi bulu-bulu halus yang cukup lebat dan tampak menyegarkan.
Tidak kusangka-sangka, tiba-tiba Suster Gina naik ke atas tempat tidur dan berjongkok mengangkangi selangkanganku. Lalu tangannya kembali memegang batang kemaluanku dan membimbingnya ke arah liang kemaluannya. Setelah merasa pas, ia menurunkan pantatnya, sehingga batang kemaluanku amblas sampai pangkal ke dalam liang kemaluannya. Mula-mula sedikit tersendat-sendat karena begitu sempitnya liang kenikmatan Suster Gina. Tapi seiring dengan cairan bening yang semakin banyak membasahi dinding lubang kemaluan tersebut, batang kemaluanku menjadi mudah masuk semua ke dalamnya.
Tanganku mulai membuka kancing baju Suster Gina. Setelah kutanggalkan bra yang dikenakannya, menyembullah keluar payudaranya yang kecil tapi membulat itu dengan puting susunya yang cukup tinggi dan mengeras. Dengan senangnya, aku meremas-remas payudaranya yang kenyal. Puting susunya pun tak ketinggalan kujamah. Suster Gina menggerinjal-gerinjal sebentar-sebentar ketika ibu jari dan jari telunjukku memuntir-muntir serta mencubit-cubit puting susunya yang begitu menggiurkan.
Dibarengi dengan gerakan memutar, Suster Gina menaik-turunkan pantatnya yang ramping itu di atas selangkanganku. Batang kemaluanku masuk keluar dengan nikmatnya di dalam lubang kemaluannya yang berdenyut-denyut dan bertambah basah itu. Batang kemaluanku dijepit oleh dinding kemaluan Suster Gina yang terus membiarkan batang kemaluanku dengan tempo yang semakin cepat menghujam ke dalamnya. Bertambah cepat bertambah nikmatnya gesekan-gesekan yang terjadi. Akhirnya untuk ketiga kalinya aku sudah menuju klimaks sebentar lagi. Aku sedikit khawatir kalau-kalau klimaksku itu tertunda lagi.
Akan tetapi kali ini, kelihatannya Suster Gina tidak mau membuatku kecewa. Begitu merasakan kemaluanku mulai berdenyut-denyut kencang, secepat kilat ia melepaskan batang kemaluanku dari dalam lubang kemaluannya dan pindah ke dalam mulutnya. Klimaksku bertambah cepat datangnya karena kuluman-kuluman mulut sang suster cantik yang begitu buasnya. Dan… “Crot… crot… crot…”beberapa kali air maniku muncrat di dalam mulut Suster Gina dan sebagian melelehi buah zakarku. Seperti orang kehausan, Suster Gina menelan hampir semua cairan kenikmatanku, lalu menjilati sisanya yang belepotan di sekitar kemaluanku sampai bersih.
Tiba-tiba tirai tersibak. Aku dan Suster Gina menoleh kaget. Suster Dera yang tadi memandikan teman sekamarku masuk ke dalam. Ia sejenak melongo melihat apa yang kami lakukan berdua. Namun sebentar kemudian tampaknya ia menjadi maklum atas apa yang terjadi dan malah menghampiri tempat tidurku. Dengan raut wajah memohon, ia memandangi Suster Gina. Suster Gina paham apa niat Suster Dera. Ia langsung meloncat turun dari atas tempat tidur dan menutup tirai kembali.
Suster Dera yang berwajah manis, meskipun tidak secantik Suster Gina, sekarang gantian menjilati seluruh permukaan batang kemaluanku. Kemudian, batang kemaluanku yang sudah mulai tegang kembali disergap mulutnya. Untuk kedua kalinya, batang kemaluanku yang kelihatan menantang setiap wanita yang melihatnya, menjadi korban lumatan. Kali ini mulut Suster Dera yang tak kalah ganasnya dengan Suster Gina, mulai menyedot-nyedot kemaluanku. Sementara jari telunjuknya disodokkan satu ruas ke dalam lubang anusku. Sedikit sakit memang, tapi aduhai nikmatnya.
Merasa puas dengan lahapannya pada kemaluanku. Suster Dera kembali berdiri. Tangannya membukai satu-persatu kancing baju perawat yang dikenakannya, sehingga ia tinggal memakai bra dan celana dalamnya. Aku tidak menyangka, Suster Dera yang bertubuh ramping itu memiliki payudara yang jauh lebih besar daripada milik Suster Gina, sekitar 36 ukurannya. Payudara yang sedemikian montoknya itu seakan-akan mau melompat keluar dari dalam bra-nya yang bermodel konvensional itu.
Sekalipun bukan termasuk payudara terbesar yang pernah kulihat, tapi payudara Suster Dera itu menurutku termasuk payudara yang paling indah. Menyadari aku yang terus melotot memandangi payudaranya, Suster Dera membuka tali pengikat bra-nya. Benar, payudaranya yang besar menjuntai montok di dadanya yang putih dan mulus. Rasa-rasanya ingin aku menikmati payudara itu.
Tetapi tampaknya keinginan itu tidak terkabul. Setelah melepas celana dalamnya, seperti yang telah dilakukan oleh Suster Gina, Suster Dera, dengan telanjang bulat naik ke atas tempat tidurku lalu mengarahkan batang kemaluanku ke liang kemaluannya yang sedikit lebih lebar dari Suster Gina namun memiliki bulu-bulu yang tidak begitu lebat. Akhirnya untuk kedua kalinya batang kemaluanku tenggelam ke dalam kemaluan wanita.
Memang, batang kemaluanku lebih leluasa memasuki liang kemaluan Suster Dera daripada kemaluan Suster Gina tadi. Seperti Suster Gina, Suster Dera juga mulai menaik-turunkan pantatnya dan membuat kemaluanku sempat mencelat keluar dari dalam liang kemaluannya namun langsung dimasukkannya lagi.
Tak tahan menganggur, mulut Suster Gina mulai merambah payudara rekan kerjanya. Lidahnya yang menjulur-julur bagai lidah ular menjilati kedua puting susu Suster Dera yang walaupun tinggi mengeras tapi tidak setinggi puting susunya sendiri. Aku melihat, Suster Dera memejamkan matanya, menikmati senggama yang serasa membawanya terbang ke awang-awang. Ia sedang meresapi kenikmatan yang datang dari dua arah. Dari bawah, dari kemaluannya yang terus-menerus masih dihujam batang kemaluanku, dan dari bagian atas, dari payudaranya yang juga masih asyik dilumat mulut temannya.
Tiba-tiba tirai tersibak lagi. Namun ketiga makhluk hidup yang sedang terbawa nafsu birahi yang amat membulak-bulak tidak mengindahkannya. Ternyata yang masuk adalah teman sekamarku dengan keadaan bugil. Karena ia merasa terangsang juga, ia sepertinya melupakan gejala tifus yang dideritanya. Setelah menutup tirai, ia menghampiri Suster Gina dari belakang. Suster Gina sedikit terhenyak ke depan sewaktu kemaluannya yang dari tadi terbuka lebar ditusuk batang kejantanan teman sekamarku dari belakang, dan ia melepaskan mulutnya dari payudara Suster Dera.
Kemudian dengan entengnya, sambil terus menyetubuhi Suster Gina, teman sekamarku itu mengangkat tubuh suster bahenol itu ke luar tirai dan pergi ke tempat tidurnya sendiri. Sejak saat itu aku tidak mengetahui lagi apa yang terjadi antara dia dengan Suster Gina. Yang kudengar hanyalah desahan-desahan dan suara nafas yang terengah-engah dari dua insan berlainan jenis dari balik tirai, di sampingku sendiri masih tenggelam dalam kenikmatan permainan seks-ku dengan Suster Dera.
Batang kemaluanku masih menjelajahi dengan bebasnya di dalam lubang kemaluan Suster Dera yang semakin cepat memutar-mutar dan menggerak-gerakan pantatnya ke atas dan ke bawah. Tak lama kemudian, kami berdua mengejang.
“Suster… Saya mau keluar…”kataku terengah-engah.
“Ah… Keluarin di dalam… saja… Mas…”jawab Suster Dera.
Akhirnya dengan gerinjalan keras, air maniku berpadu dengan cairan kenikmatan Suster Dera di dalam lubang kemaluannya. Saking lelahnya, Suster Dera jatuh terduduk di atas selangkanganku dengan batang kemaluanku masih menancap di dalam lubang kemaluannya. Kami sama-sama tertawa puas.
Sementara dari balik tirai masih terdengar suara kenikmatan sepasang makhluk yang tengah asyik-asyiknya memadu kasih tanpa mempedulikan sekelilingnya.
Tepat seminggu kemudian, aku sudah dinyatakan sembuh dari DBD yang kuderita dan diperbolehkan pulang. Ini membuatku menyesal, merasa akan kehilangan dua orang suster yang telah memberikan kenikmatan tiada tandingannya kepadaku beberapa kali.
Hari ini aku sedang sendirian di rumah dan sedang asyik membaca majalah Gatra yang baru aku beli di tukang majalah dekat rumah.
“Ting tong…”Bel pintu rumahku dipencet orang.
Aku membuka pintu. Astaga! Ternyata yang ada di balik pintu adalah dua orang gadis rupawan yang selama ini aku idam-idamkan, Suster Gina dan Suster Dera. Kedua makhluk cantik ini sama-sama mengenakan kaos oblong, membuat lekuk-lekuk tubuh mereka berdua yang memang indah menjadi bertambah molek lagi dengan payudara mereka yang meskipun beda ukurannya, namun sama-sama membulat dan kencang.
Sementara Suster Gina dengan celana jeansnya yang ketat, membuat pantatnya yang montok semakin menggairahkan, di samping Suster Dera yang mengenakan rok mini beberapa sentimeter di atas lutut sehingga memamerkan pahanya yang putih dan mulus tanpa noda.
Share: